Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Freaky Wedding", Ketika Tanggung Jawab Lebih Banyak Dibebankan pada Pengantin Wanita

4 Februari 2018   05:55 Diperbarui: 5 Februari 2018   06:53 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Misalkan seorang pria berani menikahi wanita, nikahilah dengan cara yang baik dan tidak merepotkan siapa pun. Jangan membodohi wanita dan keluarga hanya karena urusan pernikahan. Jangan buat mereka tertekan dengan urusan persiapan, sebelum, dan setelah menikah yang tak ada habisnya. Jika berani menikah, berani pula tanggung jawab.

Sekarang, coba Young Lady tanya. Jawab dengan jujur: apakah para wanita yang pernah jadi pengantin, merasa dirinya dan keluarganya direpotkan dengan urusan pernikahan? Pasti repot, kan? Lalu, apakah pernikahan yang dipersiapkan secara total itu akan menjamin bertahan seumur hidup? Tidak, kan? Pria mana pun tak bisa dipercaya seratus persen. Bisa saja terjadi risiko-risiko di kemudian hari. Infertil misalnya. Atau perceraian, perselingkuhan, dan poligami. So, akan sangat bodoh bila wanita dibutakan oleh cinta dan keinginan sesaat untuk mempersiapkan pernikahan secara total hingga merepotkan diri sendiri dan keluarga. Mau-maunya wanita dibodohi oleh pria, dan dibutakan oleh cinta.

Kalaupun ingin menikah dan berusaha tidak merepotkan, mengapa tidak pilih nikah wisata saja? Tanpa pesta, tanpa resepsi, namun hanya dirayakan dengan honeymoon. Bila perlu, honeymoon yang mewah dan eksklusif. Keliling Eropa, misalnya. Atau bagi yang beragama Islam, bisa lebih berkesan lagi dengan menikah di Mekkah. Bukankah lebih praktis dan tidak menyusahkan siapa pun? Lebih hemat pula.

Buat para Kompasianer wanita, sebaiknya jangan mau dibodohi dengan beban tanggung jawab yang lebih besar dalam persiapan menikah dan hidup berumah tangga setelahnya. Jangan bawa-bawa cinta sebagai alasan untuk membodohi orang lain menjelang pernikahan.

Dan buat para pria, jadilah pria yang berani bertanggung jawab saat berani mengajak wanita menikah. Pria sejati tidak akan membodohi wanitanya dan membuat dia kesusahan.

Maaf, bila ini sedikit menyinggung soal agama. Dalam salah satu ajaran agama Samawi yang menempati kedudukan agama terbesar kedua di dunia, dan diprediksi pada tahun 2070 menjadi agama terbesar di dunia, wanita dibolehkan memiliki dan menyimpan hartanya sendiri. Pria tidak boleh ikut campur dalam urusan harta wanita. Hak wanita untuk mengumpulkan, memiliki, dan menyimpan harta sangat dilindungi dalam ajaran agama satu ini. Sungguh ajaran agama yang sangat ideal bagi wanita. Dan akan semakin ideal pula bila pria benar-benar tidak ikut campur atau membodohi wanita untuk mengeluarkan hartanya dalam urusan pernikahan.

Kompasianer, lebih pilih mana? Hidup sendiri tapi tenang dan kaya, ataukah menikah tetapi tertekan dan dibodohi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun