K.H. Gholib dan istri sempat bersembunyi di desa Banjar Rejo, Sinar Baru. Namun saat beliau kembali ke Pringsewu, telinga Belanda dengan cepat mendengar berita tersebut. Kemudian K.H. Gholib dipanggil oleh pasukan polisi federal untuk berunding saja dengan tentara Belanda. Nampaknya perundingan tidak berlangsung mulus karena ulah jahat dan usil kaki-tangan Belanda yang disebut Macan Loreng. Ini menyebabkan K.H. Gholib harus ditawan di markas Belanda yang ada di kompleks gereja Pringsewu.Â
Perjuangan sang Kiai dalam mengenyahkan penjajah harus berakhir karena akal bulus Belanda. Saat itu kedua belah pihak sudah saling sepakat untuk mengumumkan perang terbuka 2-3 hari ke depan. Namun K.H. Gholib yang masih berstatus tawanan justru dijaga semakin ketat, tidak ada keluarga maupun kerabat yang diijinkan untuk membesuk.
Dua pekan lamanya K.H. Gholib mendekam di sel tahanan di markas Belanda, Sementara persetujuan gencatan senjata tinggal beberapa hari lagi. Tepatnya malam kamis legi sekitar pukul dua dini hari, tanggal 9 November 1949---referensi lain menyebut 6 November 1949), K.H. Gholib akhirnya dilepaskan dari penjara.
Baru sepuluh meter berjalan keluar dari penjara, K.H. Gholib lalu ditembaki dari arah belakang. Beliau gugur seketika. Pagi harinya, dua orang Polisi Federal Belanda datang ke pesantren untuk mengabarkan berita meninggalnya K.H Gholib. Ribuan kerabat, keluarga, santri dan orang-orang yang mengenalnya menangisi kepergian sang Kiai. Namanya kemudian diabadikan pula sebagai nama salah satu ruas jalan utama di Kota Pringsewu.
Beliau dikenang sebagai sosok ulama dan pahlawan yang gigih lagi perkasa. K.H Gholib meninggal sebagai syuhada, sepanjang hidupnya didedikasikan untuk menuntut dan menyebarkan ilmu. Â Kepergiannya di tengah jalan membela kepentingan umat, membela agama dan bersama pejuang lainnya merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda dan Jepang. Bukan hal yang berlebihan jika beliau kelak dinobatkan sebagai Pahlawan Bangsa.
Makam sang Kiai yang memiliki tiga orang anak angkat itu, hingga saat ini acap kali dikunjungi oleh peziarah dari  berbagai kota, tak jarang isitghosah dan pengajian dilangsungkan di sana. Peziarah tidak hanya datang dari Lampung saja, kota dan daerah yang dahulu pernah beliau sambangi dan asal para santrinya seperti Sumatera Selatan, Jambi, Jakarta, Bandung, Bogor, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, dan lain sebagainya.
Sedangkan Masjid Jami K.H. Gholib, merupakan masjid pertama dan tertua di Pringsewu yang mensaksi sejarah perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia. Masjid tersebut tidak hanya menjadi tempat beribadah namun juga menjadi basis perjuangan merebut dan memertahankan kemerdekaan Indonesia. Di sanalah kesepakatan dan strategi melawan penjajahan bangsa Belanda dan Jepang pernah dirundingkan bersama. Tentu hal yang amat layak jika kelak Masjid Jami K.H. Gholib dijadikan cagar budaya atau museum, yang dijadikan rujikan pelajaran serta penelitian para pelajar.
Pada tahun 1971-1974, ada sekitar tiga puluh surat pernyataan dan kesaksian yang dibuat kerabat, handai taulan, santri, dan rekan seperjuangan K.H. Gholib sebagai upaya pendokumentasian perjuangannya. Dokumen yang disimpan rapi oleh salah satu cucu sang Kiai panutan itu yang diharapkan dapat menjadi bukti otentik tentang kiprah sang panutan K.H. Gholib.
- Biografi Riwayat Hidup K.H. Gholib. Dr. Farida Ariyani, M.Pd. 2019.
- KH Gholib. https://www.pringsewukab.go.id/. Diakses pada 10/11/2019 pukul 10.00.Â
- Makam KH Gholib jadi Pusat Wisata Religi. https://bengkulu.antaranews.com/. Diakses pada 10/11/2019 pukul 10.30.Â
- Masjid KH Gholib Saksi Perjuangan Umat Islam di Pringsewu. https://daerah.sindonews.com. Diakses pada 10/11/2019 pukul 11.00.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H