Ada cinta yang sejati
Ada sayang yang abadi
Walau kau masih memikirkannya
Aku masih berharap kau milikku
Masih berharap kau untukku (Isyana Sarasvati-Masih Berharap).
Denting lembut piano mengiringi nyanyiannya. Jemari lentik Calvin bergerak di atas bidang hitam-putih itu. Piano, hanya instrumen musik satu ini yang bisa dinyanyikannya.
Bermain piano dapat mengusir kegundahan. Kegundahan hidup yang dihadapinya. Seperti inikah hidup yang ideal dan sempurna? Tidak, Calvin tidak menginginkan semua ini.
Siapa pula yang menginginkan tubuhnya digerogoti penyakit seganas Hipernefroma? Tidak ada, sungguh tidak ada. Penyakit yang membuatnya harus melepaskan cinta seorang wanita. Penyakit yang membawanya pada keputusasaan dan kesendirian.
Karena penyakit ini, keluarga besar menganggapnya istimewa. Memperlakukannya seperti porselen yang mudah pecah. Tidak, Calvin tidak ingin diperlakukan seperti itu. Keinginannya sederhana: menjadi pria biasa. Hidup normal dan bahagia. Nyatanya tidak. Hipernefroma membuatnya berstatus sebagai pria tak biasa.
Dokter Rustian, Adica, dan Syifa mendekat. Mereka mendekat dengan sapuan kesedihan di wajah. Refleks Calvin mengalihkan pandang. Haruskah mereka memasang wajah sedih di depannya? Tidakkah mereka tahu, hatinya perih mendapati mereka bersedih karena dirinya?
Dengan lembut tetapi erat, Adica mengangkat tubuh Calvin. Mendudukkannya di kursi roda, mendorong kursi roda itu ke dalam kamar.