"Buatku mana?" tanya Adica dengan tangan terulur. Pura-pura minta undangan.
Langsung saja Albert menampar pelan tangan Adica. "Kamu ini...nggak perlulah. Atau kamu adik yang terbbuang ya?"
Alis bertautan, namun Albert tak peduli. Dibukanya undangan itu. Dibacanya sekilas. Iris kehijauan yang melukis warna matanya melebar. Wajah Mongoloid-Kaukasoidnya dipenuhi tanda tanya.
"Tidak menerima sumbangan apa pun..." Albert bergumam pelan, meremas kartu undangan itu.
"Calvin, are you sure?"
"Yups. Kenapa?"
Albert tertawa kecil. Memain-mainkan kartu undangan yang dipegangnya.
"Zaman now...rasanya riskan sekali ada yang setulus ini."
"Tapi nyatanya ada, kan? Aku dan Calvin berani melakukannya." sergah Silvi cepat.
"Yah, itu kalian. Mungkin kalian tak terlalu risau soal uang. Karena kalian sudah mempersiapkannya. Tapi...apa orang-orang tidak akan keheranan dan menertawakan kalian?" tanya Albert keheranan.
"Itulah istimewanya kakakku. Tulus, ikhlas, dan berani." sela Adica bangga.