Dengan membawa pulang ke rumah pekerjaan yang diberikan oleh juragannya, menjadikan apa yang dikerjakan oleh mereka bukan dianggap pekerjaan. Karena bisa dilakukan dengan "nyambi" tanpa harus mengganggu pekerjaan rumah tangga lainnya. Sektor ini dalam prakteknya lebih merupakan instrumen kekuasaan dalam ekstraksi politik perusahaan atau pengusaha. (Sofiani, 2010)
Lebih dari 80% pekerja rumahan merupakan perempuan yang sudah menikah dengan keterampilan minim. Pada umumnya suami mereka memiliki pekerjaan lepas jangka pendek (tidak tetap). Meski perempuan dianggap tak berdaya dan lemah, kaum kapitalis pemberi kerja tidak pantas mendiskriminasi kemampuan mereka dalam bekerja.
- Kebebasan Berorganisasi dan Membuat Kesepakatan Kerja Bersama
Program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan) mendukung peningkatan akses perempuan terhadap pekerjaan, khususnya Perempuan Pekerja Rumahan, dengan melakukan kerjasama dengan Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia (MWPRI) di Malang, Yayasan Bitra Indonesia di Medan, Trade Union Right Center (TURC) di Jakarta dan Yayasan Annisa Swasti (YASANTI) di Yogyakarta untuk melakukan pengorganisasian, penguatan dan advokasi untuk Pekerja Rumahan sejak tahun 2013 sampai sekarang.Â
Hasil dari kegiatan untuk pekerja rumahan ini adalah terdata dan terbentuknya organisasi pekerja rumahan di Indonesia, khususnya di 7 Provinsi di Indonesia. Saat ini, terhitung sebanyak 4.778 orang pekerja rumahan di tujuh provinsi tersebut yang sudah dijangkau oleh jaringan mitra Pekerja Rumahan.
Studi kasus di Bantul, Yogyakarta, mengantarkan ibu Warisah yang awalnya hanya pekerja rumahan menjadi ketua Federasi Perempuan Pekerja Rumahan kabupaten Bantul tahun 2016.Â
Kemudian kini beliau menjadi ketua federasi di tingkat nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa kerja sama antar pekerja akan "meluluhkan" pemerintah untuk memberikan perhatian yang lebih.
- Upah
Besaran upah per satuan sebagian besar pekerja rumahan ditentukan oleh pemberi kerja mereka tanpa perundingan. Terlebih jika pesanan kerja tidak stabil (freelance), pekerja rumahan akan lebih sulit mendapatkan pemasukan.Â
Para pekerja pun menerima dengan alasan takut kehilangan pekerjaan dan takut bersaing dengan pekerja lain. Hal ini mengakibatkan pekerja rumahan berada dalam posisi tawar yang rendah.Â
Oleh karena itu pemerintah dapat mengimplikasikan undang-undang (termasuk soal upah), misalnya tentang penetapan upah minimum bagi pekerja rumahan. Pemberi kerja juga harus menjelaskan sistem upah dan menghindari keterlambatan pembayaran.
- Jam Kerja
Ketentuan umum jam kerja adalah 40 jam seminggu sehingga pekerja tidak boleh mengerjakan pesanan melebihi waktu yang telah ditentukan, kecuali ada kesepakatan lembur antara pekerja dan pemberi kerja. Namun pekerja memiliki hak menolah lembur jika hal itu dirasa memberatkan.
- Keselamatan dan Kesehatan Kerja