Sekelompok anak berkolaborasi memainkan musik ansambel di salah satu ruang kelas. Aku yang bertugas memainkan recorder (seruling) begitu antusias. Seorang guru mata pelajaran musik memandu kami dengan semangat. Ruangan mendadak hidup dan memancarkan aura bahagia. Meski sederhana, musik ansambel ala anak sekolah menjadi penawar lelah di sela-sela belajar.
Ingatan tentang musik ansambel berputar saat aku menikmati suguhan indah dari musisi Trie Utami dan tim. Aku sedang berada pada ruang daring rangkaian acara Sound of Borobudur, sebuah gerakan kebangsaan melalui budaya. Sound of Borobudur berfokus menggaungkan kembali bunyian peradaban Borobudur yang telah terpendam selama ribuan tahun.
Kolaborasi musik yang dimainkan oleh Trie Utami, Dewa Budjana, Viky Sianipar, dkk di Balkondes Karangrejo, Magelang, Jawa Tengah (24/06) sangat memukau. Peserta International Conference Sound of Borobudur yang turut menyaksikan alunan musik tersebut "manggut-manggut" bahagia. Kami menikmati suara alat musik yang jarang terdengar di telinga.
Sesuai sambutan dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, candi Borobudur memiliki 1.460 relief. Cerita dan bahasan pada relief tersebut beragam, mulai dari ajaran nilai kehidupan, moral, pengetahuan, agama, sejarah, budaya, kepemimpinan, dan seni, termasuk musik.
Relief pada candi Borobudur menunjukan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal berbagai seni pertunjukan. Pada tahun 700-800 seni musik sudah melekat dalam lini kehidupan dan kebudayaan masyarakat. Bahkan musik disebut sebagai pemersatu oleh Addie MS, founder Twilite Orchestra.
Uniknya, 17 alat musik baru turut dimainkan. Alat musik baru ini sengaja dibuat semirip mungkin dengan deskripsi yang terpahat dalam relief candi Borobudur.
Relief dalam candi Borobudur menggambarkan berbagai jenis alat musik yang hingga kini masih dimainkan. Tak terbatas alat musik lokal Indonesia, alat musik yang tergambar juga tersebar di seluruh penjuru dunia.
"Terdapat sebanyak 226 relief alat musik jenis Aerophone (tiup), Cordophone (petik), Idiophone (pukul), dan Membranophone (bermembran), serta 45 relief ansambel di dinding candi." ---PEJ Ferdinandus
Tak heran jika peradaban leluhur di kawasan Borobudur disinyalir sudah maju sejak zaman dahulu. Trie Utami beranggapan bahwa nenek moyang bangsa kita adalah insan yang beradab dan berbudaya. Terbukti makna dari pahatan relief candi Borobudur berkisah tentang banyak hal, termasuk segala pencapaian kehidupan nenek moyang.