Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menulis Cantik, Melawan Rasa Sepi

17 Maret 2018   17:19 Diperbarui: 17 Maret 2018   17:27 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggal 17 Maret 2018 diperingati sebagai Hari Raya Nyepi oleh umat Hindu. Nyepi, identik dengan sepi. Banyak persepsi dan dimensi tentang rasa sepi.

Menurut Young Lady, rasa sepi bukanlah hal yang dapat dinikmati. Sepi bisa mengarah pada kesepian. Kesepian dapat membunuh perlahan-lahan.

Memang benar. Manusia butuh ruang sendiri, seperti kata Tulus dalam lagunya. Manusia butuh istirahat dari rumitnya pergaulan sosial. Namun, terlalu lama berada dalam sepi pun tidak selamanya baik.

Kesepian dapat menjadi pembunuh mematikan. Kesepian mampu mematikan hati, pikiran, membunuh kepekaan, dan membuat mati rasa. Sepi yang terlalu lama bisa membuat individu kehilangan kepekaannya. Sudah terlalu lama sendiri, kata lagunya Kunto Aji. Terlalu lama sendiri dalam sepi pun berbahaya. Manusia akan kehilangan fitrahnya sebbagai makhluk sosial, enggan berinteraksi dengan orang lain, menutup diri, dan mengalami krisis kepercayaan.

So, harus ballance. Atur saja waktunya. Kapan memiliki ruang sendiri, kapan membuka diri untuk berinteraksi dengan individu lain. Itu pun harus selektif. Harus pilih-pilih, menyeleksi, dan jangan mudah terbuka. Sedikit tes yang menyakitkan perlu juga untuk meyakinkan.

Menurut Young Lady cantik, sepi haruslah dilawan bila sudah berakibat fatal. Salah satu cara melawannya dengan menulis. Walau tak berinteraksi secara langsung, menulis membuat penulisnya dapat berinteraksi dengan pembaca, atau dengan dirinya sendiri. Ada kontak. Ada interaksi.

Young Lady menulis cantik untuk melawan rasa sepi. Membuat tulisan-tulisan cantik, lalu mempublikasikannya. Agar terbaca banyak orang, agar bisa berinteraksi dengan pembaca.

Seperti hari ini. Tulisan cantik ini dibuat untuk melawan kesepian. Honestly, Young Lady membenci rasa sepi.

Hari ini, Young Lady kecewa. Pasalnya, seseorang yang diharapkan dan dinanti untuk membicarakan masalah butik tak jadi datang. Young Lady paling tidak suka dengan orang yang membatalkan janjinya. Sebab janji adalah hutang. Dan bila mengingkari janji, itu salah satu ciri orang munafik.

Kekecewaan lainnya adalah, soal pertanyaan yang tak terjawab beberapa hari lalu. Dan soal kisah fiksi cantik. Sumber dua kekecewaan ini berasal dari figur yang sama.

Telah sering membuat kecewa. Namun tak ada pilihan lain. So, harus bagaimana lagi? Mungkin Young Lady cantik memang tidak punya pilihan lain. Mungkin figur pembuat kecewa itu memang harusnya jadi pengisi kekosongan saja, tempat pelampiasan dan pelarian semata.

Tiadanya pilihan yang baik, memilih yang terbaik di antara yang terburuk, merasakan kecewa, semuanya menimbulkan rasa sepi. Krisis kepercayaan yang dirasakan Young Lady juga merupakan dampak dari kesepian.

Terlanjur kecewa, begini jadinya. Lalu jatuhlah dalam perasaan sepi yang amat dalam.

Sudah beberapa bulan ini Young Lady tidak menggunakan gadget, smartphone, atau jenis handphone apa pun. Smartphone Young Lady ada di tangan Nyonya Besar. Sempat ditawari dengan yang mutakhir, sempat pula ditawari tab sebagai pengganti, namun Young Lady tolak dengan cantik. Young Lady punya beberapa alasan untuk tidak bermain gadget: menarik diri dari keramaian dunia maya, menghindari kecanduan gadget, melampiaskan diri atas krisis kepercayaan, enggan berhubungan dengan banyak orang, dan mengetes sejauh mana kesetiaan orang-orang yang mengaku peduli. Sejak berhenti main gadget, Young Lady hanya buka dua sosmed di laptop. E-mail tetap aktif. Handphone hanya digunakan untuk telepon. Ya, telepon saja. Meski notif dari grup aplikasi chat tetap jalan, tapi tak pernah disentuh. Biarlah Nyonya Besar saja yang lihat kalau ada info penting.

Dari sanalah kesetiaan mulai kelihatan. Nyatanya, sedikit sekali yang peduli. Itu pun kalau tulus dan memang tidak ada maunya. Logikanya begini: siapa pula yang repot-repot aktif e-mail tiap hari demi seseorang yang tidak ada gunanya? Berhenti main gadget membawa hikmah tersndiri bagi Young Lady. Sudah kelihatan mana yang setia, mana yang hanya sekadar basa-basi. Coba Young Lady tanya. Membuka e-mail tiap hari, tidak semua orang mau dan mampu, kan? Jelas tidak. Inilah hikmahnya Young Lady tidak menyentuh gadget. Akan kelihatan mana yang setia, dan mana yang tidak. Mungkin yang cantik memang sudah terlupakan. Atau dianggap tak penting. Belum tentu pula yang setia dengan e-mailnya sungguh-sungguh tulus dan ikhlas. Harus disakiti dulu, baru kelihatan. Walau hingga kini belum ada rasa percaya.

Sampai kesepian ini hilang, Young Lady akan terus melawannya. Dengan cara apa? Dengan menulis cantik.

Kesepian itu terasa menyakitkan bagi Young Lady. Sepi memedihkan hati. Boleh dikatakan, Young Lady cantik tersiksa. Lantaran sudah terlalu lama kesepian.

Kecewa yang membekas ini belum juga hilang. Kecewa yang ditimbulkan oleh dua sosok. Satunya cantik, satunya tampan. Mereka sudah mengecewakan Young Lady yang tidak berguna dan sebentar lagi akan kehilangan penglihatan ini. Bahkan sering kali Young Lady berpikir, kelak Young Lady cantik akan mati dalam kesepian. Menakutkan ya.

So, satu-satunya cara untuk melawan kesepian adalah menulis cantik. Jika tak ada satu pun yang peduli dan menginginkan keberadaan diri ini, membuat tulisan cantik menjadi pilihan untuk melawan rasa sepi.

Menulislah untuk melawan rasa sepi. Itulah bunyi ungkapan reflektif dalam tulisan cantik kali ini. Jika merasa kesepian dan tak mampu lagi menghadapinya, menulislah. Curahkan kesepian dalam tulisan. Sebelum kesepian membunuh perlahan-lahan, cegah dengan menulis.

Kompasianer, apakah kalian melawan rasa sepi dengan menulis?

**     

Paris van Java, 17 Maret 2018

Tulisan cantik, menanggapi artikel sang protagonis, inspirasi di balik hadirnya "Calvin Wan".

Selamat Hari Raya Nyepi bagi yang merayakannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun