"Idealisme tak lebih dari sebuah nilai yang layak dijadikan sebagai pemuas nafsu dan dahaga. Asal ada yang bisa dimasukkan dalam perut, maka tak peduli apapun itu akan dikerjakan."
Sejenak Bang Jose membetulkan posisi duduknya.Â
"Sejatinya kita itu sama dengan pendahulu dan fouthing father negeri ini. Kita sama, bahwa perlawanan terhadap penjajah terjadi karena masalah perut.Â
Masih dengan memasang wajah antusias, aku memastikan telingaku tidak melewatkan sepatah kata yang keluar dari bibir Bang Jose.
"Asal kita bisa membungkam mahasiswa, segala bentuk penjajahan akan mudah dilaksanakan. Dan pembungkaman Mahasiswa itu adalah sesuatu yang mudah. Cukup sodorkan sekantong kresek uang didepannya, dijamin Mahasiswa akan berubah penjadi anjing rumahan yang lembek",
*
"Mas, boleh duduk disini nggak? Sudah nggak ada tempat duduk nih", ucap seorang perempuan muda mengagetkanku yang sejak tadi menulis di WPS Office ponsel bututku.
"Iya, iya, Mbak. Monggo. Eh, silahkan, silahkan. Kosong koq. Kebetulan saya sendirian", ucapku gugup.
"Makasih ya, Mas. Nanti kalau temen saya sudah sampai, saya bakal pindah koq",
"Iya, Mbak. Santai saja."
Sebenarnya aku ingin memesankan segelas Espresso Doble untuknya. Dan kebetulan ada seorang pelayan yang melintas di depanku.