"Corry, please."
Dengan tangan gemetar, Corry menuntun Calvin bangun. Memapah tubuh tinggi yang kini telah sangat kurus itu ke kamar mandi. Ternyata Calvin sudah hafal tata cara wudhu. Pastilah karena ia sering melihat Corry melakukannya.
Selesai berwudhu, Corry membantu Calvin mengenakan jasnya. Calvin memilih shalat dengan style Turki dan Timur Tengah, seperti istrinya. Ia shalat dengan memakai jas. Corry di sisinya, menemani dengan hati terharu luar biasa.
Tanpa diajari pun, Calvin sudah hafal seluruh bacaan shalat. 20 tahun mendampingi Corry tak sia-sia. Gerakan-gerakan shalat mulai dari takbiratul ihram sampai shalat ia kuasai. Corry menyaksikan suaminya shalat untuk pertama kali dengan wajah sendu berurai air mata.
"Ya Allah, apakah ini jawabanMu? Apakah ini cintaMu?" bisik hati kecil Corry berulang kali.
Usai shalat, Calvin membawa Corry dalam pelukannya. Corry menyandarkan kepalanya ke dada Calvin. Serasa sudah lama sekali mereka tak berpelukan seerat ini.
"Kita akan bertemu lagi, Corry. Di sebuah rumah putih di atas bukit, di surganya Allah." Calvin berbisik lembut. Disambuti anggukan dan isak tertahan istrinya.
Semenit. Tiga menit. Lima menit, hening. Segalanya hening. Keheningan yang berbalut begitu dalam dan penuh cinta. Di keheningan malam itulah Calvin menutup lembaran buku kehidupannya. Ia tutup lembaran buku hidupnya dengan kalimat Tauhid. Lembar terakhir perjalanannya di dunia berakhir dengan cinta dari Sang Maha Cinta yang melingkupi hatinya.
** Â Â Â Â
https://www.youtube.com/watch?v=Yol5SlQQzv0