Sisi buruknya, ketika perajin besar sepi pembeli maka perajin kecil ikut terdampak. Ada yang sudah menyatakan mati total. Ada yang berada di ambang batas, entah nanti bisa bangkit atau ikut mati.
Di sisi lain, tangan-tangan kreatif mulai bergerak. Di antaranya adalah Bapak Mujiyono. Beliau memilih tetap produksi meski dalam jumlah sedikit.
"Untuk stok, Mbak. Besok dijual kalau corona sudah hilang," ucap beliau.
Selain itu, Pak Mujiyono juga semakin rajin mempromosikan wayang kulit lewat secara online, baik melalui marketplace maupun social media dan grup chat. Hasilnya terbilang bagus, karyawan tetap bisa mendapat upah dan tidak dirumahkan.
Sisa lembaran kulit yang masih bersih juga disisihkan. Nantinya akan dijual kemudian dibuat barang kerajinan lain atau krecek (rambak). Beliau percaya bahwa selalu ada jalan untuk orang yang mau berusaha.
Dengan demikian, sesama pelaku bisnis perlu optimis, inovatif, dan mau melakukan kerja sama. Contoh konkrit sesuai latar di atas, misalnya produsen krecek dengan perajin wayang.
"Yang akan bertahan hidup bukanlah spesies yang paling kuat dan pintar, tetapi yang paling mampu beradaptasi"Â ---Charles Darwin
Kolaborasi Keduanya
Berangkat dari sana, pekerja terdampak PHK atau potong gaji bisa mulai menjalankan bisnis. Tujuannya bukan sekadar mengisi pendapatan yang berkurang. Lebih dari itu, bisa membantu memenuhi kebutuhan tetangga.
Tak salah jika kita bergerak menambah jumlah UMKM lokal. Sesuai kondisi saat ini, kuliner memiliki pangsa pasar yang luas. Bagaimana pun keadaan suatu ekosistem, makanan adalah kebutuhan pokok.
Pandemi sekaligus liburan kuliah dimanfaatkan oleh adikku sebagai ajang belajar mikro bisnis. Dia dan seorang kawannya memasarkan kebutuhan makanan dan bumbu dapur secara online.