Mohon tunggu...
Latifah KhoirotunNisa
Latifah KhoirotunNisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Memahami PERPPU no 2 th 2022 dari berbagai sudut pandang

5 Januari 2023   20:58 Diperbarui: 5 Januari 2023   21:22 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 30 desember 2022 menjelang detik detik pergantian tahun, presiden Jokowi mengumumkan peraturan pemerintah pengganti Undang undang Cipta Kerja. PERPPU sendiri adalah sebuah hasil dari hak subjektif presiden, dimana presiden berhak mengeluarkan suatu peraturan pengganti undang undang dalam kondisi darurat kemudian di setujui atau tidak nya oleh DPR.

Namun beberapa hari setelah pengumuman PERPPU tersebut, timbulah beberapa pendapat pro dan kontra. Pasalnya PERPPU ini adalah hasil dari revisi undang undang Cipta Kerja yang dinyatakan Inkostitusional secara hukum oleh Mahkama Konstitusi. Dan MK meminta untuk merevisi isi dari UU Cipta Kerja yang mengandung banyak Problematik didalamnya dalam kurum waktu 2 tahun, namun kurang dari 2 tahun pengganti UU Cipta Kerja ini sudah di sahkan saja dalam belum bentuk PERPPU.

 Dimana seharusnya presiden berhak mengeluarkan wewenang hanya dalam keadaan negara terdesak saja. Hal ini yang menjadi perdebatan beberapa pihak. Apakah sebegitu mendesaknya keadaan negara hingga harus mengeluarkan PERPPU? mengapa bukannya merevisi namun malah menerbitkan PERPPU tersebut?

Menurut beberapa pendapat ahli hukum dan Presiden Jokowi itu sendiri beliau mengeluarkan PERPPU karna keadaan mendesak, yaitu keadaan ekonomi dunia sedang dalam fase berbahaya atau mengancam. Sebab faktor perang antara Rusia-Ukraina. Faktor lain Presiden Jokowi mengeluarkan PERPPU ini adalah untuk meningkatkan minat investasi pengusaha dalam rangka menumbuhkan perekonomian dan juga menjaga keadaan negara agar terhindar dari resesi, inflasi dan masalah penurunan ekonomi lainnya.

Namun menurut Bivitri Susanti, Ahli Hukum Tata Negara meskipun ada hak subjektif presiden tetap harus memperhatikan Batasan hukum nya, karna negara kita adalah negara hukum, bukan negara otoriter. Bila dirasa kekuatan hukum nya sudah berlebihan, sepatutnya presiden membatasi bukan memperjelas hukum tersebut. Dan perlu di cek kembali apakah hal tersebut betul betul dinyatakan kepentingan yang mendesak bukan mendesak sebuah kepentingan.

Menurut Suharno. SH seorang Praktisi hukum. Pengeluaran PERPPU bagi pihak pekerja belum mengakomodir kepentingan pekerja. Sebab omnibus law sangat merugikan pekerja. Dalam perevisian pasal ini seharusnya ada upaya akomodasi usulan dari berbagai sektoral, terutama dari pihak pekerja yang banyak di kurangi dalam UU cipta Kerja. Dari sisi opsional perekonomian negara hal ini adalah salah satu solusi problem. Namun dari sudut pandang pekerja, peraturan ini sangat memberatkan dan kurang berpihak pada mereka.

PERPPU dalam sudut pandang hukum sudah memenuhi kepastian hukum dari berbagai pihak. Di antaranya pihak pengusaha, investor dan pemerintah. Namu belum memberi kepastian hukum kepada masyarakat di sektor pekerja. UU Cipta Kerja ini sendiri telah mengubah posisi pekerja menjadi setara dengan pengusaha. Sehingga opsi yang ada dalam UU Cipta Kerja bersifat pengaturan. Hal ini berbanding dengan konsep hubungan industrial Pancasila, dimana pekerja dan pengusaha tidak setara, sehingga pekerja haruslah di lindungi. Substansi pengaturan di dalam PERPPU belum seperti yang di inginkan masyarakat.

Kententuan legalisasi PERPPU adalah sah bila sudah di setujui DPR. Bila masyarakat mampu mengintervensi DPR supaya mampu membatalkan UU tersebut, disitulan salah satu solusi agar tidak diterapkan UU tersebut.

Hal positif daru PERPPU ini adalah solusi dari PEMILU yang akan dilakukan beberapa bulan kemudian, karna isu ini akan di goreng oleh beberapa pihak, yang membuat masalah ini kemungkinan memanas dan bisa saja membuat orang orang bersatu mengkritik masalah ini, jadi orang orang lebih aware terhadap masalah ini.

Bagaimana cara agar UU ini tidak disahkan?

Sebelum menjawab, kita perlu mengetahui, kewenangan ada di DPR. Apakah kemudian mengesahkan atau tidak itu tergantung keputusan Lembaga Legislatif tersebut. Dan bagusnya, isu ini terjadi sebelum pemilu, dimana kita bisa menilai partai mana yang akan menampung aspirasi tersebut dan menilai nya untuk PEMILU kedepannya.

Sebagai masyarakat biasa, kita bisa ikut meramaikannya di social media tentang isu ini, atau untuk mahasiswa dan pihak pihak yang berkepentingan bisa melakukan demonstrasi atau audiensi ke Lembaga Legislatif dengan mengikuti prosedur yang ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun