Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terlalu Cantik untuk Selibat

27 Juli 2018   05:56 Diperbarui: 27 Juli 2018   06:05 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang guru di sekolah tempat penyuluhan berlangsung menatap Young Lady lama. Guru pria itu berkata, memuji tepatnya. Dia bilang, Young Lady cantik. Sepuluh mahasiswa di kanan-kiri Young Lady cantik tersenyum-senyum.

"Kami memang cakep dan cantik, Pak." ucap salah satu dari mereka, narsis.

Lalu kami melangkah ke belakang sekolah, memilih-milih spot untuk vertical garden. Young Lady perhatikan, teman-teman di sekeliling tak sekadar melangkah. Mereka juga memotret beberapa spot dan sesekali berfoto. Berbeda dengan mereka, Young Lady sama sekali tak tertarik berfoto. Di antara teman perempuan, Young Lady satu-satunya yang tidak tertarik berfoto dan membaginya di sosial media. Buat apa? It's not important.

Di halaman belakang sekolah, terdapat sebuah meja. Kursi-kursi mengitari meja kayu itu. Kami duduk mengelilinginya. Melepas lelah di sana. Hening mulai terurai. Pembicaraan ringan tercipta hangat.

Mulanya hanya bicara cinta dan jodoh. Young Lady menyinggung pula sedikit tentang paduan suara. Soalnya ada teman kelompok yang mirip dengan anggota choir tempat Young Lady bergabung. Finally, perbincangan ringan mengarah ke selibat. Ya, selibat.

Sepuluh pasang mata menatap aneh ke arah Young Lady. Selibat? Mengapa harus selibat? Seperti tidak ada pilihan yang lebih baik saja, kata mereka. Dan kata mereka lagi, menikah itu wajib.

Hei siapa bilang? Menikah itu sunnah dalam agama kami. Hanya menyempurnakan separuh agama. That's all. Seorang teman malah mengatakan jika tak ada jodoh di dunia, sudah disiapkan di akhirat. Yeee jodoh, memangnya lagunya Afgan, jodoh pasti bertemu?

Apa salahnya selibat? Toh zaman sekarang ini, makin banyak orang yang single forever. Melajang seumur hidup walau bukan pastor/bhikkhu. Itu namanya selibat juga, kan?

Masihkah selibat dianggap pilihan aneh? Bagaimana bila selibat itu pilihan terbaik? Seperti judul lagu, jalan terbaik, bisa saja selibat dianggap jalan terbaik oleh seseorang. Misalnya, seorang pria tampan yang baik hati dan berbakat, divonis dokter terkena suatu penyakit yang membuatnya infertil. 

Atau efek dari obat-obatan penyembuhan penyakit itulah yang membuatnya mandul. Lalu pria tampan yang baik hati dan konsisten itu memutuskan selibat agar tidak menyakiti hati wanita mana pun. Bukankah itu jalan terbaik?

Selibat karena mandul dan penyakit bukanlah aib. Justru si selibator telah membuat pilihan terbaik agar tidak mengecewakan sesiapa. Selibat karena disabilitas, kaul kebiaraan, tujuan kemanusiaan, amal, dan kaasih, itu pun sama baiknya. Bahkan bisa menjadi selibat yang mulia.

Kata siapa selibat tak bisa mencintai? Jika Young Lady cantik selibat tetapi bisa mendampingi dan didampingi malaikat tampan bermata sipit yang harus menerima takdirnya, bukankah tetap bisa mencinta? 

Cinta tak selamanya berakhir dengan pernikahan. Cinta itu kebebasan, kebahagiaan. Cinta itu tulus dan tak berharap memiliki. Cinta itu mengasihi tanpa mengharap balasan.

Selibat yang mandul, namun tetap penuh cinta kasih. So, buat Young Lady, tak ada lagi alasan terlalu cantik untuk selibat. Bagaimana pendapat Kompasianers?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun