Kalau Young Lady jadi planner kegiatan Kompasianival, hal pertama yang akan dilakukan Young Lady adalah menentukan dress code. Oh iya, ini penting banget. Mengingat ini acara kopdar terbesar, gathering terbesar Kompasianers, dress codenya jangan asal-asalan dong. Harus terstruktur. Nggak boleh urakan, nggak boleh berantakan. Sssttt...Kompasianers tahu nggak? Waktu Kompasianival tahun lalu, my mom sempat bisik-bisik di mobil sambil melihat tampilan para Kompasianers.
"Aduh, tampang-tampangnya kayak seniman ya..."
Mata batin Young Lady langsung tahu maksudnya. Tampang seniman yang dimaksud di sini, artinya kurang positif...maaf. My mom agak kurang setuju dengan penampilan mereka yang datang ke Kompasianival tahun lalu.
Nah, karena ini acaranya Kopdar berskala besar, masa nggak ada dress code sih? Lebih bagus kalau terstruktur. Jika Young Lady perancang Kompasianival 2018, Young Lady akan menentukan dress code: pria memakai jas/tuxedo, wanita memakai dress. Keren kaaaan?
Bukan apa-apa, guys. Bukan karena Young Lady sukanya pakai dress dan suka banget lihat pria berjas ala-ala tokoh "Calvin Wan" gitu. Tapi, karena jas bisa membuat pria lebih rapi dan dress membuat wanita lebih anggun. Yah, walaupun memang agak panas dan berat memakainya, tapi tak ada salahnya memakainya untuk kesempatan itu.
Selain itu, pemakaian jas dan dress oleh Kompasianers bisa meningkatkan image positif dari pengunjung non-Kompasianer. Dari luar, orang-orang awam itu akan mengagumi. Terbentuklah persepsi di hati mereka. Wow, penulis-penulis Kompasiana ternyata bisa rapi, perlente, dan gorgeous juga ya. Wah, mereka fashionable ya. Mau ikutan nulis di Kompasiana ah, biar terlatih modis, elegan, dan trendy. Bukankah dari mata turun ke hati? Memang kesannya terlalu formal, tapi itu bisa menunjukkan kalau penulis/blogger/seniman pun bisa rapi.
Berikutnya, Young Lady akan sangat berhati-hati memilih para penerima Award. Tak ingin salah pilih, Young Lady akan mencoba mengenali track record dan kepribadian para nominator itu. Young Lady akan lakukan pendekatan satu per satu. Kehati-hatian akan semakin ditingkatkan untuk kategori people choice dan Kompasianer of The Year.
Menurut Young Lady, dua kategori itulah yang paling rawan sekaligus paling ideal. Tidak hanya dilihat dari kemampuan menulisnya, tetapi juga dari konsistensi dan kepribadiannya. Kepribadiannya akan kelihatan dalam berinteraksi dengan sesama Kompasianers.
Young Lady cantik takkan ragu mengadopsi sistem pemilihan pageants: brain, beauty, behavior. Rata-rata kompetisi pageants mengandalkan tiga kriteria itu. Eits, jangan nethink dulu. Sebagai yang pernah ikutan pageants meski nggak menang, Young Lady tahu tiga kriteria itu merupakan indikator paling tepat untuk memilih seseorang yang ideal. Nah, tak ada salahnya sistem pemilihan pageants itu diadopsi ke dalam pemilihan penerima Kompasiana Award.
Kita lihat beautynya. Beauty ini tak hanya dari fisik, tetapi dari dalam. Cantik/tampan luar-dalam bagi penerima Kompasiana Award sangat penting. Mereka ibaratnya wakil, role model untuk teman-teman Kompasianers lainnya, duta untuk mempromosikan Kompasiana ke dunia luar. Bagaimana semua mata akan memandang Kompasiana bila duta-dutanya tidak rupawan luar-dalam? Bayangkan, kalau duta-dutanya...maaf, jelek ataupun licik dan culas. Kan bahaya. Makanya itu, melihat beauty itu sangat perlu. Kerupawanan dilihat dari wajah, secantik/setampan apakah mereka? Kerupawanan hati, lihat saja apakah mereka punya inner beauty. Apakah mereka orang-orang yang positif, baik hati, dan berjiwa sosial tinggi?
Lalu, brain. Ini pun tak kalah penting. Kompasianers penerima award haruslah pintar, brilian, dan berwawasan luas. Pintar dan brilian di sini bukan berarti harus lulusan universitas dan nilai-nilainya bagus. Tetapi, pintar di sini ialah punya wawasan yang luas, kedalaman berpikir, kemampuan analisis, logika, dan nalar yang bagus. Sebab pintar tak sebatas terukur dari nilai dan gelar.