Rencana pemerintah dalam hal menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 12 persen, dinilai akan dapat berdampak buruk bagi ekonomi indonesia secara keseluruhan.
Dalam skema kenaikkan PPN yang menjadi pertimbangan adalah skema multitarif, yakni pengenaan pajak yang lebih rendah untuk barang-barang yang banyak dibutuhkan masyrakat dan pengenaan tarif lebih tinggi untuk barang -- barang mewah yang biasa dibeli kelas menengah keatas.
"jangan malah menaikkan tarif pajak yang membebani masyarakat banyak, yang justru malah menjadi basis dukungan bagi pemerintah," ujar wakil ketua umum DPP Partai Nasdem Ahmad Ali, dalam keterangan tertulis, Minggu (13/6/2021).
Ali menuturkan, Nasdem menolak rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu jika nantinya diusulkan ke DPR.
Menurut Ali, Kemenkeu perlu mengkaji lebih jauh lagi sumber-sumber pendapatan negara guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa harus menaikkan tarif pajak.
Sejalan dengan itu, kata Ali , Kemenkeu juga harus mencari jalan agar dapat memacu produksi nasional. Sementara, neraca perdagangan luar negeri juga perlu terus didorong supaya menghasilkan surplus.
Ia juga mengingatkan supaya Kemenkeu berkoordinasi dengan kemeterian lain guna untuk mendorong surplus perdagangan.
"jangan seolah -- olah soal pendapatan negara ini champion-nya Kemenkeu sendiri. Jadi yang dipikirkan hanya menaikkan tarif pajak," terang dia.
Di sisi lain, Ali juga menyebut penerimaan pajak sesungguhnya masih bisa digenjot dengan cara selain menaikkan tarifnya.
"Harga komoditas di internasional juga sudah mulai membaik. Penerimaan dari sisi pabean juga menunjukkan tren positif. Jadi jelas pilihan menaikkan tarif itu pilihan potong kompas semata," terang anggota komisi III DPR RI itu.
Ali menambahkan, perbaikan regulasi yang menjadi penopang untuk menaikkan pendapatan dari pajak perlu dilakukan.
Namun, regulasi yang dimaksud bukanlah untuk menaikkan tarif pajak, melainkan untuk regulasi menaikkan kepatuhan wajib pajak, kemudahan pemungutan dan laporan pajak, serta kecepatan pembayaran oleh para wajib pajak.
"Perbaikan regulasi itu untuk menaikkan kepatuhan dan kemudahan menunaikan pajak. Sangat tidak bijak menaikkan tarif pajak disaat masyarakat sedang berjuang keras untuk mempertahankan  sumber dan nilai pendapatannya." Imbuh dia.
Rencana kenaikkan tarif PPN tertuang dalam draf Revisi Undang -- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (RUU KUP) yang akan dibahas bersama DPR.
Kendati demikian, tarif PPN sebesar 12% itu dapat diubah menjadi paling rendah sebesar 5% hngga paling tinggi sebesar 15% . pengenaan tarif pajak paling rendah 5% dan paling tinggi 15% diatur pada pasal tambahan, yakni pasal 7A.
Pasal tersebut menuliskan PPN dapat dikenakkan tarif berbeda -- beda tergantung jenis barang/jasa. Hal ini pun mengafirmasi adanya skema multitarif PPN yang dirancang pemerintah.
Tarif yang berbeda bisa saja dikenakan pada penyerahan barang/jasa kena pajak tertentu, impor barang kena pajak tertentu, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud tertentu, dan pemanfaatan jasa kena pajak tertentu dari luar/dalam daerah pabean.
Kompas.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H