Mohon tunggu...
Latif N. Janah
Latif N. Janah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Cerpen | Fotografi | Sandal Jepit | Batik | Sambal | Sepeda | Pasar Tradisional\r\n pacelatonlatif.wordpress.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rugi Sebakul

29 Mei 2012   12:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:38 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Siang itu, sepulang dari pasar Gemolong dengan keringat yang masih tertempel di kedua pelipisnya, Minah bergegas mencari Siti untuk diajaknya ke pasar lagi. Ia menitipkan dagangannya pada Yu Minuk, penjual daging dekat tempatnya berdagang. Pagi itu, seorang ibu mendatangi Minah dan bermaksud untuk memborong tapenya. Dengan senang hati Minah menerima pemborongan itu. Lebih senang lagi, ibu itu bersedia untuk menunggu Minah pulang dulu untuk mengambil tambahan tapenya.

Dengan sepeda motor yang ia pinjam dari tetangganya, Siti memboncengkan ibunya ke pasar. Minah duduk di belakang sementara tape yang ia bawa, ia letakkan di depan meskipun itu membuat Siti kesulitan untuk membelokkan setang motor.

Siti yang memang belum pernah berkendara dengan motor di jalan raya, sesekali oleng diterpa bus besar yang lalu-lalang.

“Tadi di sini, Pak!” kata Yu Minuk ngotot. Beberapa pedagang berkerumun seperti semut berebut gula. Pak Jiman, selaku petugas keamanan pasar itu berdiri lantang dengan kumis membentang di bawah hidungnya, berkacak pinggang.

“Sudah berapa kali, Yu? Tiap ada orang nitip hilang terus.” suara Pak Jiman berkumandang.

“Yu Minuk emang nggak pernah dipercaya. Apa nggak kasihan Mbah Minah, Yu?” suara-suara lain semakin terdengar bergemuruh.

“Tadi ada di situ, kalau hilang ya bukan urusan saya.” ucap Yu Minuk lagi. Dengan sekali tebas, daging ayam yang ada di hadapannya terbelah menjadi dua. Paha terlepas dari tubuhnya.

Minah memecah kerumunan kendati tubuhnya ringkih tertatih-tatih. Sebakul tapenya kandas tak berbekas. Kakinya lemas. Siti di belakangnya, bersiap menopang tubuh emaknya itu dengan kedua tangannya, berjaga-jaga jika emaknya ambruk. Namun, Minah tak sedikitpun meneteskan air mata menyadari tapenya diembat orang. Pandangannya tertuju pada Yu Minuk seolah meminta penjelasan. Yang diminta, hanya menelengkan kepala sembari berkata, “O...iya Mbah, hutang yang kemarin belum dibayar.”

Wajah Siti dan Minah memerah, menahan marah.

Solo, 29 Mei 2012

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun