Siklus kehidupan akan senantiasa berjalan. Anugrah kehidupan yang Allah SWT berikan tak lepas dari ketentuannya termasuk pertumbuhan dan perkembangan yang dialami manusia. Definisi remaja menurut ilmu psikologi, adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun.
Seputar mengenai dunia remaja, banyak berdengung di setiap sudut bangsa, negara, bahkan di seluruh dunia sepintas perhatian lebihnya kepada para remaja karena besar harapan mereka dalam menggantungkan estafet masa depan kehidupannya. Remaja yang kuat, cerdas, tangguh, dan pemberani yang mampu memanfaatkan potensi diri untuk kontribusi masyarakat serta menjunjung kehidupan nan sejahterah.
Tapi pernahkah terbesit difikiran Saudara? Bila kondisi remaja sekarang nyaris diputar balikkan oleh fakta. Kicauan-kicauan serta curhatan-curhatan dari sosial media telah menjadi bukti nyata kehidupan remaja yang berkutat dengan hidup ala galau? Hem bukan berarti saya menyalahkan 100% berkenaan kondisi remaja. Remaja terkenal dengan darah mudanya dengan kobaran gairah besar menapaki masa pencarian jati diri. Namun remaja juga tak luput dari emosinya yang masih labil. Berubung saya juga masih remaja tentu saya paham betul dinamika remaja. Perasaan galau bukanlah perasaaan yang asing bagi kalangan remaja. Galau ibarat suatu kondisi genting dengan perasaan kacau diombang-ambing badai kenyataan.
Galau seringkali dianggap momok yang seramnya melebihi monster-monster di televisi. Mengapa? Galau yang bersumber dari hati mampu merambat hingga level emosi bahkan bila mental sudah down seseorang dapat melakukan serangkaian tindakan pelampiasan hingga di luar koridor wajar. Berikut contoh kasus tersiar berita remaja yang rela meneguk baygon hanya karena di putus pacar atau kasus siswa yang memutuskan jalan gantung diri karena depresi tidak lulus. Emmm mirisnya, apabila galau tidak diarahkan pada jalan yang tepat dapat berubah menjadi petaka.
Galau apabila dipandang dari sudut kacamata berbeda mampu merefleksikan berkah luar biasa? Bagaimana bisa? Tunggu berdasarkan pengkajian pengalaman serta pengamatan yang saya lakukan. Banyak terlahir orang-orang hebat berkenaan rasa galau yang menimpanya. Bercermin pada sejarah karya besar Thomas Alfa Edison yaitu penemu lampu pijar sebagaiman kita tahu beliau terlahir dengan keterbatasan bahkan berulangkali tidak naik kelas hingga suatu saat ia memutuskan belajar mandiri berangkat dari hal ini ia berhasil meraih karya besarnya.
Tokoh lain yang luar biasa yaitu dari kehidupan Helen Adams Keller yang merupakan seorang wanita aktivis politik amerika. Ia terlahir tanpa dapat berbicara, mendengar, dan melihat bahkan gurunya sempat mengalami frustasi karena perkembangan Hellen Keller yang tidak normal sebagaimana teman sebayanya. Namun berkat usaha dan kerja keras sang guru mampu mengantar Hellen hingga menjadi wanita karir yang hebat. Belajar dari kehidupan tokoh-tokoh tersebut membawa makna yang dalam bagi kita khususnya para remaja. Remaja sejati yang mampu mengontrol diri. Senantiasa tetap berada pada hal-hal yang positif bukan sebaliknya malah menjerumuskan dikala kondisi yang berseberangan. Bersyukur kita terlahir dengan sempurna haruslah mampu menjadi pribadi yang bermartabat dan bermanfaat.
Bila direnungi mendalam galau merupakan setitik bukti kebesaran ilahi. Firmah Allah dalam Al-Quran “Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.” (QS. ar-Ra‘d : 3). Galau yang datang dapat menjadi wahana kita mendekatakan diri pada Allah SWT yaitu dengan berdzikir, berdoa serta beramal shaleh. “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.” (Qs Ar-Ra’du 28). Hal paling mendasar hendaklah kita mampu mengarahkan rasa galau dengan kegiatan bermanfaat.
Satu hal yang mesti kita jadikan prinsip kehidupan bahwa aneka masalah yang ada hanyalah secuil potongan dari warna hidup kita. Tiada bandingnya dengan ragam nikmat Allah bahkan dari pucuk rambut hingga ujung kaku. “Maka nikmat Allah yang manakah yang kamu dustakan?” Sebagai remaja yang cerdas hendaknya kita bisa memanfaatkan rasa galau dengan hal-hal yang bermanfaaat. (LFA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H