Mohon tunggu...
Lathifatus Mumtaz
Lathifatus Mumtaz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Seseorang yang sangat suka melihat konten memasak dan hobi nge-game

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Lebih dari Sekadar Bumbu: Garam sebagai Pilar Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

9 Desember 2024   22:30 Diperbarui: 9 Desember 2024   22:41 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Potensi lautnya yang melimpah menjadikan garam sebagai salah satu komoditas strategis. Namun, tingginya impor garam menunjukkan adanya kesenjangan antara potensi dan pemanfaatan.

Garam merupakan padatan berbentuk kristal berwarna putih, mengandung senyawa Natrium Chlorida (NaCl) dan zat lain seperti CaSO4, MgSO4, MgCl2 (Durack et al. (2008). Garam bisa diproduksi dengan tiga cara yang berbeda, yakni menguapkan air laut dengan bantuan sinar matahari, menambang garam dari bebatuan di perut bumi (rock salt), dan menambang garam dari sumur air garam (brine). Indonesia menggunakan cara pertama, sehingga produksi garam dipengaruhi oleh cuaca dan iklim. Indonesia berpotensi menjadi negara pengekspor garam karena memiliki garis pantai terpanjang nomor empat di dunia, yakni 95.181 km.

Garam digunakan sebagai bahan baku industri dan sebagai salah satu barang kosumsi. Garam konsumsi digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, seperti memasak. Tubuh kita sendiri masih membutuhkan garam untuk melakukan banyak hal yang baik untuk kesehatan kita, seperti meyimbangkan tingkat gula tubuh atau menstabilkan detak jantung yang tidak teratur. Sebagai contoh, garam industri digunakan dalam industri sabun dan karet untuk membedakan gliserol dari air (sabun) dan karet dari getahnya (karet).

Garam yang biasanya digunakan untuk bahan baku industri harus memiliki kandungan natrium chlorida (NaCl) minimal 97 persen, dan memiliki kandungan lain seperti magnesium dan kalsium 660 ppm, serta kadar air maksimum 0,5 persen. Untuk garam konsumsi, kandungan NaCl minimal hanya sebesar 94 persen (Rusiyanto et al., 2013). Petani garam Indonesia masih sanggup memenuhi kriteria garam konsumsi, namun sulit untuk bisa memenuhi tuntutan garam industri. Kendala ini tampaknya merupakan alasan utama mengapa impor garam terus berkembang di Indonesia.

Para petani garam dan PT. Garam (persero) bertanggung jawab atas produksi garam Indonesia. Satu-satunya Badan Usaha Milik Negara di Indonesia adalah PT. Garam. PT. Garam hanya memiliki lahan penggaraman di Madura, yang terletak di wilayah Sampang, Pamekasan, Sumenep I, dan Sumenep II/Gersik Putih, dengan total luas lahan ±5.340 ha. Para petani garam, termasuk karyawan resmi PT. Garam, bertanggung jawab atas proses produksi. Namun, garam tersebut termasuk dalam kategori garam rakyat karena beberapa bagian lahan disewa oleh rakyat.

Garam rakyat berasal dari sepuluh provinsi di Indonesia yang memiliki luas lahan tambak garam yang berbeda. Lahan tambak garam meningkat pada tahun 2017, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Petani memiliki lebih banyak produksi daripada PT. Garam karena luas lahan mereka. Hingga saat ini, dua produsen garam utama di Indonesia masih bersaing dalam produksi garam, khususnya garam konsumsi.

Dengan volume awal sebesar 349.042 ton, impor garam Indonesia terus berlanjut sejak tahun 1990. Pada saat itu, ada kelangkaan cuaca yang disebabkan oleh anomali cuaca yang tidak menguntungkan di Indonesia, jadi impor garam harus dilakukan. Hanya garam industri yang dapat diimpor. Namun, jumlah impor garam Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, membuatnya tidak mencukupi kebutuhan.

Dalam kebutuhan, produksi, dan volume impor garam yang menunjukan adanya kelebihan garam yang diterima Indonesia. Seperti di tahun 2014 kebutuhan akan garam sebesar 3.661.990 ton dan produksi garam lokal pun mencapai 2.192.168 ton, akan tetapi volume impor garamnya pun pada tahun ini terlampau tinggi yaitu mencapai 2.251.557 ton. Sehingga banyaknya kuantitas garam yang diimpor menjadi kecurigaan banyak pihak yang menganggap bahwa bukan hanya garam untuk pemenuhan kebutuhan industri saja, bisa jadi adanya campuran untuk garam konsumsi juga (Kementrian Kelautan dan Perikanan).

Namun, dari perspektif produksi domestik, baik petani garam maupun PT. Garam (Persero) sendiri gagal mempertahankan tingkat produksi setiap tahunnya. Produksi garam nasional menurun hingga 96% pada tahun 2016 dibandingkan tahun 2015. Masih disebabkan oleh anomali cuaca La Nina, yang menyebabkan kemarau basah. Produksi garam rakyat pada tahun 2016 hanya 144.000 ton, hanya sebesar 4% dari target yang seharusnya. Namun, hingga akhir tahun 2016, masih ada 120.671 ton sisa garam di Indonesia. Dengan demikian, pemerintah dapat membatasi impor garam ke Indonesia secara ketat di tahun berikutnya.

Memiliki garis pantai yang panjang nomor empat di dunia tidak membuat Indonesia penghasil garam terbesar di dunia. Cina adalah negara penghasil garam terbesar di dunia dengan 68.517.465 ton (Otieno, 2017). Tidak mengherankan bahwa Cina menyalip Amerika Serikat dan India dalam produksi garam terbanyak dan terbaik di dunia, karena industri garam negara tersebut sangat digarap serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun