Tulisan cantik ini hanya sekadar ajakan untuk saling memberi sugesti positif di tengah kekalutan.
Senin, 23 Januari 2018, gempa 6.1 SR mengguncang Jakarta dan sekitarnya. Pusat gempa berada di Banten. Kuatnya guncangan gempa begitu terasa sekitar pukul 13.35 WIB.
Kepanikan melanda. Orang-orang yang berada di dalam gedung pencakar langit berlarian keluar. Ketakutan tumbuh di dalam hati.
Eits, jangan kira Young Lady cantik asal tulis saja. Sebab Young Lady sendiri ikut merasakan ketakutan. Tapi, walaupun ketakutan, tetap cantik kok. So, rasa takut tidak memudarkan kecantikan.
Getaran akibat gempa terasa sangat kuat. Lantai, sofa, dan barang-barang seakan digerakkan oleh tangan-tangan tak kelihatan. Menakutkan.
Segera setelah kejadian itu, grup keluarga langsung ramai. Banyak yang curhat. Banyak yang panik. Mereka yang bekerja di gedung-gedung pencakar langit berlarian turun dari lantai kesekian. Foto dan video dikirimkan. Semua orang seakan berebutan meliput langsung kejadian mendebarkan itu.
Bukan hanya foto dan video. Ungkapan perasaan terlontar. Kepanikan, ketakutan, dan kekhawatiran. Salah satu anggota keluarga bahkan mengaku kakinya gemetar saat berlari turun dari lantai 13 ke lantai dasar. Mengerikan, sungguh mengerikan.
Namun, ada pula yang tetap tenang. Bahkan sempat menulis kalimat lucu dalam chat Whatsappnya:
"Tetap kece dong."
Rupanya masih ada yang tetap tenang. Buktinya, si cantik berambut sepundak itu masih bisa melucu dan narsis. Bahkan sempat-sempatnya berfoto dengan teman-temannya di luar gedung. Si cantik rambut sepundak malah sengaja berpose berdua dengan teman prianya yang tampan.
Oh, itu cerita lain. Hanya dia yang tetap tenang di tengah gempuran kepanikan. Young Lady sendiri merasa takut. Saat itu hanya sendiri. Tangan sedikit bergetar, hati dicengkeram resah dan gelisah. Takut bila terjadi sesuatu pada orang-orang yang dicintai.
Setelah memastikan keluarga baik-baik saja, saatnya memastikan yang lain yang dekat. Ternyata baik pula. Thank you Allah, semuanya baik-baik saja.
Panggilan sayang terucap. Pertanyaan penuh kepedulian meluncur seketika. Takut dirinya terluka, terjatuh, atau kenapa-napa. Syukurlah semua baik-baik saja.
Rasa takut perlahan berkurang. Saling menenangkan menjadi fokus utama. Apa yang dilakukan? Berusaha melihat sisi positifnya, saling menguatkan dengan bercerita, mengalihkan perhatian dari rasa takut dengan cerita-cerita ringan di masa lalu, dan semacamnya. Melihat pula kejadian ini dari sisi religiositasnya.
Voilet, cara-cara ini ternyata ampuh. Ketakutan hilang tak berbekas. Rasa tenang yang ada. Pikiran teralihkan dari rasa takut akan gempa dan trauma masa lalu. Perasaan kembali normal.
Lantas, apa poin berharga yang dapat diambil dari kejadian gempa kemarin? Saling menenangkan dan saling menguatkan. Usai bencana, tak semestinya menambah kepanikan. Justru kitalah yang harus lebih kuat dan mampu menenangkan orang lain.
Menenangkan orang lain pasca bencana penting juga. Guna memperbaiki kondisi psikologis mereka. Menekan risiko trauma dan menghapus rasa takut. Ketenangan dapat mengobati kepanikan. Menetralisir perasaan dari rasa takut.
Tak heran bila dalam aksi kemanusiaan untuk menolong korban bencana, sering kali psikolog didatangkan. Tenaga kesehatan yang turun ke daerah bencana bukan hanya dokter dan perawat. Psikolog berperan memberikan trauma healing bagi korban bencana, khususnya anak-anak. Anak sangat rentan mengalami trauma usai bencana. Bila tidak ditangani dengan baik, ingatan tentang kengerian saat bencana sulit terhapus dari pikiran mereka.
Kesimpulannya, saling menenangkan sangatlah diperlukan. Janganlah menambah kepanikan. Tetapi tenangkanlah dan kuatkanlah orang-orang terdekat kita. Yang dibutuhkan pasca bencana bukanlah rasa takut, melainkan ketenangan.
Banyak cara untuk saling menenangkan dan menguatkan. Misalnya, bercerita. Ceritakan hal-hal ringan atau lucu. Namun, jangan menceritakan hal yang menyedihkan. Cukup menceritakan kisah-kisah ringan. Dengan demikian, pikiran akan teralih dari rasa takut. Fokus perhatian akan bergeser pada cerita yang kita kisahkan.
Cara lainnya adalah mengajak orang lain melihat sisi positif. Jangan kira bencana alam semacam gempa bumi hanya ada sisi negatifnya saja. Ada pula sisi positifnya. Tuhan masih menjaga kita, masih membiarkan kita hidup. Tuhan tak membiarkan kita tertimpa reruntuhan bangunan. Artinya, Tuhan mencintai kita. Ia jaga diri kita, Ia tahu bahwa ada hal-hal yang belum kita selesaikan dan kita capai di dunia ini. Sehingga pada akhirnya nyawa kita terselamatkan. Ambillah sisi positifnya. Ajak orang lain melihat peristiwa ini dari kacamata agama. Berpikir dan bersikap religius sedikit-banyak akan menenangkan diri sendiri serta orang lain.
Ingatlah bahwa kita tidak sendirian. Tuhan bersama kita. Bencana ini pun pasti ada maksudnya. Tugas kita bukanlah mengutuk atau menyalahkan bencana yang dikirimkan Tuhan, tetapi melihatnya secara positif, mengambil hikmahnya, menguatkan diri sendiri dan orang lain dalam menghadapinya.
Kompasianer, maukah kalian melakukan hal itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H