Masa Junior High School, ia berpindah-pindah sekolah. Mulai dari sekolah berasrama (boarding school) hingga sekolah Islam dengan toleransi yang kuat. Bukan, bukan karena ia bodoh atau bermasalah. Melainkan karena keadaan yang memaksanya pindah sekolah hingga empat kali.
Sewaktu di boarding school, anak-anak mengerjainya. Mencuri barang-barang dan uangnya. Pasalnya, kehadirannya memang mencolok. Ia punya baju-baju bagus dan uang saku paling banyak. Kepala asrama pun dititipi uang saku dalam jumlah besar oleh Ayah-Bundanya. Tiap minggu, Bundanya datang menengoknya di sekolah berasrama itu. Sesuatu yang tidak pernah didapatkan murid asrama lainnya. Terlebih lagi, tiap kali datang menengok, keluarganya pastilah menginap di hotel. Si gadis Boneka Barbie dibawa keluar asrama, lalu diajak menginap di hotel juga. Perlakuan itu otomatis membuat anak-anak asrama iri dan makin giat mem-bullynya.
Masa di sekolah berasrama yang pahit dan menjengkelkan berakhir. Akhirnya ia kembali ke rumah. Bersekolah di sekolah Islam yang sangat toleran. Disiplin namun toleran. Shalat Dhuha berjamaah bukan lagi hal baru. Shalat fardu dan sunnah dilakukan dengan sangat baik. Teman-teman sekelasnya sangat baik dan care. Ia pernah mengundang semua teman sekelasnya datang ke rumahnya. Mereka semua kagum dan senang. Di awal semester, ia pernah dicalonkan sebagai ketua kelas.
Ironisnya, hal terpedih dialaminya sewaktu pindah ke sekolah yang keempat. Ia sudah bersikap baik dan tulus. Kebaikan dan ketulusannya justru dibalas teman-temannya dengan luka. Teman sekelasnya membuat blog. Isi blog itu berupa hinaan dan komentar negatif terhadap dirinya. Wajar saja ia marah, kecewa, dan terhina. Namun, di situlah titik balik hidupnya berawal.
** Â Â
4 April
Lembaran 4
Si Princess memasuki masa Senior High School. Masa terindah dalam hidupnya selain masa kecil. Di sinilah ia memutuskan untuk berganti-ganti identitas. Ia sering mengganti namanya. Di suatu kelompok/organisasi tertentu, ia dikenal dengan satu nama. Di tempat lain, ia dikenal dengan nama lain. Tak ada yang benar-benar tahu siapa nama aslinya.
Bukan maksudnya menipu orang lain. Ia hanya ingin memproteksi dirinya sendiri. Ia tak ingin kepedihan seperti di Junior High School terulang. Ia seperti tokoh Iin Sulinda Pertiwi dalam Novel Durga Umayi karya Romo Mangun yang sering berganti nama. Ia suka membuat orang lain penasaran. Ia menikmati daya tarik dari permainan yang dijalankannya sendiri.
Di Senior High School, ia aktif dalam banyak kegiatan. Ia bahkan menjabat sebagai ketua salah satu ekstrakurikuler. Ia senang bisa mempergunakan jiwa kepemimpinannya untuk memimpin sebuah organisasi. Teman-temannya pun tak keberatan saat ekstrakurikuler mereka dipimpin gadis sepertinya. Sifat jeleknya satu: perfeksionis. Ia selalu terobsesi menjadikan segalanya sempurna. Ia tidak mentolerir keterlambatan, kekeliruan, dan kesalahan. Tak satu pun orang yang bisa mengendalikan sifat perfeksionisnya. Bahkan keluarganya sekali pun. Tidak ada yang bisa meluluhkan sifat perfeksionisnya.
Di masa ini, ia pun mulai mengenal cinta. Namun itu tidak boleh. Ia telah berkomitmen di OSIS. Tak ada yang boleh berelasi dalam organisasi itu. Jika keluarganya hanya tahu dirinya pernah menjalin hubungan dengan salah satu petinggi OSIS, itu salah besar. Sebenarnya itu tak pernah terjadi. Gadis Boneka Barbie yang perfeksionis dan tegas itu hanya bisa mencintainya secara diam-diam.