Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tumbuhkan Kepercayaan, Lakukan 9 Hal Ini

7 Maret 2017   06:49 Diperbarui: 7 Maret 2017   16:00 1159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senin siang menjelang waktu shalat Zuhur, saya didatangi seseorang. Dia senior saya. Kami berkenalan sewaktu sama-sama mengikuti Probumsil (Protokol Bumi Siliwangi) satu setengah tahun lalu. Sejak saat itu, kami menjadi dekat dan akrab.

Mulanya, dialah yang membuka diri pada saya. Saya senang menerima dan mendengarkan tiap ceritanya. Serasa memiliki kakak perempuan. Terlebih dia cantik, pintar, dan baik. Saya makin nyaman dan percaya padanya. Saya kesepian, dan dia tahu itu. Kehadirannya sedikit mengurangi rasa kesepian saya.

Januari 2017, saya minta ditemani ke sebuah event. Event tersebut bukan event biasa. Semacam seleksi untuk memasuki suatu organisasi. Seleksinya cukup ketat. Saya nervous, bingung, kalut, dan butuh teman. Dia berjanji untuk menemani saya.

Nyatanya, dia melanggar janji. Sejak saat itu dia menghilang. Dia tidak ada tiap kali saya membutuhkannya. Tiap kali saya mencari ke jurusannya pun tak ada. Anehnya, dia selalu aktif di media sosial. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di hati saya. Lama-kelamaan kepercayaan saya terkikis, lalu hilang.

Tiga bulan berlalu. Baru sekarang dia menemui saya lagi. Dia memohon maaf dan menjelaskan segalanya. Ternyata sejak Bulan Januari, keluarganya tertimpa musibah. Musibah yang begitu besar sampai-sampai kondisi finansial keluarganya turun drastis. Kondisi keluarganya berbalik seratus delapan puluh derajat.

Dia terus meminta maaf pada saya. Ketika dia memegang tangan saya, tangannya saya tepis dengan kasar. Dia mencoba memeluk saya, tapi saya dorong tubuhnya. Saya tak suka dipeluk dan disentuh oleh orang yang telah menyalahgunakan kepercayaan saya. Bukan apa-apa, saya hanya ingin melindungi diri dan tidak ingin terjatuh lagi dalam kekecewaan yang sama. Dia sedih, lalu saya tinggal pergi. Saya memilih pergi ke tempat favorit saya: balkon lantai empat. Tempat terbaik untuk mencari ketenangan dan keheningan. Tempat ideal untuk memfokuskan pikiran, menenangkan diri, dan berdoa.

Di balkon, saya tiba pada sebuah perenungan. Jauh di dalam hati, saya telah memaafkan kakak tingkat saya itu. Saya luluh mendengar kisahnya. Namun saya tidak bisa lagi mempercayainya. Memaafkan mudah, tapi menumbuhkan kembali kepercayaan sangat sulit. Saya sadar, hanya dua orang yang paling saya benci di dunia ini. Orang yang suka ingkar janji, dan orang yang menyalahgunakan kepercayaan. Saya pun sadar, satu-satunya orang yang benar-benar menyayangi dan tidak pernah ingkar janji hanyalah Mama.

Di tengah perenungan, saya teringat sesuatu. Waktu saya di Elementary School, ada seorang anak yang menghina Mama saya. Langsung saya tarik rambut anak itu. Saya tampar wajahnya. Jangan pikir anak perempuan tidak berani melawan anak laki-laki. Anak itu tak berani lagi menghina Mama saya. Tentu saja Mama tidak tahu kejadian itu sampai sekarang. Saya tidak akan membiarkan orang-orang yang saya sayangi dan cintai dhina atau disakiti.

Dari kisah di atas, dapat diambil sebuah pelajaran berharga: menumbuhkan kepercayaan sulit, namun mempertahankan kepercayaan jauh lebih sulit. Mendapatkan kepercayaan dari orang lain butuh proses. Jangan berharap cepat mendapat kepercayaan orang lain tanpa proses.

Begitu pula dalam mencari orang yang bisa dipercaya. Perlu sikap selektif untuk menilai siapa yang pantas dipercaya. Tidak semua orang bisa dipercaya.

Terlalu mudah mempercayai orang lain bisa berakibat fatal. Ada kalanya seseorang yang kita percaya menyalahgunakan kepercayaan yang kita berikan. Penyalahgunaan kepercayaan itu bisa berupa penipuan, pemerasan, pengingkaran janji, perebutan harta, pengungkapan rahasia, dan pengkhianatan.

Jika kepercayaan disalahgunakan, akibat buruk selanjutnya adalah krisis kepercayaan. Individu yang kepercayaannya sering disalahgunakan akan sulit mempercayai orang lain. Mereka beranggapan semua orang itu jahat dan tidak tulus. Pada akhirnya, mereka menutup diri. Mereka lebih suka memendam permasalahan sendiri tanpa mau berbagi pada orang lain. Tanpa sadar, mereka mengembangkan sikap paranoid. Rasa waspada ditingkatkan berkali-kali lipat.

Hilangnya kepercayaan membuat individu lebih suka hidup sendiri. Persepsi mereka, hanya diri mereka sendiri yang bisa menolong dan mengerti. Sebisa mungkin mereka menghindari meminta tolong pada orang lain.

Sejatinya, manusia tidak bisa hidup sendiri. Mereka membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup. Adanya krisis kepercayaan menghambat hubungan baik antarindividu. Kepercayaan adalah awal tumbuhnya emosi-emosi positif lainnya seperti rasa sayang, cinta, rasa memiliki, rasa rindu, dan rasa peduli. Semuanya diawali dari rasa percaya.

So, bagaimana cara menumbuhkan dan pertahankan kepercayaan pada orang lain?

1. Berikan kesan pertama yang baik. Kesan pertama merupakan kunci sukses dalam menjalin relasi. Baik itu persahabatan, pertemanan, pernikahan, dan keluarga. Buatlah kesan pertama yang baik dan menyenangkan. Tunjukkan sikap ramah, hangat, dan bersahabat. Orang akan menilai kita dari kesan pertama. Meski demikian, jangan sampai melakukan pencitraan, jaga image, maupun bersikap yang dibuat-buat demi memperlihatkan kesan pertama yang baik. Buat kesan pertama senatural dan setulus mungkin.

2. Bersikap empati, tulus, dan peduli. Saat seseorang terkena musibah, berikan empati padanya. Saat menolong seseorang, lakukan dengan tulus. Niat menolong seseorang harus datang dari hati. Tidak boleh terkontaminasi oleh emosi negatif apa pun. Jangan lupa kembangkan rasa peduli. Curahkan perhatian kita untuk orang lain. Bentuk perhatian bisa dimulai dari hal sederhana. Misalnya menelepon sekedar menanyakan kabar, mengirimkan pesan atau e-mail, menyapa di media sosial, memberikan support, mendoakan, berkunjung ke rumah untuk silaturahmi, dan memberi hadiah.

3. Selalu ada. Hal ini mungkin agak sulit. Tak ada salahnya mencoba. Cobalah selalu ada untuk orang lain. Sediakan diri dan waktu untuk mereka. Ulurkan tangan kita saat mereka rapuh dan membutuhkan bantuan. Dengarkan curahan hati dan keluh kesah mereka. Sesibuk apa pun, usahakan meluangkan waktu untuk mereka. Kepercayaan orang akan mudah tumbuh ketika kita selalu ada untuk mereka.

4. Jangan mengumbar janji, tapi berikan bukti. Orang lebih percaya pada bukti nyata, bukan pada janji. Jika belum tentu bisa, jangan pernah berjanji. Lebih baik langsung membuktikan dari pada hanya sekedar berjanji. Jangan pernah mengingkari janji. Satu kali pengingkaran janji bisa mengurangi kepercayaan orang.

5. Rasa saling membutuhkan. Kepercayaan diawali dari rasa saling membutuhkan. Rasa membutuhkan ini tidak hanya datang dari satu pihak, melainkan dari kedua belah pihak. Rasa saling membutuhkan mendorong timbulnya rasa saling percaya.

7. Memberi dan menerima. Kedua tindakan ini harus seimbang. Jika satu orang terus-menerus memberi dan orang lainnya terus-terusan menerima, hal ini tidak bisa dikatakan seimbang. Kedua belah pihak harus saling memberi dan menerima. Memberi tak harus dalam bentuk materi. Menyisihkan waktu, perhatian, ide, dan bantuan nonmateri juga termasuk pemberian. Adanya tindakan memberi dan menerima yang seimbang dapat mempercepat timbulnya kepercayaan.

8. Berikan pembelaan dan perlindungan. Demi mendapatkan kepercayaan orang lain, jangan ragu melindungi dan membelanya. Jangan biarkan ia disakiti dan dihina. Jagalah dia dari orang-orang yang berusaha berbuat jahat padanya. Tiap orang akan merasa tenang, aman, dan bahagia saat ada yang memberinya perlindungan dan pembelaan. Ia tak lagi merasa sendiri. Sebab ia tahu, masih ada yang menyayangi dan melindunginya. Saat itulah kepercayaan akan muncul.

9. Jujur dan terbuka. Poin ini mutlak dimiliki mereka yang ingin saling percaya. Kejujuran dan keterbukaan harus dikembangkan sejak awal. Semua orang, dari berbagai suku, ras, dan agama apa pun, kaya atau miskin, sehat atau sakit, sempurna atau disabilitas, pantas dipercaya. Asalkan ia mau jujur dan terbuka. Sikap jujur dan terbuka adalah kunci sukses dari sebuah kepercayaan. Bila seseorang tidak mau jujur dan terbuka, bagaimana dia akan dipercaya? Jangan takut untuk jujur dan terbuka. Kejujuran dan keterbukaan bisa mengarahkan kita pada kepercayaan, penerimaan, dan ketulusan.

Siap menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun