Bu Nia selalu menggerakkan rekan-rekan guru sejawatnya untuk melakukan perubahan-perubahan kecil yang lebih baik setiap harinya. Terutama dalam mengembangkan potensi murid melalui kegiatan belajar di sekolah. Dalam menggerakkan rekan guru, Bu Nia tidak hanya berteori saja. Namun beliau selalu melakukan melakukan aksi-aksi nyata yang berdampak.
Apakah mudah menggerakkan rekan guru sejawat untuk melakukan perubahan? Tidak kawan. Menggerakkan orang dewasa meskipun seprofesi tidak semudah menggerakkan anak-anak atau murid. Bu Nia perlu memiliki kemampuan yang baik tentang management sumber daya manusia. Selain itu beliau juga perlu menunjukkan karya nyata atau ide spektakulernya untuk membuat orang lain merasa tidak nyaman jika tidak mengikuti apa-apa yang sedang digerakkan oleh beliau.
Bu Nia bukan sosok ‘Jarkoni’ iso ngajar ora iso nglakoni ( bisa mengajar atau menyampaikan namun tidak bisa mempraktikkan) sebelum menggerakkan rekan gurunya, beliau dulu yang memulainya. Beliau mulai dari hal kecil yang mendasar yang berdampak besar.
Jika kalian berkecimpung di dunia pendidikan, pasti kalian tidak asing dengan rencana pelaksanaan pembelajaran atau biasa disebut dengan RPP. Dari zaman saya kuliah S1,sampai S2 belum pernah rasanya diperlihatkan seperti apa sih RPP yang ideal itu.
Meski pada dasarnya tidak ada patokan idealnya, namun Bu Nia Sang Guru yang luar biasa ini kembali membuat semua orang berdecak kagum. Ide briliannya sangat memukau. Beliau mampu menuangkan RPP dalam satu lembar dengan komponen-komponen yang ringkas namun efektif.
Saat itu memang sedang hangat-hangatnya pembahasan konsep kurikulum merdeka belajar yang digagas oleh Nadiem Makarim sebagai MendikBud. Salah satu dampak dari konsep kurikulun merdeka adalah penyederhanaan RPP, yang awalnya belasan bahkan puluhan lembar diringkas menjadi 1 halaman.
Pro dan kontra tentang RPP satu halaman terjadi di mana-mana. “He, bagaimana mungkin?”. Biasanya Rpp halamannya banyak, isinya rigid dan detail. Kok bisa Cuma satu halaman? Contohnya seperti apa juga belum jelas. Diberbagai tempat dan kesempatan, saya dan para guru yang lain sibuk membicarakan RPP satu lembar. Di kantor guru, di kelas, bahkan di kedai kopi sekalipun, bicara tentang RPP satu halaman. Bahkan guru-guru Se Indonesia juga membicarakan tentang hal serupa.
Yah itulah bedanya, kami sibuk bicara hujat sana hujat sini. Namun beliau sibuk bekerja dan melakukan perubahan hingga menghasilkan sesuatu yang mungkin belum terpikirkan oleh orang lain.
Rancangan RPP beliau membuat rekan guru sejawat menjadi bungkam. Saat dipresentasikan di depan pengawas, RPP made in Bu Nia dianggap sangat menginspirasi. Sehingga layak dijadikan contoh dan acuan bagi sekolah-sekolah lain. Bahkan menurut Ibu Pengawas, tidak berlebihan jika suatu saat beliau diundang di acara televisi sebagai penemu komponen RPP satu lembar yang paling efektif.
Ibu pengawas sekolah kami menjadikan Rpp made in Bu Nia ke sekolah-sekolah binaan beliau. Bahkan dibawa juga ke kementrian pendidikan. Nah hal-hal seperti ini nih, yang luput dari media untuk menyiarkan atau mempublish sesuatu yang berasal dari guru kota.
Sehingga sosok inspirasi seorang guru, tetap dipegang oleh guru honorer atau guru yang mengabdikan dirinya di daerah terpencil. Padahal untuk menghasilkan ide-ide atau pemikiran-pemikran yang spektakuler memerlukan kerja keras dan pengetahuan yang mumpuni.