Sebagai suami istri yang baru pindah rumah ke jawa, Sumi dan Rojali harus berhemat. Makanya Sumi harus mencuci pakaian dengan cara manual. Namun, hal itu tak masalah bagi Sumi. Justru dia menyambut baik hal ini sebab bisa jadi tempat untuk melampiaskan emosinya yang tak tersalurkan.
"Enak aja bilang adik madu. Nih adik madu!" ucap Sumi sambil membanting pakaian penuh busa ke lantai. Lalu, dia memeras pakaian kencang sekali. "Aku peres juga kamu, Bang!"
Tiga puluh menit berselang. Akhirnya pekerjaan Sumi selesai. Tepatnya dia sudah kelelahan membanting dan memeras pakaian. Setelah mandi yang kedua kalinya, Sumi keluar dari kamar mandi dengan seember cucian.
Dengan kecepatan melebihi Marc Marquez, Sumi sudah selesai berganti pakaian, menyisir rambut, dan memakai make up tipis-tipis. Dia tak mau terlihat pucat di depan tetangganya, tak mau menjadi bahan rasan-rasan mereka.
Setelah memastikan sekali lagi di depan cermin, Sumi keluar menuju samping rumah. Tangan Sumi cekatan menaruh pakaian basah dalam jemuran.
"Akhirnya selesai juga," kata Sumi sambil membuang sisa air di dalam ember.
Baru saja Sumi mau masuk ke dalam rumah saat lamat-lamat terdengar suara gemuruh petir. Seketika Sumi berhenti dan berbalik menatap langit yang perlahan mendung.
"Gue bilang juga apa, Sum!" teriak Sumi pada dirinya sendiri. "Matahari minder ama cucian elu! Buktinya dia langsung ngumpet di balik awan."
Dengan langkah gontai Sumi mendekati tiang jemuran. Saat itu pula para tetangga cepat-cepat menutup padi mereka lagi. Mereka menyayangkan mendung yang langsung datang.
"Maafin Sumi, ya, Allah. Sumi khilaf," kata Sumi sambil menatap para tetangganya.
Magelang, 1 April 2023