Wow, wow, wow. Ini tulisan cantik ketiga di Kompasiana hari ini. Herankah para Kompasianer? Kenapa? Young Lady cantik ya? Iya, benar kok.
Artikel cantik ini terinspirasi dari kasus anak umur 5 tahun menonton video porno di samping orang tuanya. Kabarnya, kasus ini viral.
Bayangkan, anak kecil yang masih lima tahun, berani menonton video porno. Sedangkan orang tuanya ada di kanan-kirinya. Luar biasa, dimana hatinya? Dimana perhatiannya? Dimana kontrolnya?
Dan lebih parah lagi. Orang yang merekam kejadian itu, tahu anak itu mengakses konten tak pantas, hanya merekam saja. Membiarkan sambil mengabadikannya dalam bentuk video. Sudah hilangkah empatinya? Kemanakah akal sehatnya? Kalau Young Lady cantik jadi orang itu, Young Lady akan dekati anak itu. Young Lady akan hentikan anak itu menonton video porno dengan cara-cara halus yang cantik. Misalnya mengajaknya ngobrol, memberinya coklat, memberinya pelukan hangat, atau apa pun cara yang bisa dilakukan untuk mengalihkan perhatiannya.
Sayang sekali. Di usia keemasannya, otak anak justru disuguhi konten negatif. Bukannya dijejali hal positif, anak-anak zaman now malah menerima informasi yang seharusnya belum pantas diterima.
Mau tak mau Young Lady sedih juga. Tanpa sadar membandingkan anak lima tahun itu dengan Young Lady sendiri. Anak itu, masih 5 tahun, sudah berani menonton video porno. Sementara Young Lady, 20 tahun hidup di dunia, sama sekali belum pernah nonton video porno. Melihat gambar porno pun tak pernah. Bukannya iri dengan anak itu karena belum pernah nonton, tapi memang karena tak ingin. Sama sekali tak ada keinginan melihat hal-hal macam itu.
Young Lady bersyukur punya mata seperti ini. Mata Young Lady cantik berwarna biru, mata yang berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia lainnya. Namun, mata ini sudah tak bisa melihat dengan jelas. Dengan mata seperti ini, Young Lady terhindar dari dosa mata dan zina mata. Salah satu pintu untuk berbuat dosa telah tertutup, Young Lady jadi bersyukur karenanya.
Terlintas satu kenangan beberapa tahun lalu. Waktu itu, di sekolah baru selesai latihan paduan suara. Seorang teman perempuan mengajak Young Lady duduk bersama. Dia curhat, katanya menyukai seorang lelaki. Tapi teman perempuan itu ingin mengetes baik-tidaknya si lelaki dengan cara yang tidak biasa. Ia ingin tahu, apakah lelaki yang disukainya suka menonton video porno atau tidak. Young Lady hanya tersenyum dan mendukung apa pun langkahnya.
Dalam hati, Young Lady tertawa. Bila Young Lady cantik yang dites dengan cara seperti itu, sudah pasti Young Lady lolos. Sebab Young Lady tak pernah dan tak mau menyentuh hal-hal yang berkaitan dengan seks dan pornografi. Mendengarnya saja takut dan jijik.
Disentuh lawan jenis saja waktu pertama kalinya membuat Young Lady takut dan tremor. Kejadiannya waktu sepupu jauh yang tampan dan menjadi cinta pertama, alias cinta masa kecil, memeluk Young Lady. Dia memeluk dan membelai rambut Young Lady tanpa kata. Hanya dengan gerakan saja, tanpa kata-kata. Sebab dia memang dingin dan tak banyak bicara.
Itu sudah lama berlalu. Kejadian pelukan dan belaian rambut dengan sepupu jauh cinta masa kecil itu membuat hati Young Lady terguncang. Seluruh tubuh bergetar. Rasa mual naik, begitu rupanya sensasi disentuh lawan jenis.
So, Young Lady masih bisa bersyukur. Tidak terkena dosa mata, zina mata, dan tidak punya keinginan seks sama sekali dengan lawan jenis. Seks masih menjadi entitas menakutkan.
Kembali ke kasus anak 5 tahun itu. Dia masih kecil. Masih kecil saja sudah mengerti seksual. Lalu, apa kabar masa depannya? Sudah banyak penelitian yang menunjukkan efek buruk menonton video porno untuk psikologis dan kesehatan. Menonton video porno dapat merusak otak.
Apa jadinya masa depan anak-anak bila masa kecilnya dipenuhi tontonan video porno? Tak terbayangkan bagaimana jadinya.
Ini semua tak lepas dari peran orang tua, guru, kontrol sosial, dan UU Pornografi. Semua pihak dapat menjadi agen yang membawa pengaruh pada anak, entah positif atau negatif.
Memperkenalkan gadget pada anak lebih lambat nampaknya bisa dicoba. Jangan terlalu dini memperkenalkan gadget. Setelah mengenalkan gadget pada mereka, tak lupa buat aturan main dengan si anak. Misalnya, hanya boleh memegang gadget di akhir pekan saja. Itu pun tidak boleh seharian, hanya satu-dua jam. Dari pada bermain gadget, alihkan perhatian anak dengan permainan edukatif, misalnya puzzle.
Memperketat pengawasan ketika anak bermain gadget juga menjadi pilihan terbaik. Jangan biarkan anak bermain gadget sendirian. Selalu periksa tab, smartphone, dan laptopnya. Pastikan si anak tidak mengakses konten-konten negatif.
Orang tua juga dapat bekerjasama dengan pendidik untuk mengontrol anak dalam pemakaian gadget. Contohnya, mintalah anak bercerita pada guru dan orang tua. Situs apa saja yang dibukanya, teks apa saja yang dibacanya selama membuka gadget, ke dalam selembar kertas atau buku diary. Melalui cara ini, anak pun dilatih untuk jujur dan berekspresi lewat cerita-ceritanya.
Bila sedikit saja anak mulai menunjukkan tanda-tanda yang ganjil, segeralah periksa history gadgetnya. Cek situs apa saja yang diaksesnya. Kalau perlu, jauhkan ia dari gadgetnya perlahan-lahan.
Lain halnya jika anak sudah terlanjur terperangkap dalam jebakan pornografi di dunia maya. Mula-mula, berikan pemahaman pada anak. Katakan bahwa menonton video porno tidak baik. Sebagai gantinya, ajak mereka menonton video-video bermuatan positif dan bermanfaat.
Konseling dan hypnotherapy dapat pula menekan risiko yang lebih buruk. Lewat kedua sarana terapi psikologis itu, anak dilatih menanamkan dalam pikirannya bahwa pornografi tidak baik untuk mereka. Anak disadarkan tentang pengaruh buruk pornografi.
Bukan hanya orang tua, guru, therapyst, dan pemerintah. Semua orang pun harus melindungi anak-anak dari serbuan pornografi di dunia maya. Mudahnya mengakses internet membuat tantangan lebih besar untuk mengawasi anak. Siapa pun yang peduli pada generasi penerus bangsa, semestinya menjaga mereka dari kemungkinan terburuk.
Kompasianer, siapkah menjaga anak-anak dari pornografi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H