Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jalani Ibadah Puasa? Harus Tetap Produktif

2 Juni 2017   06:40 Diperbarui: 2 Juni 2017   08:19 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Ayo Gadisku, kita bagi-bagi takjil.”

“Sini Non, bantuin Mama.”

Sebenarnya, tanpa perlu merayu dengan beberapa panggilan sayang saya di rumah, saya pun mau saja membantu. Senang bisa melakukannya. Saya selalu dipengaruhi semangat positif Mama untuk tetap produktif di bulan puasa.

Bulan puasa tahun ini, saya mendapat jadwal siaran program weekend. Sedikit meleset dari rencana awal dimana seharusnya saya mengisi siaran program spesial sahur dari pukul dua sampai lima pagi. Namun akhirnya rencana berubah, saya siaran di akhir minggu.

Dulu, sewaktu kelas 5 dan membawakan program “Aksis Kecil” pun, saya tetap siaran di bulan puasa. Hari Minggu pula. Saat kebanyakan anak-anak kecil seumur saya lebih memilih berkumpul atau pergi bersama keluarganya. Tapi toh saya happy-happy saja melakoninya.

Saya pribadi tak ingin menyia-nyiakan bulan mulia ini. Mama saja yang sudah berusia setengah abad (tapi sering dibilang masih muda oleh teman-temannya) bisa aktif saat bulan puasa, mengapa saya tidak? Kalau saya bermalas-malasan dan pasif, saya yang masih di bawah 20 tahun ini kalah dengan wanita di atas 50 tahun. No way!

Jika diperhatikan, tiap hari Mama selalu saja sibuk dengan aktivitasnya yang positif dan kreatif. Meski sedang berpuasa, Mama tetap berkebun di pagi hari, bersosialisasi dengan banyak orang, mendesain dan membuat baju, memasak berbagai jenis makanan yang semuanya lezat, membaca Al-Qur’an, dan turun ke jalan untuk membagikan takjil. Sesibuk itu pun juga, Mama masih sempat menemani anaknya ke berbagai kegiatan akademis maupun non akademis. Hal itu tidak berubah dari tahun ke tahun. Energi positif Mama menular pada saya sejak kecil.

Bulan Ramadhan bukan berarti bulan menurunnya produktivitas. Justru di bulan suci ini kita harus lebih produktif. Baik produktif dalam urusan dunia maupun produktif dalam urusan akhirat. Jangan jadikan bulan Ramadhan sebagai alasan untuk bermalas-malasan.

Kita beruntung berpuasa di Indonesia. Durasi puasa di Indonesia sekitar 14 jam. Coba bandingkan dengan saudara-saudara kita yang menjalankan Ramadhan di negara-negara Eropa. Mereka harus berpuasa paling tidak 20-22 jam. Tapi mereka tetap bersemangat dan mengisi Ramadhan dengan kegiatan positif. Tantangan mereka jauh lebih berat. Selain berpuasa dalam waktu sangat lama, mereka adalah minoritas. Membuat ibadah shaum makin tak mudah.

Sedangkan kita di sini adalah mayoritas. Suasana Ramadhan begitu terasa. Mudah mendapatkan makanan halal, mempunyai banyak teman sesama Muslim, jam bekerja/sekolah diperpendek, adanya cuti Lebaran, mendapat tunjangan hari raya, dan berbagai kemudahan lainnya. Anugerah Allah bagi kita adalah tinggal di negara mayoritas Muslim. Akankah kita menyia-nyiakan anugerah seindah itu dengan bermalas-malasan di bulan puasa?

So, tetaplah produktif di bulan puasa. Jangan sia-siakan setiap detik yang terlewati dalam bulan istimewa ini. Perbanyaklah berbuat kebaikan, jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain. Agar kita tetap produktif, perhatikan beberapa hal berikut ini.

1. Jaga asupan makanan kita

Mulai dari kebutuhan paling dasar terlebih dulu: makanan. Selama puasa, pola makan kita berubah. Ada periode waktu tertentu dimana kita sama sekali tidak menyentuh makanan dan minuman. Ada pula masa saat kita diperbolehkan makan dan minum. Yaitu saat buka dan sahur.

Konsumsilah makanan yang banyak mengandung karbohidrat, protein, zat besi, dan kalsium saat buka dan sahur. Perbanyaklah minum air putih. Mengkonsumsi suplemen juga tak ada salahnya. Ingat, waktu sahur dan buka bukanlah untuk balas dendam dengan makan sebanyak-banyaknya. Sahur dan buka digunakan untuk mempersiapkan puasa kita keesokan harinya agar lebih maksimal. Manfaatkan kesempatan itu untuk makan makanan bergizi.

2. Buatlah target-target tertentu

Ramadhan saatnya berlomba dalam amal kebaikan dan ibadah. Buatlah target-target tertentu yang sensasional dan menantang. Misalnya, setiap hari di bulan Ramadhan membaca seratus ayat Al-Qur’an, satu hari dua juz, dll. Tiap minggu membagikan seratus porsi takjil pada tukang becak, buruh bangunan, anak yatim, dan kaum duafa. Shalat malam tanpa absen. Menghasilkan satu tulisan bermanfaat setiap hari. Menghadiri beberapa kajian keislaman dalam seminggu. Tak mengapa membuat target sensasional. Gunanya agar diri kita termotivasi untuk beribadah dan berbuat kebaikan lebih banyak lagi. Kita bisa berbuat sensasi untuk urusan dunia, mengapa kita tidak bisa berbuat sensasi untuk akhirat? Asyik, kan?

Setelah membuat target, jangan jadikan target itu hanya di atas kertas. Segera wujudkan target yang kita buat selama Ramadhan. Betapa pun aneh, kocak, dan sensasionalnya target kita, usahakan untuk mewujudkan semuanya. Setelah Ramadhan selesai, barulah kita mengevaluasi semua yang telah kita lakukan dan buatlah lebih baik lagi pada Ramadhan tahun berikutnya.

3. Hentikan kegiatan negatif

Bergosip, menonton infotainment, membicarakan orang lain, selfie, mengunggah status negatif di sosial media, bertengkar, memprovokasi orang lain untuk berbuat nakal, dan berbagai kegiatan negatif lainnya harus kita hentikan. Bulan Ramadhan adalah sarana untuk memperbaiki diri. Waktunya bersikap dewasa dan berkepribadian baik. Hindarilah kegiatan-kegiatan negatif yang tidak penting dan tidak berguna. Dari pada berbuat negatif, lebih baik fokuskan pikiran untuk berbuat positif.

4. Isi bulan Ramadhan dengan kegiatan positif

Lawan dari negatif adalah positif. Isilah bulan suci ini dengan berbagai kegiatan positif. Tak perlu takut menjadi orang yang tidak gaul, tidak hits, dan ketinggalan trend. Banyak cara positif untuk membuat diri kita hits.

Selama ini, kita menganggap ngabuburit untuk menunggu waktu berbuka puasa hanya identik dengan berburu takjil, jalan-jalan, berkumpul dengan teman sambil bergosip, atau shopping. Cobalah buat variasi dari kegiatan ngabuburit itu. Jika kita suka jalan-jalan, jadikan aktivitas itu sebagai jalan-jalan yang positif. Jalan-jalan ke masjid/majelis taklim, jalan-jalan sambil menolong orang lain, jalan-jalan sambil berbagi takjil, dan jalan-jalan untuk menghibur serta menyenangkan hati anak yatim-piatu. Bukankah itu lebih variatif dan bermanfaat?

Selain itu, waktu senggang yang kita miliki bisa digunakan untuk hal positif lainnya. Seperti membaca buku, menulis, menyanyi, memainkan alat musik, menonton film, mendengarkan radio, mendesain baju, melukis, dan bermacam aktivitas positif lainnya. Kegiatan positif tak hanya bisa kita lakukan sendiri. Kita bisa libatkan teman-teman untuk beraktivitas positif bersama kita. Bersama teman-teman, kita bisa menyusun rencana untuk bakti sosial atau berbuka puasa bersama di panti asuhan. Banyak sekali event bermanfaat yang bisa kita organisir bersama teman-teman kita. Intinya, kita harus selalu aktif, positif, dan produktif.

5. Ubah mindset

“Aku mau tidur aja sampai jam lima. Biar nggak kelamaan nunggu buka.”

“Hei, come on! Jangan tidur terus pas bulan puasa! Bangun, bangun!”

“Biarin, tidurnya orang berpuasa kan ibadah!”

Nah, mulai sekarang ubahlah mindset semacam itu. Tidur bukanlah alternatif terbaik untuk mengisi bulan Ramadhan. Sayang sekali bila bulan puasa hanya diisi dengan tidur dan bermalas-malasan. Gunakan waktu dan kesempatan semaksimal mungkin. Pahala dilipatgandakan, peluang berbuat baik terbuka lebar, doa-doa yang dipanjatkan punya prospek lebih besar untuk dikabulkan. So, gantilah tidur dengan berdoa. Gantilah tidur dengan ibadah dan amal kebaikan lainnya. Jaga semangat dan keceriaan kita selama puasa.

Masih ada lagi mindset yang perlu kita ubah. Banyak yang beranggapan bahwa puasa merupakan bentuk ibadah yang menyiksa. Umat Islam dibiarkan kelaparan dan kehausan berjam-jam. Tidak boleh makan, tidak boleh minum, tidak boleh marah-marah, tidak boleh menangis, dan berbagai larangan lainnya. Bila kita mau sedikit saja berpikir lebih luas, kita akan sadar bahwa puasa bukanlah bentuk penyiksaan. Melainkan bentuk detoksifikasi spiritual. Hati dan jiwa kita dibersihkan dari hal negatif. 

Dalam segi kesehatan, puasa pun mengandung banyak manfaat. Selama puasa, sistem penceraan kita diistirahatkan. Umat Islam kelaparan dan kehausan? Tidak. Percayalah, puasa itu hanya perpindahan waktu makan. Biasanya kita makan di siang hari, tapi selama Ramadhan kita makan di malam hari. Puasanya umat Islam bukanlah ritual menghindari makan dan minum sehari-semalam tanpa berbuka. Bukan pula ritual yang menyiksa diri dan mencegah kita untuk memakan sesuatu yang kita suka. Esensi puasa tidak seperti itu. 

Cobalah berpikir positif tentang puasa yang kita lakukan. Jangan anggap puasa sebagai hal yang menyiksa. Jangan merasa berat berpuasa. Puasa tidak bertujuan menyengsarakan umat Islam. Puasa bukanlah paksaan untuk ikut merasakan kesengsaraan dan penderitaan Nabi/Rasul tertentu. Justru puasa melatih kita untuk bersabar, mengendalikan emosi, nafsu, dan menumbuhkan rasa empati pada saudara-saudara kita yang kurang beruntung.

Siap tetap produktif di bulan Ramadhan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun