Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Surat Terbuka untuk Pelaku Bom Gereja Surabaya

14 Mei 2018   05:54 Diperbarui: 15 Mei 2018   03:51 1492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dear pelaku teror bom Surabaya, siapa pun orangnya,

"Peluk aku."

Itulah dua kata yang saya ucapkan pada "A Charming Angel With The Slanting Eyes" hari kemarin. Saya hanya akan benar-benar ingin merasakan pelukan jika sedang ketakutan atau kesakitan. Sebab belakangan ini mata saya sering terasa sakit.

Hati saya memeluknya. Begitu pun "Calvin Wan" sebaliknya. Cengkeraman ketakutan ini begitu kuat. Kuat sekali.

Ketakutan ini gara-gara kalian. Siapakah yang begitu tega melakukan pengeboman pada tiga rumah ibadah sekaligus? Siapakah yang begitu tega menghabisi nyawa-nyawa tak bersalah? Oh iyalah, jemaat tiga gereja di Surabaya yang kalian bunuh dengan keji itu merupakan nyawa-nyawa tak bersalah.

Saya tak tahu apa tujuan kalian. Apakah ini atas nama politik, eksistensi, atau kesalahan menafsirkan ajaran agama. Apa yang kalian lakukan sudah keterlaluan. Bukan hanya melukai dan membunuh secara fisik, tetapi juga mengguncang dan mencederai psikologis.

Apakah kalian ingin Indonesia seperti Suriah? Ataukah kalian ingin membubarkan NKRI? Saya takkan pernah percaya bila kalian melakukan ini atas nama agama. Tak ada satu pun agama yang mengajarkan kekerasan dan terorisme. Orang-orang justru kembali pada agama untuk mencari kedamaian.

Ok, fine. Kalau kalian tak percaya, saya contohkan satu agama: Islam. Nah, agama inilah yang sering kali dijadikan sasaran tuduhan terorisme. Asal kalian tahu saja. Dalam teologi Islam, sama sekali tak ada ajaran terorisme. Dalam fikih Islam, tidak ada ajaran membunuh orang lain, merakit bom, menghabisi nyawa, dan tindakan kekerasan lainnya. Sama sekali tidak ada. Rasulullah SAW bahkan melindungi semua orang, Muslim ataupun bukan.

Seharusnya kalian malu. Malulah pada Tuhan dan orang-orang hebat yang antikekerasan. Ccoba bayangkan, bila di akhirat nanti kalian bertemu Tuhan. Lalu Tuhan bertanya pada kalian: Apa yang telah dilakukan di dunia? Mengapa kalian mengebom tiga gereja di Surabaya pada tanggal 13 Mei 2018? Kalian mau jawab apa di depan Tuhan? Saya yakin, di akhirat nanti kalian tak punya argumen apa pun untuk membela diri di depan Tuhan.

Kalau di medsos ada yang memprovokasi dan melayangkan tuduhan bahwa Islamlah pelaku terorisme, saya tak pernah percaya. Yang melakukan itu bukan Islam, tapi teroris. Teroris itu sekelompok kecil yang ingin menebarkan teror, ketakutan, menghabisi nyawa, dan melakukan semua itu demi sebuah kepentingan tertentu. Teroris sangat berbahaya untuk keutuhan negara dan perdamaian dunia.

Islam yang sejati tidak seperti itu. Muslim sejati adalah Muslim yang sabar, lembut, toleran, dermawan, dan penyayang. Honestly, saya kecewa sekali bila kalian melakukan ini atas nama Islam. Bila motifnya jihad, kalian sudah keliru. Jihad dalam Islam bukan begitu caranya. Jihad yang sesungguhnya adalah jihad mencari ilmu, jihad menolong orang lain, jihad bersedekah, jihad dalam mencari cinta sejati, jihad dalam membahagiakan orang lain, jihad jihad dalam beramal, dan jihad dalam mengekang nafsu dalam diri. Itulah bentuk-bentuk jihad yang sesungguhnya.

Mengikuti lagunya Maliq and D Essential, cobalah buka mata, hati, dan telinga kalian. Tuhan tidak butuh dibela dengan cara seperti itu. Tanpa kalian pun, Tuhan sudah sangatlah kuat dan kekuatannya tak tertandingi. Bila kalian ingin membela agama, bukan dengan cara merusak rumah ibadah agama lain.

Tunjukkanlah pada pemeluk agama lain keunggulan dan keindahan agama kalian. Kalau perlu, sentuhlah hati mereka agar mau memeluk agama kalian. Cara itu jauh lebih halus dan indah, dan pastinya disukai Tuhan. Kalau kalian, para pelakunya tidak beragama Islam, saya yakin ajaran agama mana pun tidak ada yang mengajarkan kekerasan dan terorisme. Semua agama menawarkan kedamaian dan cinta kasih.

Saya benci, kesal, marah, dan kecewa sekali pada kalian. Hai para pelaku teror bom Surabaya, belajarlah dari buku Ayat-Ayat Cinta 2 karya Habiburrahman El Shirazy. Atau mau saya putarkan rekaman buku yang dibacakan "Calvin Wan" di bab 25 untuk kalian biar kalian sadar?

Saya ingat, ingat sekali isi bab 25 buku itu. Doa di Ujung Malam. Salah satu isinya tentang diskusi tokoh Fahri dengan Profesor Sharlotte. Profesor bertanya pada Fahri, apa yang membuatnya harus memeluk Islam? Fahri terdiam, sempurna terdiam. Ia malu. Ia teringat bahwa indahnya ajaran Islam telah dirusak oleh kelakuan umatnya. Ajaran Islam indah, sempurna, dan superior. Tapi sebagian umatnya inferior. Alhasil, Fahri minta maaf pada Profesor Sharlotte atas nama umat Islam. Saya pun pernah melakukan hal yang sama. Saya, dengan jujur, tulus, dan dalam, pernah minta maaf secara Islam lewat artikel ini

https://www.kompasiana.com/latifahmaurintawigati/5aada106ab12ae31b4257d22/surat-terbuka-saya-minta-maaf-atas-nama-umat-islam

Ok, itu kalau motifnya agama ya. Bagaimana kalau motifnya politik? Apa yang kalian lakukan salah juga. Nyawa orang dipolitisasi. Hanya karena politik, nyawa jadi korban. Culas dan licik sekali bila kalian mengorbankan nyawa orang lain hanya karena kepentingan politik.

So, saya tidak pernah bersimpati pada aktivis-aktivis politik semacam Wiji Thukul, Zahdit Takwa, etc. Mereka hanyalah sekumpulan 'teroris' terselubung untuk merebut kekuasaan. Apa yang mereka lakukan atas nama politik dan kepentingan golongan tertentu. Saya malah lebih bersimpati pada Ita Martadinata Haryono, para korban bom Surabaya, dan orang-orang tak bersalah lainnya yang menjadi korban atas kebiadaban kelompok-kelompok teroris bodoh macam kalian.

Saya beri tahu dua hal pada kalian. Pertama, saya senang membantu orang-orang yang punya masalah, khususnya masalah psikologis, dengan hypnotherapy. Klien saya kebanyakan malah orang yang tidak seagama dengan saya. Kedua, saya pernah berelasi dengan seorang Frater, calon Pastor.

Tak tahu apa bentuk relasinya. Yang jelas, Frater itu pernah menempati hati saya. Dia melukai saya. Dia mengusir saya dengan angkuh di depan pintu rumah Retret hampir setahun lalu. Di situ saya benar-benar marah, sedih, dan terluka. Saya bahkan mencari pelampiasan dengan melakukan kekerasan berulang pada pria.

Tetapi, jauh di dalam hati, nurani saya masih bercahaya. Semarah dan sebenci apa pun saya terhadap Frater itu dan Romo pembimbingnya yang telah zmenzhalimi saya, tak pernah terbersit niat sedikit pun untuk membunuh atau membalas kezhaliman mereka. Diam, diam saja, cukup itu yang saya lakukan. Ok, saya akui saya memang mencari pelampiasan dan melakukan kekerasan psikis berulang pada lelaki lain. Tapi, di lubuk hati saya yang terdalam, saya masih punya empati. Masih ada sepercik kasih di hati saya.

Kalau kalian melakukan pengeboman itu atas nama dendam dan agama, jangan korbankan orang-orang tak bersalah. Selesaikan saja dengan pihak-pihak yang membuat kalian kecewa. Kalau kalian melakukannya atas nama politik, jangan libatkan nyawa-nyawa tak bersalah. Cukup selesaikan antara kalian dengan politisi yang kalian tidak sukai. Itu lebih sportif.

Saya, yang Non-Kristiani pun, takut. Takut sekali. Takut bila hal itu menimpa orang-orang yang saya cintai. Saya saja yang bukan Kristen/Katolik takut, apa lagi mereka.

Satu hal yang membuat saya heran: mengapa pengeboman ini dilakukan di saat yang tepat? Di saat waktu beribadah, dan di tiga gereja sekaligus. Sistematis sekali rencana kalian. Licik sekali rencana kalian. Tidak cukup satu, tapi tiga gereja sekaligus.

Saya menulis surat terbuka ini dengan ketakutan. Takut sekali. Jujur, saya begitu takut, sedih, dan ingin menangis. Bayangkan bila kalian jadi para korban dan keluarga korban. Coba bayangkan bila kalian ada di posisi mereka. Apakah kalian mau diperlakukan seperti itu?

Tuhanlah yang berhak mengambil nyawa orang lain. Bukan manusia seperti kalian. Semoga kejadian seperti ini tidak terulang lagi.

Salam,

Ditulis dengan ketakutan luar biasa,

Surat cantik, dari Muslim cantik bermata biru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun