Setiap orang punya cara berbeda-beda untuk menyambut hari ulang tahunnya. Ada yang membuat pesta, quality time dengan orang-orang terdekat, makan di luar, merayakan ulang tahun bersama anak-anak yatim-piatu, dan refleksi diri.
Saya sendiri punya kebiasaan untuk mengosongkan semua jadwal kegiatan di hari ulang tahun. Semua notifikasi sosial media saya matikan, kecuali beberapa notifikasi khusus. Di hari ulang tahun, saya hanya ingin berkomunikasi dengan orang-orang yang mendapat tempat di hati saya.
Selanjutnya, refleksi diri. Membaca ulang buku-buku dan tulisan yang sudah maupun yang belum terpublikasi, bermain piano, mendengarkan musik, dan berbicara dengan orang-orang yang saya sayangi. Membaca serta menulis diary, lalu membuka arsip foto yang masih tersimpan. Menunggu detik-detik pertambahan usia diiringi refleksi diri mendalam tentang apa yang sudah dilakukan selama setahun ke belakang.
Tahun ini, saya melewatkan hari ulang tahun sendirian. Saya memutuskan tetap tinggal sendirian di rumah, sedangkan orang tua saya ke luar kota. Ini keputusan saya sendiri, dan mereka menghargainya.
Melewatkan hari istimewa dalam kesendirian bukanlah hal yang menakutkan. Justru bisa lebih fokus melakukan perenungan atas perbuatan, target, dan kenangan yang dialami selama setahun terakhir. Berdiskusi dengan diri sendiri terasa lebih intens. Tanpa perlu mengharapkan ucapan selamat dan kado dari siapa pun. Toh hanya sedikit teman-teman yang tahu hari ulang tahun saya. Justru saya yang selalu ingat hari ulang tahun mereka dan tak pernah lupa memberikan perhatian khusus. Lebih nyaman begini.
Keluarga inti saya terbiasa merayakan ulang tahun. Biasanya dengan pesta kecil hanya bersama keluarga saja. Private party untuk kami. Waktu masih duduk di bangku TK, saya merayakan ulang tahun di sekolah bersama guru, kepala sekolah, dan teman-teman. Meski berbeda keyakinan dan ras, namun kami saling menyayangi dan memahami. Sejak kecil, saya dan teman-teman sekelas di taman kanak-kanak milik sebuah yayasan yang cukup bagus itu telah diperkenalkan arti toleransi dan mengasihi.
Beranjak masuk SD, perayaan ulang tahun dilakukan di lingkup keluarga saja. Tanpa mengundang teman-teman. Sebaliknya, saya sering mendapat undangan dari teman-teman tiap kali mereka berulang tahun. Saya diajarkan untuk memberi hadiah dan menghargai yang berulang tahun, namun tak boleh mengharapkan pemberian atau ucapan selamat dari orang lain.
Kebiasaan itu terus berulang setiap tahun. Saya bersyukur hidup di dalam lingkungan keluarga yang hangat, terbuka, dan pandai merayakan momen istimewa.
Setahu saya, tak semua keluarga menganggap momen-momen istimewa seperti ulang tahun, kelulusan, dll itu penting. Namun keluarga saya menganggapnya penting, menghargainya, dan memberikan perhatian lebih untuk momen istimewa itu.
Lebih jauh mengenai esensi ulang tahun. Sebenarnya, apa makna dari hari ulang tahun itu sendiri?
Saya pribadi memaknai hari ulang tahun sebagai wujud rasa syukur bertambahnya usia. Di sisi lain, ulang tahun pun menjadi peringatan akan berkurangnya jatah kehidupan di dunia. Usia bertambah, namun jatah hidup berkurang.
Selagi masih ada jatah hidup yang tersisa, sebaiknya dimanfaatkan untuk hal-hal positif. Jalanilah sisa masa hidup dengan kebaikan, altruistik, dan penuh kasih. Gunakan sisa masa hidup kita dengan cara-cara positif. Jangan menghancurkan diri sendiri dan orang lain. Bukankah hidup hanya sekali?
Ingatan saya melayang pada salah satu sabda Rasulullah. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Ingin sekali saya mengaplikasikan sabda Rasul itu dalam kehidupan nyata. Menjalani masa hidup dengan memberi manfaat pada banyak orang. Agar hidup menjadi lebih berarti.
Waktu bertambahnya usia semakin dekat. Saya akan melewatinya dalam sepi. Mungkin saja hanya ditemani Aurora, Kermit, boneka-boneka cantik lainnya, piano, lagu-lagu Calvin Jeremy, dan Kompasiana. Oh ya, satu lagi: diary. Dalam diary itu, saya ingin menuliskan semuanya. Mulai dari kenangan, target, hasil refleksi, sampai resolusi.
Terus terang saya sedikit kecewa. Tahun ini, saya tak bisa merayakan ulang tahun di Rumah Cinta, rumah singgah khusus anak-anak pengidap kanker seperti yang saya lakukan dua tahun lalu.
Bagaimana kabar mereka sekarang? Apakah anak-anak itu sudah sembuh? Bagaimana kondisi Alice, Zaki, Alvin, dan anak-anak lainnya? Apakah Abah Sopiandi Wijaya, Ambu Dewi, dan Reza baik-baik saja? Saya merindukan kalian. Saya ingin kembali mengunjungi kalian di Rumah Cinta. Ingin menebar cinta di Rumah Cinta. Adakah yang mau menemani saya ke Rumah Cinta? Mungkin Kompasianer mau temani saya? Ups...
Paris van Java, 8 September 2017
Hanya tulisan kecil di tengah penantian menuju tanggal 9 bulan 9, sebuah tanggal cantik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H