Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Idul Fitri dan Cinta: Kepasrahan Total pada Allah

1 Juli 2017   06:39 Diperbarui: 1 Juli 2017   16:30 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kesedihan ini saya curahkan pada sepupu laki-laki saya. Dia terpaut tiga tahun lebih muda dari saya. Di sekolah favorit tempatnya menuntut ilmu, dia tergolong cerdas. Selain bersekolah, ia terjun ke dunia musik sebagai vokalis band. Mengikuti jejak ayahnya yang pernah bermusik di masa muda sebagai gitaris. Anak remaja dan anak band tak membuatnya terjebak hal negatif. Sama seperti saya. Suka kegiatan non akademis yang mengasah talenta, tapi tidak ikut terjerumus dalam hal-hal negatif seperti rokok, alkohol, atau pergaulan bebas. Saya nyaman bersamanya. Sampai-sampai saya berkata.

“Dani, tahun depan kamu kuliah di Bandung aja. Terus tinggal di rumahku. Jadi aku nggak kesepian lagi.”

Dia mengajak saya bernyanyi dan bermain piano. Lalu saya bercerita padanya. Dia menghibur dan menenangkan saya. Di umurnya yang masih belia, pemikirannya telah matang dan bijak. Dia melakukan sesuatu yang membuat saya tersenyum.

Kini rumah saya kembali sepi. Saya hanya ditemani boneka raksasa koleksi terbaru saya yang dibeli beberapa hari lalu. Boneka raksasa berwarna coklat itu pun saya namai seperti nama pria yang saya cintai. Saya paling takut saat akan tidur. Menjelang tidur, saya akan lebih banyak memikirkan hal-hal sedih dan kenangan bersama dia. Waktu shalat adalah momen terbaik. Saya bisa mencurahkan perasaan dan isi hati pada Illahi. Shalat menciptakan keterbukaan hati pada Illahi. Shalat adalah hal yang saya sukai, tidur adalah hal yang saya jauhi. Bahkan saya mencoba untuk tidak tidur dan tetap terjaga. Seperti ketika saya menulis artikel ini di tengah malam. Malam saya habiskan untuk menulis dan mengisi botol-botol air yang telah kosong di kulkas. Setelah kejadian itu, saya hanya bisa berserah diri.

Keputusan untuk berserah diri dan memasrahkan segalanya hanya pada Allah adalah solusi. Menurut Imam Al Ghazali, pasrah berarti hati bersandar semata pada Dzat yang dipasrahi (Al-Wakiil). Pasrah identik dengan menyandarkan kelemahan, ketidakberdayaan, dan segala perkara hanya pada Allah. Berserah diri atau pasrah bukan berarti diam saja. Melainkan menyerahkan seluruh hasil akhirnya pada Illahi.

Ketika seluruh usaha telah dilakukan, berbagai doa telah dipanjatkan, saatnya berserah diri. Pasrah secara total pada Allah. Biarkan Allah menyelesaikan bagian-Nya.

Kepasrahan total juga ditunjukkan Nabi Sulaiman. Kisah cinta beda keyakinannya dengan Ratu Bilqis itu melegenda. Ketika Nabi Sulaiman pasrah dan mendekatkan diri hanya pada Allah, ia mendapat hadiah luar biasa. Ratu Bilqis mengikuti keyakinan Nabi Sulaiman. Akhirnya mereka menikah.

Kesimpulannya, kepasrahan total pada Allah berbuah kebahagiaan. Mempercayakan semua urusan pada Allah dan berprasangka baik pada-Nya. Sudah siapkah kita berserah diri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun