Mohon tunggu...
Puang Latenrilawa
Puang Latenrilawa Mohon Tunggu... -

Memilih yang bukan terbaik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Meminjam Senja dari Putri Senja yang Sekarang Menjadi Cahaya Senja

1 September 2010   12:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:32 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I
Tentang senja dari yg mencintainya
membentang rentang kata bertuliskan senja
setiap menyapa pada kawannya
pada dirinya
pada kekasihnya
karena hanya senja membuatnya berucap; tentang cinta, penantian dan kebenciannya.

Engkau tlah mengores senja dalam hatimu. Mendiamkannya dalam renyah langit malam yg engkau susur tiap waktu. Melipat waktu menjadi tanpa hari. Senja kau jelmakan pada tiap tamu yg menghampirimu. Menyodorkan tentang tirai layar perahu penelusur malam, para pencari isi laut, angin basah dan paru-paru lemah. Dan gadis yg mencintai semua hal tentang senja. Merayu tiap orng akrab membayangkan rambut terurai, perempuan penunggu tepi teluk. Menekuk terpekur menunggu senja. Senja, semua ada dlm tiap larik katamu hingga gambar yg kau posting pada mata yg membacanya, lalu dg lirih mereka berkata; pada senja yg seorang gadis telah jatuh cinta padanya, berceritalah!

II
Entah mengapa ingin kusinggahi stasiun senja
dalam perjalanan kereta yg tak pernah singgah
sepanjang stasiun yg tak pernah kutemui
stasiun bertulis senja seperti surat angin milik kawanku.

Lalu kelanamu menggapai bentang mayapada. Mengembarainya dg seonggok kecil imaji di sudut kecil otakmu. Hingga engkau membungkus alam dg baju dingin menjelang gelap. Berangkat menjelang senja pada stasiun senja yg slalu kau kabarkan. Stasiun senja yg mungkin sepi? karena tak pernah ada penumpang lain dlm ceritamu. Gerbong-gerbong marna temaram, derit rel not-not panjang, mengalun menggubah lagu tentang senja. Disenandungkan oleh kamu; perempuan pelanggan stasiun senja. Terdengar lalu pada tiap-tiap kereta yg diceritakannya. Berangkat dari stasiun senja yg setia seperti engkau setia padanya.

III
Gadis senja, putri langit , angsa putih dan bunga yg terhempas (gambar di dinding blogmu)
Vai sangia juga menyebut langit
tentang angsa putih mungkin engkau harus juga belajar menyukainya
dan bunga yg terhempas itu hanya bayangan menyendiri di tengah heningmu tentang pantai kala senja, stasiun senja dan langit di atasnya
engkau mencipta karangan mengenai dirimu dari jamak metafora yg terselip dalam satu nuansa,
Senja.

Putri langit, karena 'pangeran langit' diksi yg berlebih. Aku ingin sepakat menggantinya menjadi engkau, tapi bukan dalam badan kalimat, mungkin dalam batin kalimat. Langit begitu akrab dengan senja, mencintai langit harus mencintai senja. Mencintai senja tanpa langit membuat kita tidak di bumi. Begitu banyak engkau meminjam keduanya; menjelaskan ketakjuban, kerapuhan dan ihtiar. Sesuatu yg bermakna bahwa segala hal tentang kecewa dan benci bukan harus disimpan dlm relung rasa. Sekejap hanya datar dan tersapu terbang agar kata cinta menjadi terang dan bermakna. Dg senja engkau telah menjadi putri yg baik. Dg senja engkau telah mengagungkan langit. Lalu mgembara menyinggahi setiap stasiun-stasiun senja. Bercerita tentangnya dg kata kesima bagi yg mendengarnya. Putri senja teruslah mencintai senja dg kedamaian di dalmnya.

Buat Putri senja, aku meminjammu sebentar saja.
aku juga kangen bercerita tntng senja.
tapi rupanya tlah berubah menjadi cahaya senja. hehe..

(untuk Abhoe Moslem & Cahaya Senja

Wrp, Daeg Sidja, 310810

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun