Mohon tunggu...
Aditya Idris
Aditya Idris Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Alumni Jurusan Matematika Statistik Angkatan 2009 (S.Si)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tangguhnya Perempuan Pejuang "Garam" di Jeneponto

28 November 2022   00:31 Diperbarui: 28 November 2022   00:33 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membahas mengenai perempuan, tentunya berkaitan dengan jenis kelamin (sex) dan gender. Namun yang disayangkan ketika sebagian besar masyarakat belum memahami perbedaan antara sex dan gender tersebut. Kebanyakan masyarakat masih menganggap kedua hal tersebut sama dan menjadi pembeda antara laki-laki dan perempuan yang cenderung mengarah ke perbedaan biologis.

Sebagian mungkin sudah memandang perempuan sebagai satu elemen penting dalam masyarakat dan kehidupan sosial yang memiliki peran setara dengan laki-laki, namun tentunya pandangan "kuno" mengenai perempuan yang hanya mengacu pada perbedaan biologis masih mendominasi kehidupan lokal bahkan di era modern seperti saat ini. Perempuan dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat lemah dan terbelakang, sehingga banyak terjadi pelecehan dan ketidakadilan yang dialami oleh perempuan di berbagai belahan dunia, termasuk di Negeri kita. Hal tersebut yang mengakibatkan perempuan juga seringkali diremehkan dan dianggap tidak pantas untuk menjadi pemimpin atau bertugas untuk menghidupi keluarganya.

Namun, tidak demikian di sebuah tempat di belahan Timur Indonesia. Tersebutlah daerah bernama Kabupaten Jeneponto, yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan. Satu satu wilayah yang memiliki potensi dan sumber daya laut yang besar. Jeneponto memiliki tambak garam yang luas dan telah dikenal sejak dahulu sebagai daerah penghasil garam di Sulawesi Selatan. Bahkan menduduki peringkat 10 besar sebagai salah satu daerah produsen garam di Indonesia. Produksi garam di Kabupaten Jeneponto berpusat di 4 kecamatan yakni Kecamatan Bangkala, Bangkala Barat, Arungkeke dan Tamalatea. Pengolahan garam yang masih "Tradisional" di Jeneponto, menjadi daya tarik tersendiri. Karena masih memanfaatkan cara-cara "Lama" dan masih minim dengan penggunaan teknologi dan metode yang sudah modern.

Bukan hanya cara pengolahan yang masih tradisional yang membuat pengolahan garam di Jeneponto menjadi unik. Namun di Jeneponto juga banyak terdapat perempuan tangguh yang menjelma  menjadi seorang "Petani Garam". Perempuan tersebut ada yang terjun langsung ke lapangan karena menggantikan orang tua atau suami untuk mengerjakan tambak garam milik orang lain. Dan ada juga yang berfikiran bahwa menjadi petani penggarap tambak garam menjadi profesi yang telah turun temurun dari keluarga terdahulu dan bukan hanya bagi laki-laki saja melainkan sebagian besar warga di daerah tersebut, termasuk juga kaum perempuan.

Mungkin bagi sebagian orang, menggarap tambak garam bagi seorang perempuan merupakan pekerjaan yang berat karena semua harus dikerjakan sendiri. Namun tidak berlaku bagi kaum perempuan di daerah ini. Meskipun, tidak semua perempuan "terjun" langsung ke lapangan. Karena ada juga yang hanya sebatas sebagai "Marketing" dalam penjualan garam yang sebelumnya dikerjakan suami atau orangtuanya. Mereka menjajakan garam-garam tersebut di sepanjang jalan utama di Jeneponto.

Seiring dengan berkembangnya zaman saat ini, perempuan juga telah dapat menjalankan dua peran sekaligus. Menjalankan kegiatan rumah tangga sebagai "Ibu Rumah Tangga" dan juga ikut berperan serta dalam membantu memutar roda perekonomian keluarga. Begitulah sekiranya kehidupan yang dialami sebagian perempuan tangguh yang ikut merasakan panasnya terik saat mengolah tambak garam agar dapat ikut menopang perekonomian keluarga. Meski keringat mengalir deras, kulit sawo matang yang perlahan menghitam karena terpaan sinar matahari yang sangat terik dan menyengat, mereka tetap berjuang di tengah tambak garam. Meskipun di rumah mereka sebagai seorang istri dan ibu, namun di tengah tambak garam mereka menjelma menjadi seorang "Pejuang" keluarga yang tangguh.

Perempuan yang turut membantu dalam proses pengolahan garam dan bermata pencaharian sebagai Petani Garam, baik karena membantu suami ataupun memang menjadi pekerjaan tetap, dapat dikatakan sebagai ujung tombak perekonomian bagi masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah tersebut. Perempuan yang tinggal di wilayah ini memiliki karakteristik berupa masyarakat tradisional yang memiliki pola hidup yang sangat sederhana. Sebagaimana dengan wilayah kecil yang penduduknya bermata pencaharian sebagai petani garam, baik dalam hal produksi sampai ke penjualan garam.

Kekuatan perempuan yang berkecimpung dan berjuang di dunia "Garam" merupakan hal yang wajar demi kelangsungan kehidupan sendiri dan keluarganya. Karena mayoritas perempuan yang berprofesi sebagai petani garam masih hidup di bawah garis kemiskinan. Hal tersebut tampak pada kondisi pemukiman masyarakat yang terlihat kumuh dan tidak terawat serta luapan keluhan di kalangan kaum perempuan mengenai pendapatan yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan kebutuhan yang makin meningkat.

Kemandirian para perempuan tangguh di Jeneponto mau tidak mau harus terus berlanjut karena kondisi keluarga yang membutuhkan peran perempuan. Rutinitas ini membuat perempuan petani garam mempunyai kesibukan tambahan dan harus dapat mengelola waktu dengan tepat. Mereka harus cerdas mengelola pendapatan untuk keluarga, kebutuhan pokok dan tentu saja tabungan masa depan untuk kondisi mendesak di waktu yang mendatang. Partisipasi perempuan tangguh yang menginsipirasi ini merupakan suatu panggilan yang melibatkan kondisi sosial dan emosi mereka. Menjadi perempuan dan juga petani garam dilakukan secara sadar oleh mereka. Hal ini mereka lakukan dengan cara menyumbangkan kemampuan maksimal yang mereka miliki demi mencapai kehidupan yang jauh lebih baik. Meskipun harus berdiri di tengah teriknya matahari dengan berbagai kendala yang dialami. Semoga kehidupan para perempuan tangguh di Jeneponto ini dapat menginsipirasi perjuanga perempuan-perempuan tangguh lainnya di seluruh Nusantara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun