Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Spesial] Mata Pengganti, Pembuka Hati, Saat Menakutkan Itu Tiba

20 Februari 2018   06:11 Diperbarui: 20 Februari 2018   08:00 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada cinta yang sejati

Ada sayang yang abadi

Walau kau masih memikirkannya

Aku masih berharap kau milikku

Masih berharap kau untukku (Isyana Sarasvati-Masih Berharap).

Denting lembut piano mengiringi nyanyiannya. Jemari lentik Calvin bergerak di atas bidang hitam-putih itu. Piano, hanya instrumen musik satu ini yang bisa dinyanyikannya.

Bermain piano dapat mengusir kegundahan. Kegundahan hidup yang dihadapinya. Seperti inikah hidup yang ideal dan sempurna? Tidak, Calvin tidak menginginkan semua ini.

Siapa pula yang menginginkan tubuhnya digerogoti penyakit seganas Hipernefroma? Tidak ada, sungguh tidak ada. Penyakit yang membuatnya harus melepaskan cinta seorang wanita. Penyakit yang membawanya pada keputusasaan dan kesendirian.

Karena penyakit ini, keluarga besar menganggapnya istimewa. Memperlakukannya seperti porselen yang mudah pecah. Tidak, Calvin tidak ingin diperlakukan seperti itu. Keinginannya sederhana: menjadi pria biasa. Hidup normal dan bahagia. Nyatanya tidak. Hipernefroma membuatnya berstatus sebagai pria tak biasa.

Dokter Rustian, Adica, dan Syifa mendekat. Mereka mendekat dengan sapuan kesedihan di wajah. Refleks Calvin mengalihkan pandang. Haruskah mereka memasang wajah sedih di depannya? Tidakkah mereka tahu, hatinya perih mendapati mereka bersedih karena dirinya?

Dengan lembut tetapi erat, Adica mengangkat tubuh Calvin. Mendudukkannya di kursi roda, mendorong kursi roda itu ke dalam kamar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun