Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berdialog dengan Tokoh Fiksi, Mengapa Tokoh Protagonisnya Non-Pribumi? (Bagian 2)

20 Juli 2018   05:52 Diperbarui: 20 Juli 2018   06:18 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kompasianers, come here. Ayo mendekat ke Young Lady. Duduklah di kanan-kiri Young Lady. Rileks, rileks, rileks...kita bikin suasana nyaman yuk. Nah, sudah nyaman kan? Ayo kita mulai dialog imajiner dengan tokoh fiksi yang tidak benar-benar fiktif. Karena tokoh-tokoh ini terinspirasi dari sosok-sosok nyata.

Hmmm nampaknya potongan adegan seperti ini sering Young Lady tulis dengan cantik ya.

Calvin menangis. Hidungnya berdarah.

"Calvin, what's the matter with you?" Young Lady bertanya dengan perasaan khawatir.

Sebagai jawaban, Calvin Wan merangkul pinggang Young Lady ke depan sebuah grand piano. Jari-jarinya menari lincah di atas tuts hitam-putih itu. Suara bass Calvin yang empuk menyanyikan sebuah lagu.

"Bagaimana harus kulupakan semua...saat hati memanggil namamu. Atau harus kurelakan kenyataan, kita memang tak sejalan..namun kau adalah pemilik hatiku."

Young Lady terperangah mendengar lagu itu.

"Calvin Wan, itu kan lirik lagunya Calvin Jeremy?"

"Yups. Representatif dengan kondisiku sekarang."

"Ada apa memangnya?"

Calvin menghela nafas berat. Sesaat memegang iPhonenya. Melepas dua kancing jasnya.

"Wait...ingin kutuliskan dulu di website pribadi dan media jurnalisme warga itu." ujar pengusaha retail dan blogger tampan itu pelan.

"Calvin, apa yang terjadi? Kau kenapa?" desak Young Lady.

Lama pria kelahiran 9 Desember itu hanya mengetikkan sesuatu di iPhonenya. Ia tenggelam dalam tulisan dan pemikirannya sendiri. Young Lady menunggu, menunggu dengan sabar.

"Aku diusir seorang pria Pribumi tulen dari rumahnya." Akhirnya Calvin berkata setelah menyelesaikan dan memposting artikelnya.

"Bagaimana itu bisa terjadi?"

"Ketika aku melamar adik si pria, dia menolak dan mengusirku. Rupanya pria itu mengidap sister complex. Meski adik perempuannya berbeda ibu, dia sangat menyayanginya. Adik perempuannya cantik sekali, tipikal wanita blasteran Jawa-Ukraina. Aku mencintainya. Sayang sekali, sang kakak mengusirku saat aku ingin melamarnya."

"I feel sorry. Pasti kamu sedih sekali, malaikat tampan bermata sipitku."

Air mata malaikat kembali jatuh. Buliran bening yang mengkristal. Pada saat bersamaan, hujan turun perlahan di luar sana. Rinai hujan bersenandung lembut. Melukiskan suasana hati malaikat tampan bermata sipit. Saat hujan turun, saat itulah seorang malaikat menangis.

"Mengapa tokoh protagonis yang tertindas dan teraniaya selalu dari kalangan Non-Pribumi" Tetiba Calvin bertanya. Ada nada memprotes dalam suaranya.

"Memangnya kenapa? Salahkah bila Non-Pribumi yang berada dalam posisi baik? Protagonis kan baik," jawab Young Lady membela diri.

"Iya, tapi kenapa harus beridentitas Non-Pribumi? Kebanyakan kisah Indonesia tokoh protagonisnya Pribumi. Minke Bumi Manusia, Ikal Laskar Pelangi, Hasan Atheis, Srintil trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Siti Nurbaya, Hanafi Salah Asuhan, Hayati Tenggelamnya Kapal van Der Wijk, Saija-Adinda Multatuli, Azam Ketika Cinta Bertasbih, dan Fahri Ayat-Ayat Cinta. Mereka semua Pribumi, dan mereka digambarkan begitu kuat dengan ciri khasnya. Justru Non-Pribumilah yang sering jadi antagonis. Tapi..."

"Siapa yang terakhir? Fahri Ayat-Ayat Cinta?" Young Lady tertawa kecil, teringat sesuatu.

"Protagonis dari salah satu novel yang kaubacakan dengan tulus dan sepenuh hati untuk gadis cantik yang kesepian? Calvin, you still remember. Kaubacakan novel itu setiap hari, di sela kesibukanmu. Di sela jadwal aktivitasmu yang kutahu sangat padat."

Calvin mengangguk sambil lalu. Mendesak Young Lady untuk menjawab komplainnya.

"Tenang dulu, Calvin. Tenang...tidak semua kok prosa Indonesia tokoh protagonisnya Pribumi. Tere-Liye menempatkan Non-Pribumi sebagai tokoh baik. Tuh lihat, Cie Hui Bidadari-Bidadari Syurga, Koh Acan Hafalan Shalat Delisa, Kinasih Moga Bunda Disayang Allah, Goughsky Hafalan Shalat Delisa, dan Vin Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Aisha, Hulya, dan Maria Ayat-Ayat Cinta juga tokoh baik dari kalangan Non-Pribumi. A Ling Laskar Pelangi juga tokoh baik. Rosi, Novera, Indah, dan Siska dalam Dim Sum Terakhir juga ditempatkan dalam posisi protagonis. Ervin Daniswara dalam Miss Pesimis yang diceritakan punya keturunan bule dari Omanya, sangat protagonis. Geecha, si protagonis dalam novel Boysitter, juga Non-Pribumi."

"Ok fine, tapi mengapa tokoh protagonisnya kautempatkan dari kalangan Non-Pribumi? Mengapa tokoh Non-Pribumi, khususnya pria, yang harus tertindas, teraniaya, bersedih, dan terluka?"

Mendengar nada komplain bercampur sedih, Young Lady tersentuh. Menatap lembut mata Calvin, Young Lady berkata lembut.

"Membalikkan stereotip, Calvin. Tak selamanya Non-Pribumi itu harus selalu diidentikkan dengan kecurangan, kerakusan, dan kejahatan. Tak semua Pribumi tertindas. Justru banyak Pribumi yang menindas dan melukai Non-Pribumi. Aku ingin menghapus stereotip, that's all."

"Mengapa tokoh protagonis Non-Pribumi harus dibuat semenderita itu?"

"Hanya untuk membalikkan stereotip. Membuka mata pembaca dan mempengaruhi pikiran mereka. Selama ini, banyak Non-Pribumi yang baik hati. Banyak pula Non-Pribumi yang setia, tulus, dermawan, dan salih, tetapi tertindas dan terluka. Orang-orang di negeri ini sudah terlanjur addict menggeneralisir kesalahan segelintir orang dengan menyalahkan semua orang dari golongan itu. Sedih ya, jadi kita."

Kini Calvin mengerti. Memahami sepenuhnya peletakan posisi protagonis dan antagonis. Semata ingin membalikkan stereotip yang terlanjur mendarah daging.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun