Dear para pria yang telah menjadi ayah, calon ayah, atau yang belum mampu menjadi seorang ayah,
To the point saja ya. Semoga kasus ini akan membuka mata kalian.
Ada sebuah keluarga yang dipimpin seorang pria berumur yang terlambat menikah. Sebut saja pria itu Marco. Marco memiliki seorang istri dan tiga anak perempuan. Anaknya yang terkecil ternyata difabel.
Tumbuh dalam keluarga yang kurang kasih sayang, Marco menjadi sosok ayah yang dingin, keras, kaku, egois, dan pilih kasih. Ia hanya menyayangi anak sulung dan anak tengahnya. Si anak ketiga yang memiliki keterbatasan dan hanya bisa duduk di kursi roda, sama sekali tidak disayangi dan diperhatikannya. Keadaan lebih parah karena Marco sering bertengkar dengan istrinya.
Ada suatu masa dimana istri Marco memiliki kedudukan lebih tinggi di kantor dan mempunyai penghasilan berkali lipat lebih besar dibandingkan dirinya. Saat istrinya sedang berada di puncak karier, ia berselingkuh. Di kantor, memang banyak yang menyukai istrinya. Mulai dari pejabat tinggi sampai staf biasa.
Marco marah. Ia sakit hati, lalu membalas dendam dengan berselingkuh juga. Marco berselingkuh dengan bawahannya sendiri. Jadilah Marco dan istrinya sama-sama mendua, seperti lagunya Ran.
Sampai akhirnya, terjadi guncangan yang membuat keluarga itu jatuh. Marco dan istrinya menyadari kesalahan mereka. Mereka kembali berdamai.
Namun, sejak saat itu hubungan Marco dan istrinya menjadi hampa. Seolah mereka kembali berdamai hanya demi anak-anak. Sikap Marco tak berubah. Dia tetap pilih kasih dengan ketiga anaknya. Ia juga masih sering bertengkar hebat dengan istrinya.
Putri bungsu Marco, sebut saja Wilona, sering menjadi korban. Tak berani marah pada istrinya, Marco menjadikan Wilona sebagai sasaran. Marco takut pada istrinya, tetapi menyimpan kemarahan dan dendam. Wilona sering kali menjadi sasarannya. Anehnya, Marco tak pernah menjadikan putri pertama dan keduanya sebagai sasaran. Hanya Wilona saja yang menjadi pelampiasannya.
Di mata keluarga besar, Marco sosok yang pendiam. Bahkan banyak yang menilainya sabar. Mereka tak pernah tahu sifat Marco yang sebenarnya. Jika ditanya istrinya dan siapa pun, Marco tak pernah mengakui kalau ia sering menjadikan Wilona sebagai sasaran.
Wilona sangat kecewa dengan Marco. Baginya, Marco bukanlah ayah yang baik. Sang ayah begitu kasar dan pilih kasih. Sejak kecil, Wilona tidak pernah menyayangi Marco. Ia bahkan sering mengharapkan ibunya bercerai atau ayahnya yang lebih dulu meninggal. Sebab ia sudah tak tahan dengan pelampiasan Marco.