Film Religi Ayat-Ayat Cinta dan Dampak Setelah Kemunculannya
Oleh: Latifah Hardiyatni
Pada tahun 2008, tepatnya tanggal 28 Februari 2008 MD Pictures menayangkan perdana film bioskop yang berjudul Ayat-Ayat Cinta. Film yang disutradarai Hanung Bramantyo ini seakan memberi nafas baru dalam dunia perfilman Indonesia modern.
Terbukti dengan banyaknya penonton yang antusias untuk menyaksikan film ini di bioskop. Hingga film ini mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan jumlah penonton lebih dari 3,6 juta lebih.
Film yang diadaptasi dari novel karya Habiburrahman El Shirazy ini menyabet berbagai penghargaan dalam Festival Film Bandung antara lain: Film bioskop terpuji, Sutradara terpuji film bioskop, aktor terpuji, penata musik terpuji, dan penata artistik terpuji. Tak hanya itu, film Ayat-Ayat Cinta juga mendapat penghargaan dari Festival Film Indonesia sebagai Pemeran pendukung pria terbaik.
Tak hanya menyajikan cerita yang menarik, menyentuh, berbobot, tapi juga menyentil perilaku-perilaku manusia hingga dapat diambil hikmahnya dan diteladani untuk kehidupan sehari-hari.
Hal ini berimbas pada dunia sineas Indonesia yang setiap tahun membuat film-film dengan nafas serupa. Dengan alur dan konflik yang berbeda dan masih seputar agama atau religi film-film yang setiap tahunnya ada saja yang diluncurkan hingga kini jumlahnya lebih dari 40 itu sukses menyita perhatian masyarakat.
Sebut saja film Wanita Berkalung Surban, Ketika Cinta Bertasbih, dan Ketika Cinta Bertasbih 2 yang tayang perdana pada tahun 2009. Di Bawah Lindungan Ka'bah yang tayang perdana pada tahun 2011. Serta sederet film religi lainnya yang bermunculan setiap tahunnya.
Menariknya dari berbagai film religi yang ada, banyak yang diadaptasi dari novel-novel karya novelis ternama di Indonesia. Seperti Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih yang diadaptasi dari novel karya Habiburrahman El Shirazy. Di Bawah Lindungan Ka'bah yang diadaptasi dari novel karya Buya Hamka. 99 Cayaha Di Langit Eropa yang diadaptasi dari novel karya Hanum Salsabiela dan Ranga Almahendra. Negeri 5 Menara yang diadaptasi dari novel karya A. Fuadi, serta Assalamualaikum Beijing dan Surga yang Tak Dirindukan yang diadaptasi dari novel karya Bunda Asma Nadia.
Banyaknya film religi yang diangkat dari novel membuat para penulis Indonesia berlomba-lomba membuat karya serupa. Tak hanya mendokumentasikan karyanya dengan membuat buku cetak, banyak penulis yang juga mengunggah tulisan mereka dalam platform-platform kepenulisan baik yang berbayar maupun yang gratis.
Tentu saja hal ini menjadi sesuatu yang baik sebab para pencinta baca bisa dengan mudah mencari bahan bacaan yang bernilai religi. Yang tak hanya membahas soal asmara dan lika-liku kehidupan, tapi ada sentilan-sentilan hukum agama dalam cerita religi.
Sayangnya, dari sekian banyak cerita religi yang bertebaran dalam platform-platform online maupun offline banyak yang menyajikan adengan dewasa secara detail. Tentu saja hal ini sudah melenceng sangat jauh dari konteks cerita religi.
Ada baiknya cerita religi makin mengedepankan bobot ilmu keagamaan dalam cerita dan tak hanya sekadar selimut yang membalut kisah asmara. Sehingga tak ada kesalahpahaman dalam masyarakat yang bersumber dari cerita-cerita berlabel "religi". Hal ini juga akan berdampak berkesinambungan pada film yang nantinya akan diadaptasi dari novel yang kian berkualitas.
Magelang, 5 April 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H