Back to topic. Menulis fiksi untuk bermain-main dengan kesedihan memberikan kepuasan batin. Terlalu lama disakiti makhluk Tuhan bernama laki-laki, Young Lady jadi tak percaya lagi pada jenis makhluk ciptaan Tuhan yang satu itu. Laki-laki kerjanya hanya bisa menyakiti dan menyulitkan wanita saja.Â
Dianggapnya wanita lemah, lelaki kuat dan bisa berbuat apa saja. Dalam cerita, situasi berbalik. Tokoh-tokoh lelaki jatuh ke kaki wanita. Young Lady punya aturan main saat menulis cantik sebuah karya fiksi: tokoh wanita tidak boleh mati. Kalaupun ada yang harus mati, sakit parah, terzhalimi, mandul, menderita, diceraikan, bangkrut, tertipu, dan bermacam bentuk derita lainnya, itu harus dialami tokoh laki-laki. Tokoh wanita superior, tokoh pria inferior. Itu aturan main Young Lady. Tak dapat diubah-ubah lagi.
Karya fiksi sering kali dekat dengan kehidupan penulisnya. Bahkan, bisa jadi itulah cerminan diri penulisnya. Seperti itulah Young Lady dan fiksi-fiksi cantiknya di Kompasiana. Erat, dekat, hangat, dan saling berkaitan walau dibalut kesedihan mendalam.
Menyakiti tokoh pria dalam karya fiksi seakan membalas sakit hati di masa lalu yang diakibatkan makhluk Tuhan satu itu. Walau rasa sakitnya belum terbayar lunas. Tidak hanya di dunia fiksi, di dunia nyata pun Young Lady beberapa kali melakukannya dengan sengaja. Dengan kesadaran penuh, tanpa paksaan.
Cinta dan kasih datang mendekat. Dibawa oleh makhluk bernama laki-laki. Sering kali lelaki yang datang mencintai justru disakiti Young Lady. Entah karena rasa ingin semata, pelampiasan, atau justru karena rasa cinta yang berbalas. Bila Young Lady punya sejumput rasa sedikit saja, pada makhluk Tuhan bernama laki-laki, akan segera disakiti. Atau digores hatinya dengan pisau lipat, agar perih dan berdarah. Untuk apa? Semata untuk melindungi diri sendiri.Â
Agar tak terlalu dalam mencinta, mengasihi, dan memberi hati yang baik. Bila lelaki sudah terlanjur dicintai wanita, ia akan semena-mena dan memperlakukan wanita sesuka hatinya. Membuangnya kalau sudah bosan. So, sebelum balik disakiti, lebih baik Young Lady duluan yang menyakiti. Semata demi proteksi diri.
Terkadang efeknya di luar dugaan. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu. Pria yang begitu baik dan menjadi inspirasi, berhasil dilukai dengan sukses. Dengan kesengajaan dan kesadaran penuh. Sesal ada, bercampur kepuasan. Seharusnya tinggalkan saja Young Lady. Namun ia tak pergi. Tetap menemani, walau perih seperti lagunya Vieratale. Makhluk aneh, pikir Young Lady sambil tertawa angkuh. Sudah disakiti, tapi tak mau pergi.
Risiko mencintai wanita korban pria-pria tak bertanggung jawab. Hasilnya, ada keinginan untuk berontak. Itulah Young Lady cantik, it's me. Ditambah lagi, Young Lady tidak punya role model lelaki ideal di rumah. Young Lady tak kenal figur ayah yang baik. Bagi Young Lady, yang namanya ayah sudah lama mati. Wujud fisiknya ada, tapi wujud kasih dan eksistensinya sebagai ayah tak ada sama sekali. Ayah mana yang senang menyakiti anak perempuannya?
 Kasar, tidak peduli, egois, dan luar biasa dalam menyakiti gadis bodoh nyaris buta. Young Lady tidak pernah bangga memiliki ayah seperti itu. Ayah yang menyia-nyiakan putrinya, balasan terpahit ada di akhirat. Biarlah pengadilan akhirat yang berbicara. Setidaknya, begitulah gambarannya. Itu baru ayah, belum lagi pria-pria tak bertanggung jawab lainnya yang pernah menyakiti teramat dalam.
So, jangan heran bila Young Lady cantik selalu menuliskan hal-hal kelam dan menyedihkan dalam cerita. Dan tokoh pria yang selalu tersakiti. Semua itu bersumber dari pengalaman masa lalu dan kasih sayang yang timpang.
Dalam dunia fiksi begitu, dunia nyata pun begitu. Makanya Young Lady sudah ikhlas bila hidup tanpa menikah. Mana ada pria yang tahan bersama Young Lady sebagai teman hidup? Kalaupun ada yang mengaku rela melewatkan sisa hidup untuk menemani Young Lady, pria itu bodoh atau sudah gila. Selain itu, Young Lady juga sangat selektif. Pemilih dan perfeksionis tingkat tinggi.