Mohon tunggu...
Half Sylph
Half Sylph Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis adalah bentuk lain dari ekspresi diri

Selanjutnya

Tutup

Roman

Cerpen Romansa: Takdir dalam Ruang Virtual

19 September 2023   10:31 Diperbarui: 19 September 2023   11:01 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Di suatu sudut Bandung yang sibuk, ada dua jiwa yang dipertemukan oleh kebetulan, teknologi, dan takdir. Raina, seorang mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi prodi Jurnalistik, berusia 20 tahun, dan Rayga, seorang pemuda berusia 25 tahun, pertama kali mereka berhubungan melalui obrolan daring via WhatsApp.

Semua dimulai dari satu kata kalimat sederhana, 'Selamat Idul Fitri, Rai,' memberikan sebuah ucapan selamat ketika raya tiba bukanlah hal yang aneh untuk diucapkan kepada sesama muslim, apalagi ini satu kontak. Hanya saja, bagi Raina itu cukup membingungkan, karena ternyata nomor Rayga sudah tidak tersimpan di kontaknya, biasa dia salah satu orang yang sering reset ponsel. Dia sedikit termenung, sampai pada akhirnya dia membalasnya juga setelah berjam-jam lamanya pesan itu masuk dengan jawaban yang sederhana, "Iya sama-sama, Kak." Setelah itu tidak ada lagi obrolan.

Raina yang waktu itu pulang kampung karena lebaran, akhirnya kembali lagi ke Bandung karena kuliah sudah masuk kembali. 

Semuanya berlalu begitu saja, sampai di titik ponselnya dipinjam temannya, sebut aja Iboo yang hobynya kepoin kontak orang. "Rai, ini siapa?" Ia menunjuk salah satu kontak dengan nama, "Orang yang mengucapkan selamat Idfit,".

Raina sempat termenung, sebelum menjawab dengan asal, "Gak tau, itu nomor togel yang tiba-tiba nge-chat selamat idul fitri saat lebaran kemarin."

"Siapa tuh? Lay, Lay, Raina kita udah gede ternyata udah punya pawang nih," katanya pada Layna dengan suara kompor. Raina hanya memutar matanya malas, lalu pergi keluar dari kelas sebelum Ia mendengar ocehan lain dari teman-temannya itu. 

Semua itu berlalu begitu saja, sampai suatu hari Ia cek kontaknya sampai berhenti di salah satu nama yang sama yang Iboo kepoin. Tanpa berpikir panjang, Ia chatlah dengan basa-basi, "Hallo," tapi nomornya ceklis satu, auto masuk arsip tu percakapannya.

Ketika malam harinya tiba, barulah nomor itu membalas pesan basa-basinya, Raina sempat mengira bahwa nomor itu sudah tidak aktif lagi, ternyata dugaannya salah. 

Percakapan ngalir begitu saja, sampai dari pihak sana pesan yang selalu Raina pakai timer dimatiin. 

Dari awal niat Raina nge-chat itu hanya ingin tahu namanya saja, dia merasa tidak adil, sosok yang tidak tahu wujudnya ada atau tidak itu sudah mengenal namanya, tetapi dirinya tidak sama sekali 'kan sangat tidak efik ya. 

"Boleh kenalan ulang ga?" kata Raina, akhirnya setelah sekian lama tidak sedikitpun orang di balik kontak yang tersimpan dengan nama "Orang yang mengucapkan selamat Idfit,".

"Namamu siapa," balas dari sana setelah 1 menit menunggu. 

"Lah, 'kan Rai, kamu?" jawab Rai dengan sedikit mencak-mencak di depan layar ponselnya. 

"Sv Sekarang," tanggapnya meng-tag pesan lalu di mana ternyata dia sudah kenalan, walaupun hanya sebatas nama, "Muhammad". 

Membaca pesan masuk itu, kening Raina mengerut antara baru tahu bahwa yang waktu itu mengucapkan selama itu berjenis kelamin laki-laki, walaupun masih 0,2 % saja dan merasa tidak puas juga akan jawaban yang diterimanya. "Apa-apaan itu?" gumamnya sembari mengirim kalimat, 'Muhammad Apa?'

Ada jeda sekitar 3 menit sebelum akhirnya pesan masuk ke ponsel Raina. Bukannya menjawab pertanyaan Raina, malah berkata, "kalo lengkap, tunjukkan lengkapmu jua. Chat kita yg dulu ke mana. Kenapa baru merespon." 

Kening Raina kembali mengerut dengan perasaan heran, kenapa isi pesannya seolah-olah sedang menuntutnya padahal Ia sendiri tidak tahu itu siapa makanya nanya, atau mungkin lebih tepatnya lupa karena memang dia sudah reset ponsel. Dengan perasaan dongkol, akhirnya Raina menghubunginya melalui telpon, dia harus segera mendapatkan jawabannya supaya lebih jelas, walaupun dia tidak berekspektasi lebih teleponnya akan diangkat, tetapi pada kenyataannya diangkat. 

"Hallo, assalamu'alaikum," sapa Raina pertama kalinya dengan nada halus nan lembutnya. Bagi Rayga itu suara termanis yang pernah ia dengar dari telpon, Ia merasa tidak menyesal karena telah mengangkat panggilan itu. 

Di panggilan pertama itu, Raina tidak mendapatkan hasil apapun terkait siapa identitas laki-laki itu, terlebih tiba-tiba orang tua dari rumahnya menelepon sehingga dia harus pamit dulu untuk mengangkat sambungan telpon dari orang tuanya. 

Setelah selesai bertelepon dengan orang tuanya, Raina kemabli menghubungi Rayga dengan tujuan yang sama menanyakan nama lengkap laki-laki itu dan pada akhirnya Ia juga mendapat hasil yang nihil malah dia yang dikorek informasi identitasnya oleh laki-laki itu. Dengan rasa kesal, Raina akhirnya pamit memutuskan sambungan telpon, kembali ke chat, sampai akhirnya dapatlah sebuah nama yang ternyata itu nama dirinya yang di balik susunan hurufnya. Saat itu, Raina tidak sadar, semenjak itu Rayga terus menghubunginya dan mereka mulai dekat. 

Butuh waktu sekitar 1 minggu lebih bagi Raina untuk menyadari hal itu, Raina marah dan mendiamkan Rayga. Rayga yang sudah bucin tentu saja tidak terima, saat gadis itu online ia segera menanyakannya alasannya bahkan langsung melalui via telpon. Semuanya mengalir begitu saja, sampai mereka saling dekat dan tahu nama satu sama lain. 

Itu merupakan permulaan dari sesuatu yang luar biasa bagi keduanya. Rayga sebenarnya sudah tertarik pada Raina dari dua tahun sebelumnya. Kerap kali dia memperhatikan Raina dari zaman mereka satu group komunitas literasi dahulunya, yang sekarang tentunya sudah tidak lagi Raina ikuti, dia sudah minggat dari 2 tahun yang lalu juga. 

Suasana perjalanan mereka saling mengenal untuk mendekatkan diri satu sama lain, tidak selalu manis seperti dalam khayalan. Hubungan mereka diwarnai oleh konflik kecil, salah paham, cemburu, dan perbedaan pendapat. Namun, pada akhirnya mereka selalu bisa mengatasinya.

Sampai pada akhirnya mereka bertemu untuk pertama kalinya di dunia nyata, itu seperti menyentuh sehelai awan. Walaupun sedikit agak canggung satu sama lain, Mereka tetap bisa menghabiskan waktu bersama, seperti mengelilingi Alun-Alun Bandung, Masjid Al-Jabar, dan berbagi cerita tentang diri mereka. 

Pada satu titik, saat Rayga harus pulang, masalah muncul kembali. Tidak ada angkutan yang tersedia, dan dia terjebak di Bandung sehingga mau tidak mau dia harus menginap. Mesjid Al-Hidayah menjadi satu-satunya tempat untuknya bermalam. Itu adalah malam yang tak terlupakan baginya, ketika akhirnya mereka merasa begitu dekat satu sama lain karena bisa hidup dalam satu daerah walaupun belum satu rumah. 

Ketika sore tiba, Rayga pergi, dengan perasaan berat untuk meninggalkan, dia merasa hatinya masih tetap tinggal di sana bersama sang pujaan hatinya. Walaupun hanya menghabiskan waktu satu hari saja, begitu banyak hal yang telah mereka lalui yang cukup untuk membuatnya merasa berat untuk pergi, terlebih Raina yang mengantarkannya hingga terminal dengan derai air mata, membuatnya semakin berat, tetapi apalah daya dia harus pulang, terlebih keluarganya dari semalam untuk menyuruhnya pulang ke tempatnya. 

"Hati-hati ya? Jangan lupa kabari aku," ucap Raina terakhir kalinya dengan suara serak. 

"Iya, Rai di sini jaga diri, dan lebih dijaga lagi auratnya," balas Rayga dengan raut datarnya, dibalik masker. 

"Iya, Assalamu'alaikum aku ke kampus dulu ya?" pamit Raina setelah mereka berpelukan dan Raina sempat menangis di sana. Akhirnya Raina kembali ke kampus dan Rayga kembali ke tempatnya. 

Seiring berjalannya waktu, sikap Rayga mulai berubah. Raina merasa Rayga tidak lagi peduli seperti dulu. Sebagai seorang mahasiswa muda, dia mulai berpikir bahwa Rayga mungkin merasa tidak cocok dengannya. Maka, dengan hati yang terluka, dia memutuskan untuk tidak lagi membalas pesan terakhir dari Rayga, karena pesan terakhir juga sudah terjawab lewat sambungan telepon, harusnya kalau memang masih peduli dia akan kembali menyapa keesokan harinya 'kan? Dan itu tidak ada, padahal dia online seharian itu. Entahlah, Raina merasa semua hal yang telah dilakukannya melebur begitu dana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun