Â
Bentuk sebuah seni akan mengikuti tren, tetapi jangan berkarya karena tren. (RM. Cahyo Bandhono, architect)
Kalimat Cahyo Bandhono di atas mengisyaratkan bahwa seni akan mengalir seiring dengan perjalanan kehidupan manusia. Ekspresi jiwa akan melahirkan berbagai karya seni. Tanpa seni di sekitar kita hidup akan terasa hambar. Inspirasi seni bisa didapatkan dari realita kehidupan, begitu pun dengan inspirasi kehidupan yang bisa diperoleh dari sebuah karya seni. Korelasi yang sehat antara art dan life ini akan terus tumbuh--dan selalu ada-- mengikuti perubahan zaman.
GAIA Cosmo hotel berkolaborasi dengan Benda Art Management menyajikan beberapa karya seniman lokal dalam GAIA Art Movement-HEART ART. GAIA ingin memberi pesan bahwa kota Jogja memiliki local art yang patut dibanggakan sehingga sepulang dari kunjungan wisatanya, visitor tidak akan mudah melupakan keindahan budaya Jogja dan keunikan intern design GAIA.
Menginjakkan kaki di lobby hotel secara otomatis mengarahkan bola mata pada Semeja Asian Kitchen dan Inspira Roasters Artisan Coffee yang unik dan bernuansa cokelat. Sembari menikmati hidangan yang lezat kita disuguhi karya seni unik dari Dery Pratama, susunan bantal berbahan logam keemasan di sudut (outdoor) restaurant. Spot instagram-able ini terlihat menarik dilihat dari berbagai sisi. Tak sia-sia jika proses pembuatannya membutuhkan waktu yang cukup lama.
Pemandangan sekitar anak tangga yang menghubungkan lobby dengan meeting room tidak dibiarkan kosong begitu saja, namun diisi dengan hiasan kayu berbentuk menyerupai sayap di antara kumpulan awan yang menempel pada dinding bercat putih. Sayap kayu yang diukir sedemikian rupa itu akan bergerak ketika seseorang (sebagai sensor) mendekatinya. Karya Dedy Shofianto ini sangat memanjakan mata seakan menghalangi visitor untuk menjauh dari kepakan sayap kayu yang berwarna cokelat natural itu.
Berbeda dari dua karya sebelumnya, seniman muda, Ludira Yudha memilih berinovasi dengan kawat anti karat. Rangkaian kawat berwarna silver itu mengisi sebuah sudut ruangan di balik pintu kaca yang menghubungkan lobby dengan outdoor pool. Pemandangan sederhana yang eksotis. Proses pembuatannya cukup lama dan berisiko melukai jari. Dibutuhkan ketekunan yang ekstra hingga menghasilkan karya yang menghabiskan lebih dari 150 kilogram kawat tersebut. Bahkan untuk menyelesaikan karya ini Ludira harus merekrut beberapa asisten untuk membantunya menganyam kawat berbentuk mirip bunga. Lempengan kawat bunga tersebut dirangkai kembali hingga terbentuk berbagai seni yang unik.
Tak banyak orang yang bisa menebak bahwa kumpulan roda warna-warni yang berjajar di dinding samping kolam itu terbuat dari tanah liat. Apri Susanto sukses menyulap tanah liat yang bagi sebagian orang "tak berharga" itu menjadi karya unik  bernilai tinggi. Pemilihan posisi kumpulan roda yang menempel pada dinding putih itu memantul indah dalam air kolam berwarna kebiruan. Pancaran berbagai warna yang digunakan untuk mempercantik roda itu juga melengkapi penampilan area kolam yang bernuansa sejuk dengan sebuah pohon di tengahnya.
Pecahan botol bekas didaur ulang menjadi modern artoleh Ivan Bestari. Karya di dalam etalase kaca ini akan terlihat menyala di dalam gelap sehingga cocok menemani denting waktu malam.
Jari-jari tangan Ludira Yudha pun asyik bermain dengan untaian kawat galvanis. Peserta workshop-nya pun mengikuti langkah demi langkah permainan kawat itu dengan kesungguhan. Di sisi lain, Ivan Bestari juga menampilkan keahlian proses recycle botol bekasnya di hadapan peserta workshop.
Keseruan event hari itu ditutup dengan Expert Discussion yang dipandu oleh Ignatia Nilu yang menampilkan pembicara Alvin Tjitrowirjo (founder AlvinT), RM. Cahyo Bandhono (arsitek), Asmudjo J. Irianto (dosen ITB dan pengamat seni), RM. Satya Brahmantya (salah satu pendiri Benda Art Management, desainer, dan pengamat seni).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H