Kegiatan ini sebenarnya mulai tercetus pada akhir 2019, tepatnya saat banjir bandang melanda kawasan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang meluluh lantakkan kawasan persawahan dan kebun warga. Komunitas Yayasan Pendidik Nusa saat itu berinisiatif untuk menanam beberapa tanaman untuk menghibur anak-anak terdampak dan berlanjut kepada program khusus kepada lingkungan lainnya, yaitu kawasan destinasi wisata ini.
Pelestarian tanaman jenis buah di kawasan ini tidak semata-mata ditanam kemudian ditinggal, namun akan dirawat juga. Jika musim kemarau terjadi, tanaman akan disiram dua hari sekali. Sesekali tanaman juga akan dipupuk dengan kompos atau pupuk kandang untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bapak Arfan yang juga seorang founder Yayasan Pendidik Nusa ini juga banyak melakukan kerjasama dengan berbagai pihak untuk melakukan sosialisasi dan edukasi serta mengajak untuk ikut serta dan terlibat aktif dalam kegiatan ini. Baru-baru ini, kegiatan menarik ini dilakukan bersama Himpunan Mahasiswa Pascasarjana IPB.Â
Berdasarkan penjelasan Bapak Arfan, kegiatan ini bukan semata-mata sebagai bentuk kesukaan akan kegiatan tanam-menanam saja, namun lebih dari itu. Memahami lagi bahwa kita hidup dari bumi dan akan kembali ke bumi, lalu apa yang telah kita beri kepada bumi? Beliau juga menyebutkan bahwa kegiatan sederhana ini tidak akan jadi sederhana jika dilakukan bersama. Akan terasa istimewa karena semua merasakan bahagianya. Hanya mereka yang bertangan dingin yang dapat merawat ibu mereka. Merawat bumi itu seperti merawat ibu yang telah memberikan kehidupan untuk makhluk  yang hidup di atasnya.
Tahun 2024 ini ditutup dengan perubahan iklim yang ekstrim mulai dari kekeringan panjang dan disusul oleh hujan yang berkepanjangan di akhir tahun. Perubahan iklim menjadi tantangan tersendiri bagi ekosistem. Indonesia setiap tahun mengalami krisis iklim yang sampai sekarang  belum menemukan solusi terbaik. Kian hari krisis iklim kian menjadi. Primates feeding site ini telah menjadi ujung tombak dalam menjaga keasrian dan keseimangan ekosistem sekaligus menjaga bumi dari perubahan iklim yang tak selalu ramah, baik kepada manusia, hewan, maupun alam. Pelestarian primata yang kadang terlihat mengganggu mungkin memang semenyebalkan itu, namun bukankah manusia adalah pendatang dan bisa saja di mata primata manusia lebih menyebalkan lagi. Karena ulah tangan manusia yang serakah mereka kehilangan rumah, kekurangan sumber makanan, bahan untuk perubahan iklim yang mana mereka harus merasakan teriknya panas membakar kulit tanpa baju, polusi yang tak berkesudahan bahkan dengan tidak sepoan memasuki rongga paru-paru mereka, bahkan saat musim hujan berkepanjangan tidak mengingat bulan apa telah mengguyur mereka dengan kejam, padahal mereka tidak punya rumah tempat bernaung selain langit yang luas dan tiang pohon pun sudah tak lagi ramai dulu mereka temui.
Kedepannya, dengan adanya primates feeding site ini diharapkan akan lebih banyak lagi lahir Pak Arfan baru di belahan hutan lain. Bahkan mungkin Pak Arfan telah lahir dan telah banyak melakukan hal ini, namun belum terpapar media saja. Dimanapun keberadaan mereka, mari kita doakan mereka selalu. Dengan tangan dingin mereka bumi dapat terbantu bernapas dari sesaknya kabut polusi, bumi juga bisa menangis dengan bahagia dan kembali ditabungnya untuk kehidupan di atasnya tanpa menyebabkan adanya makhluk hidup yang menjerit ketakutan ataupun menjerit karena sedih akibat tangis bumi yang berkepanjangan dan bahkan sampai melukai dirinya sendiri. Sehat-sehat ibu bumi pertiwi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H