Menggabungkan musik dengan tulisan, menggabungkan imajinasi dan logika, menyeimbangkan otak kanan dan kiri melalui fiksi bermuatan musik. Mengasah pikiran cerdas dan brilian. Menggabungkan seni musik, seni sastra, keseimbangan, dan kecerdasan. Itulah yang sedang berusaha dilakukan Young Lady. Bermain fiksi sekaligus bermain musik. Ah, sayang kalian tak pernah mengerti. Tak semua orang suka musik. Lebih tepatnya lagi, tak semua orang suka dan bisa bermain musik.
Sebab bagi Young Lady, menulis fiksi tak sekadar menulis fiksi. Bukan hanya duduk di depan PC lalu ide terangkai menjadi kata indah. Tidak, prosesnya tidak segampang itu. Ada pencarian lain, pencarian yang lebih dalam: lagu dan musik. Menentukan lagu dan musik apa yang cocok untuk isi ceritanya. Kalau kalian pikir mudah, itu cukup sulit. Perlu berpikir panjang.
Tak hanya itu, fiksi cantiknya Young Lady pun menyelipkan idealisme tertentu. Ya, idealisme. Jangan kira hanya Umar Kayam, Pramoedya Anantatoer, Taufik Ismail, Y. B. Mangunwijaya, W. S. Rendra, Orhan Pamuk, Harper Lee, Dann Brown, Habiburrahman El Shirazy, Chairil Anwar, dan sastrawan ngetop lainnya yang bisa memunculkan idealisme dalam karya sastra mereka. Fiksianer murahan seperti Young Lady juga punya idealisme sendiri dalam karya cantiknya. Membuat tokoh dan penokohan berlatar belakang Muslim Non-Pribumi, bahwa Muslim Indonesia tak hanya milik Pribumi saja. Yang berkulit putih, bermata sipit, bermata hijau, bermata biru, atau yang berkulit hitam di Indonesia pun berhak menjadi bagian dari Muslim Indonesia. Dan sebagian besar tokoh-tokoh di cerita cantik Young Lady merupakan Muslim yang taat. Ada idealisme terselubung di situ.
Selain itu, menyakiti tokoh pria tanpa menyakiti tokoh wanita. Hanya boleh menyakiti tokoh pria. Tokoh wanita tak boleh disakiti. Di tiap cerita, tokoh wanitalah yang digambarkan sering merawat tokoh pria yang sakit parah, tokoh wanita yang mandiri dan kaya-raya walaupun ditinggal mati suaminya yang tampan dan super kaya. Kalau ada tokoh yang harus kecelakaan, menderita penyakit berbahaya, disakiti, ditipu, bangkrut, dimaki, digugat cerai, meninggal, sakit parah sampai tak ada harapan untuk sembuh, dihina, itu haruslah tokoh pria. Jangan tokoh wanita. Itu pun ada idealisme tersembunyi. Ada hawa feminis di situ. Wanita harus kuat dan tidak boleh tersakiti. Biarlah pria saja yang jatuh dan sakit.
Satu lagi idealisme feminis yang lebih membela wanita: vonis infertilitas. Sedikit buka-bukaan ya. Young Lady senang menceritakan tentang sepasang pria dan wanita kaya yang menikah, lalu tidak memiliki keturunan. Ternyata si prialah yang divonis infertilitas karena penyakit. Atau ada pria single yang tidak menikah karena tahu kondisinya sendiri. Realitas sosial sering kali berkata lain. Wanitalah yang lebih banyak disalahkan dalam kasus infertilitas. Faktanya, pria juga bisa salah. Dilansir dari internasional.kompas.com, sekitar 50% penyebab infertilitas pada pasangan suami-istri justru ada pada pria. Nah, Young Lady ingin mematahkan praanggapan bahwa wanitalah yang harus disalahkan karena infertilitas. Tidak semuanya begitu. Biasanya, dalam cerita, digambarkan sosok pria tampan, kaya, sukses, saleh, tetapi mandul.
Young Lady tak pernah main-main dalam menulis cerita. Young Lady sudah punya strukturnya sendiri, sudah terstruktur dan perfeksionis. Semacam kunci dan aturan main dalam menulis fiksi. Especially pada bagian Muslim Non-Pribumi yang taat dan menjadikan dirinya bagian dari Muslim Indonesia. Semacam teriakan hati, jeritan untuk tidak dipandang aneh.
Ideologi dalam karya sastra, itu biasa kan? Jangankan karya sastra, ceramah di rumah ibadah pun bisa bermuatan ideologi tertentu. Finally, dengan serangkaian alasan yang tak mudah dipahami kebanyakan orang, Young Lady jadi makin malas menulis fiksi. Buat apa menulis kalau tak dipahami?
Tak heran, para penulis, seniman, dan ilmuwan sering merasa kesepian. Sebab tak satu pun orang yang memahami jalan pikiran mereka. Hanya Tuhan dan diri sendiri yang memahami.
Minggu kemarin, Young Lady sibuk menerjemahkan Melodi Silvi ke dalam Bahasa Inggris. Sekarang sudah selesai. Young Lady cantik suka kerja keras. Waktu tidur sampai berkurang tak apa-apa, dari dulu sudah biasa. Ada dua adegan yang paling disukai Young Lady saat proses penerjemahan: adegan di bab pertama, saat Calvin shalat di balkon kantornya untuk terakhir kali. Setiap judul cerita Young Lady biasanya berawal dengan momen pengunduran diri Calvin Wan di kantornya. Perpisahan yang menyentuh dengan staf-stafnya, karena mereka harus kehilangan pemimpin perusahaan seperti Calvin. Lalu biasanya berlanjut pada aktivitas Calvin berliterasi setelah ia resign dari perusahaannya. Ngeblog, menulis di web maupun di media jurnalisme warga...ups. Biasanya awalnya begitu. Menulis yang dekat dengan kehidupan, biasanya sosok Calvin digambarkan cerdas, good looking, multitalenta. Menulis yes, bermain musik yes, koreografi yes, mantan model yes. Alim dan dermawan apa lagi. As usual, Calvin dilukiskan selalu memakai jas mahal dan elegan. Mahir bermain piano, koreografi, sangat taat beribadah, dan penyayang anak-anak. Last but not least, tokoh-tokoh wanita di sekeliling kehidupan Calvin seperti biasa sering memakai dress-dress cantik. Kisah Asia rasa Eropa, unsur Islami bertabur unsur Eropa. Kira-kira begitu. Well, kalau mau jujur, sebenarnya tokoh-tokoh wanita yang memakai dress cantik itu cerminan diri Young Lady sendiri, yang konsisten memakai dress sebagai style favorit. Walaupun pakai dress itu kadang terasa panas, berat dan harus tetap anggun kalau bergerak, tapi Young Lady menikmatinya dengan konsisten.
Dan adegan favorit lainnya, adegan di bab pertengahan, ketika Calvin, Adica, Syifa, Revan, dan teman-temannya menari Halay di pesta pernikahan emas Baba dan Anne. Young Lady cantik ingat sekali dua adegan favorit itu. Anehnya, waktu menerjemahkan adegan tarian Halay, Young Lady malah ingat satu-satunya film Bollywood yang paling berkesan di hati Young Lady: Mohabbatein. Ya, Young Lady suka juga kok sama Bollywood. Fleksibel sih. Asalkan filmnya ada unsur cinta, kematian, penyakit, dan musik, Young Lady pasti suka. Entah itu film Indonesia, Hollywood, sampai film India dan telenovela sekalipun. Kalau ceritanya menyentuh dan unsur musiknya juga bagus, Young Lady pasti suka. Nah, waktu mentranslate adegan Calvin menarikan Halay yang notabenenya kebudayaan Turki, Young Lady malah ingat film Mohabbatein. Ingat adegan pesta dansa yang dibuat Aryan-diperankan oleh Shahrukh Khan-di Gurukul. Pak Aryan, Vikram, Samir, dan Karan, semuanya menari kan? Tokoh favorit Young Lady di Mohabbatein adalah Karan Choudrey yang diperankan Jimmy Sherigil. Figurnya yang kalem, luar biasa tampan, bikin perempuan meleleh, perjuangan cintanya yang luar biasa dengan seorang janda bernama Kiran, dan charming malah membiaskan imajinasi Young Lady dari Calvin Wan ke Karan Choudrey. Young Lady membayangkan Calvin jadi Karan...ups. Dulu sampai-sampai Young Lady hafal gerakan tariannya, dan sering dilakukan. Sekarang sudah lupa lagi.
Ok, back to focus. Sekarang terjemahannya sudah selesai. Selesai dari awal sampai akhir. Namun masih teronggok di laptop begitu saja, entah mau diapakan. Young Lady sudah lelah.