Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perasaan Apa Pun, Cobalah Mengontrolnya

5 Oktober 2017   05:59 Diperbarui: 5 Oktober 2017   06:05 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Itulah sekelumit kisah saya dengan sahabat masa kecil yang saya rindukan. Ya, saya merindukannya. Saya ingin memeluknya dan mengajaknya jalan-jalan seperti dulu. Hati saya diliputi tanda tanya. Bagaimana kabarnya? Apakah terapinya membawa kemajuan? Lantas, apa yang terjadi dengan keluarganya? Sayangnya, saya lost contact dengan dia.

Melihat coklat-coklat penuh kenangan itu, hasilnya saya jadi baper. Perasaan rindu sulit tertahankan. Susah payah saya coba mengontrolnya. Saya alihkan perhatian dari rasa rindu, sedih, dan kehilangan. Berbagai cara saya lakukan untuk mengontrol perasaan. Termasuk mengambil coklat-coklat itu. Memegangnya, dan...mengecupnya. Yups, saya berhasil meninggalkan noda lipstick di atas coklat-coklat itu. Beberapa pengunjung pusat perbelanjaan dan para pegawai memperhatikan saya. Saya tak peduli. Biarkan saja saya jadi pusat perhatian, yang penting saya bisa mengontrol perasaan.

Lagu yang terputar saat itu membuat saya makin baper. Tepat pada saat itu, Mama menghampiri saya. Memegang tangan saya, lalu mengajak ke kasir. Ternyata semua barang sudah dibeli. Tidak ada kata-kata protes atau keluhan karena saya suka menghilang dengan sengaja.

Lagi-lagi saya mencoba mengalihkan pikiran dan perasaan. Tanpa diminta, saya membantu memindahkan barang belanjaan dari troli ke meja kasir. Sebenarnya saya sudah biasa melakukan itu. Tanpa diminta sekali pun. Saya hanya ingin meringankan tugas orang lain. Namun kali ini saya melakukannya karena ingin mengontrol perasaan.

Proses pembayaran selesai. Barang-barang yang dibeli cukup banyak. Alhasil harus memakai troli untuk dibawa keluar. Sekali lagi, tanpa diminta, saya mengambil alih troli itu dan mendorongnya. Saya melangkah anggun sambil mendorong troli. Areal pusat perbelanjaan itu seolah catwalk. Senyum termanis saya berikan pada para pengunjung pusat perbelanjaan yang berpapasan dengan saya. Tak lupa tatapan mata dan cara 'show your aura' yang pernah saya dapatkan dari instruktur modeling, saya gunakan dan praktikkan. Bukan bermaksud tebar pesona atau cari perhatian. Justru saya ingin mengalihkan pikiran dan mengontrol perasaan. Dengan cara itulah perasaan saya bisa terkontrol. Peduli apa saat mereka jadi memperhatikan dan melirik penuh rasa penasaran? Yang penting perasaan saya terkontrol. Ternyata sedikit bertingkah bisa mengontrol perasaan saya. Entah cara ini lazim atau tidak, saya tak peduli. Ini style saya, ini hidup saya.

Sampai di luar, giliran Mama saya yang terbawa emosi. Mama marah-marah karena ada barang yang tak sesuai. Saya tahu persis siapa Mama saya. Pemberani, to the point, dan tegas. Apa pun yang tidak sesuai akan langsung dipertanyakan. Betul, detik itu juga Mama langsung komplain dan marah-marah. Hampir semua orang di sana kena getahnya. Saya hanya diam. Tidak berkomentar apa-apa, tidak pula berusaha menenangkan. Aturan mainnya saya hafal: jangan coba-coba menyela, membantah, atau melawan saat Mama sedang marah. Biarkan saja.

Bukannya gentar, saya tetap tenang. Saya bukanlah Mama yang mudah terbawa emosi. Ingin rasanya saya meminta dan mengajari Mama untuk mengontrol perasaan. Namun saya tak mau jadi anak durhaka. Nanti disangka saya anak tak tahu diri yang berani kurang ajar pada orang tuanya.

Saat malam tiba, barulah saya sampai di rumah. Saya lampiaskan perasaan dengan memeluk boneka kesayangan saya, Kermit dan Aurora. Saya bicara pada Kermit. Saya katakan bila saya rindu sahabat masa kecil dan ingin memeluknya. Ingin sekali saya bercerita banyak hal padanya. Tentang studi, kegiatan non akademis, cinta, dan perasaan. Pastilah dia akan menjadi pendengar yang baik. Saya rindu, benar-benar rindu.

Dua kejadian di atas memberikan pelajaran berharga. Perasaan apa pun yang hadir di dalam hati, cobalah mengontrolnya. Entah itu perasaan positif dan negatif. Bila porsinya berlebihan, takkan baik bagi pikiran dan tubuh kita.

Rasa cinta, benci, rindu, marah, kecewa, dan bahagia, ada baiknya dikelola sedemikian rupa. Agar perasaan itu tidak menjadi berlebihan dan merusak pikiran kita. Segala sesuatu haruslah seimbang, tak terkecuali perasaan dan emosi yang ada di hati. Benci yang berlebihan tidak baik. Begitu pula cinta yang berlebihan sama tidak baiknya. Kemarahan, kesedihan, dan kekecewaan yang terlalu besar dapat menimbulkan masalah. So, kontrollah perasaan itu. Tempatkan setiap jenis perasaan pada posisi dan kapasitas yang tepat.

Bagaimana cara mengontrolnya? Bisa dengan cara apa saja. Misalnya, mengalihkan pikiran dan perhatian ke arah lain. Melakukan sesuatu yang disukai. Mengonsumsi makanan dan minuman favorit yang dapat menenangkan perasaan. Mendengarkan musik juga mempermudah kita mengontrol perasaan. Asalkan jenis musik yang kita dengarkan bukanlah musik yang membuat perasaan kita lebih buruk. Menulis, berkomunikasi dengan benda kesayangan, hypnotherapy, katarsis, dan curhat pada orang lain dapat pula menjadi sarana kontrol perasaan. Tiap orang mempunyai karakter yang berbeda-beda. Cara mereka mengontrol perasaan pun tak sama. Perlu diingat, perasaan tetap harus dikontrol agar tidak berlebihan dan menjadi hal buruk bagi diri kita sendiri.

Kompasianer, siapkah mengontrol perasaan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun