Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak 5 Tahun Nonton Video Porno, Apa Kabar Masa Depannya?

17 Maret 2018   20:59 Diperbarui: 17 Maret 2018   21:05 1245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

So, Young Lady masih bisa bersyukur. Tidak terkena dosa mata, zina mata, dan tidak punya keinginan seks sama sekali dengan lawan jenis. Seks masih menjadi entitas menakutkan.

Kembali ke kasus anak 5 tahun itu. Dia masih kecil. Masih kecil saja sudah mengerti seksual. Lalu, apa kabar masa depannya? Sudah banyak penelitian yang menunjukkan efek buruk menonton video porno untuk psikologis dan kesehatan. Menonton video porno dapat merusak otak.

Apa jadinya masa depan anak-anak bila masa kecilnya dipenuhi tontonan video porno? Tak terbayangkan bagaimana jadinya.

Ini semua tak lepas dari peran orang tua, guru, kontrol sosial, dan UU Pornografi. Semua pihak dapat menjadi agen yang membawa pengaruh pada anak, entah positif atau negatif.

Memperkenalkan gadget pada anak lebih lambat nampaknya bisa dicoba. Jangan terlalu dini memperkenalkan gadget. Setelah mengenalkan gadget pada mereka, tak lupa buat aturan main dengan si anak. Misalnya, hanya boleh memegang gadget di akhir pekan saja. Itu pun tidak boleh seharian, hanya satu-dua jam. Dari pada bermain gadget, alihkan perhatian anak dengan permainan edukatif, misalnya puzzle.

Memperketat pengawasan ketika anak bermain gadget juga menjadi pilihan terbaik. Jangan biarkan anak bermain gadget sendirian. Selalu periksa tab, smartphone, dan laptopnya. Pastikan si anak tidak mengakses konten-konten negatif.

Orang tua juga dapat bekerjasama dengan pendidik untuk mengontrol anak dalam pemakaian gadget. Contohnya, mintalah anak bercerita pada guru dan orang tua. Situs apa saja yang dibukanya, teks apa saja yang dibacanya selama membuka gadget, ke dalam selembar kertas atau buku diary. Melalui cara ini, anak pun dilatih untuk jujur dan berekspresi lewat cerita-ceritanya.

Bila sedikit saja anak mulai menunjukkan tanda-tanda yang ganjil, segeralah periksa history gadgetnya. Cek situs apa saja yang diaksesnya. Kalau perlu, jauhkan ia dari gadgetnya perlahan-lahan.

Lain halnya jika anak sudah terlanjur terperangkap dalam jebakan pornografi di dunia maya. Mula-mula, berikan pemahaman pada anak. Katakan bahwa menonton video porno tidak baik. Sebagai gantinya, ajak mereka menonton video-video bermuatan positif dan bermanfaat.

Konseling dan hypnotherapy dapat pula menekan risiko yang lebih buruk. Lewat kedua sarana terapi psikologis itu, anak dilatih menanamkan dalam pikirannya bahwa pornografi tidak baik untuk mereka. Anak disadarkan tentang pengaruh buruk pornografi.

Bukan hanya orang tua, guru, therapyst, dan pemerintah. Semua orang pun harus melindungi anak-anak dari serbuan pornografi di dunia maya. Mudahnya mengakses internet membuat tantangan lebih besar untuk mengawasi anak. Siapa pun yang peduli pada generasi penerus bangsa, semestinya menjaga mereka dari kemungkinan terburuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun