Belum lengkap rasanya jika ke Bogor tanpa menikmati alamnya yang asri. Jika Koto Bogor dikenal dengan kota hujan, maka Kabupaten Bogor tak jarang ada yang menyebutnya permadani surga berkat bentangan alamnya yang luar biasa indah. Maka, tak heran istilah "Bogoh ka Bogor" sangat sering terngiang karena Bogor semudah itu membuat siapapun jatuh cinta. Bukan hanya alamnya, masyarakatnya juga dikenal dengan jiwa gotong royong yang tinggi dan senang berbagi.Â
Alam Bogor menyajikan tantangan tersendiri bagi penikmat tracking. Bogor menyediakan alam dengan berbagai rintangan, baik untuk level sulit, menengah, bahkan musuh sekalipun. Salah satu destinasi yang jalurnya tidak terlalu sulit, tapi tidak terlalu mudah juga adalah destinasi bukit kapur Ciampea, Kabupaten Bogor. Rute perjalanan yang mudah diakses dan dekat dengan kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadikannya banyak diminati oleh mahasiswa yang membutuhkan rehat sejenak dari dunia perkuliahan.
Kawasan destinasi Gunung Kapur yang menjadi favorit adalah Puncak Batu Roti, Puncak Galau, dan Puncak Lalana. Perjalanan dapat dimulai dengan melakukan pembelian tiket sebesar Rp 8.000,- dan uang jaminan keselamatan anggota sebesar Rp 10.000,- yang mana uang jaminan keselamatan anggota ini kan dikembalikan setelah sampai ke pos pembelian tiket. Tracking dimulai dengan melewati kebun jati dan jalanan yang berbatu yang telah dibuat teras tangganya. Jalur ini harus dilewati dengan hati-hati karena dapat saja tergelincir akibat batuan yang tidak kokoh di jalur miring. Puluhan meter kemudian kita akan melalui jalan yang didominasi vegetasi semak dan belukar serta batu-batu besar di sekitar. Jalur ini ujiannya cukup terbantu dengan adanya tanaman untuk berpegang, tidak seperti jalur sebelumnya yang sangat sedikit tempat kokoh untuk berpegangan.
Puluhan meter kemudian akan sampai pada batu besar yang menjadi batas antara ketiga puncak. Puncak Lalana harus memilih berbelok ke arah kiri dan Puncak Galau beserta Puncak Gunung Roti berbelok ke arah kanan. Hal menarik di sini adalah banyaknya kita temukan gerombolan primata yang tak sungkan mendekati dan mencuri makanan yang dibawa oleh pengunjung. Bahkan, pengunjung akan dengan muda menyaksikan kompetisi antar kelompok atau pertengkaran antar primata akibat makanan dan perebutan daerah kekuasaan. Kelompok primata menjadikan lokasi yang sedang ramai sebagai tempat favorit mereka sehingga tidak jarang pertengkaran kelompok primata ini terjadi di dekat pengunjung dan tak jarang membuat pengunjung ketakutan.
Menanggapi kasus ini, salah satu penggiat sosial, yaitu Bapak Arfan Damari memikirkan solusi terbaik atas masalah ini. Berdasarkan kajian yang dilakukan, beliau menemukan akar permasalahannya, yaitu tidak cukupnya persediaan makanan primata di lokasi akibat ketidak cocokan vegetasi atas tanah kapur. Selain itu, populasi primata terus meningkat akibat adanya migrasi populasi dari luar akibat hilangnya habitat asli mereka karena bencana alam atau perluasan tambang kapur. Mirisnya, sejauh ini belum ada reboisasi toal dari pihak manapun. Ditambah lagi dengan perubahan iklim yang cukup parah bahkan tak jarang menyebabkan longsor. Vegetasi yang tumbuh pun bukan jenis tumbuhan yang berbuah sepanjang tahun sehingga pasokan makan tidak selalu tersedia di wilayah ini.
Primates feeding site merupakan langkah kecil dengan melakukan penanaman bibit tanaman buah sepanjang jalur tracking dan dimaksimalkan pada lokasi puncak. Lokasi ini dipandang lebih strategis, selain diminati oleh primata, tersedianya komponen tanah  yang lebih dominan dibanding kapur, dan sebagai bentuk sosialisasi kepada pengunjung. Jenis tanaman yang sejauh ini telah ditanam adalah pisang, rambutan, jambu, dan pohon jenis buah lainnya. Beberapa bibit jenis pohon buah diperoleh dari Lembaga Pembibitan Pohon Fakultas Kehutanan IPB, namun ada juga yang berasal dari donasi berbagai pihak.
Program ini telah dimulai sejak 2020 hingga saat ini. Secara gamblang mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan buah, namun bukankah lebih baik daripada tidak sama sekali. Hari ini kita menanam, esok kita tuai. Dengan langkah kecil ini, banyak hal yang dapat diselamatkan secara bersamaan, yaitu primata tidak akan turun ke pemukiman untuk mencari makan karena makanan mereka akan cukup tersedia, ekosistem akan lebih sejuk karena adanya kanopi yang meneduhi, perubahan iklim yang berdampak terhadap bencana alam dapat diminimalisir dampaknya, pengunjung tidak lagi banyak mendapatkan gangguan, namun masih dapat menyaksikan interaksi alam dengan makhluk hidup selain manusia, khususnya primata, dan tentunya melestarikan biodiversitas dan keberadaannya, baik primatanya maupun tanamannya.