Mohon tunggu...
Saiful Anam Assyaibani
Saiful Anam Assyaibani Mohon Tunggu... lainnya -

Bohemian Rhapsody

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Estetik Sajak Saiful Anam Assyaibani Oleh: Imamuddin SA

8 Februari 2014   02:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:03 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada sajak Lagu Surga, tampaknya penyair diilhami oleh suasana kebersamaan bersama istrinya. Saat itu penyair diindikasikan tengah bermain cinta dengan istrinya. Penyair memandang kedalaman sorot mata istrinya hingga ia teringat tentang suatu peristiwa di surga. Peristiwa yang terjadi antara Adam dan Hawa yang menjadikannya keluar dari keabadian surga dan berdiam diri di bumi. Peristiwa itulah yang kemudian menjadikan diri penyair seolah-olah mendapatkan petunjuk serta ilham tentang kesucian kehidupan.

aku membaca surga di halaman matamu
kutemukan seayat sungai mengalir bening (bait 1)

Penyair tampaknya tak sanggup memungkiri dan mengakui akan eksistensi khuldi yang dulu sempat terpetik dan termakan oleh Adam dan Hawa. Ternyata, khuldi tersebut merupakan satu jembatan dalam menghadirkan kenikmatan yang lain. Yaitu kenikmatan surga dunia. Khuldi itulah yang pada gilirannya saat ini menjadi stimulus untuk saling berbagi kenikmatan antara lelaki dan perempuan di dunia hingga ia sampai pada puncak kebahagiaannya yang hanya tergapai dalam seper sekian detik saja. Namun semua orang berusaha ingin menggapainya, termasuk penyair dan istrinya yang hendak menikmatinya secara bersma.

Fenomena itu menandaskan bahwa kenikmatan dan kebahagiaan yang terengkuh oleh seseorang di dunia itu bersifat sementara dan hanya sekejap saja. Keberadaannya tidaklah abadi layaknya Adam dan Hawa yang terlempar keluar dari kenikmatan dan kebahagiaan yang abadi, yaitu kenikmatan dan kebahagiaan surga yang sesungguhnya.

Saat itu penyair benar-benar merasakan dan menikmati dengan sendirinya buah dari khuldi bersama sang istri. Ia merasa bahwa benar-benar telah merampas keabadian. Tindak perampasan keabadian itu terwujud dengan adanya peleburan sel kelamin hingga menjadi darah. Darah menjadi daging. Kulit membalut daging. Daging membalut tulang. Tulang membalut sum-sum. Hingga menjadi orok yang pada akhirnya memaksa Tuhan untuk melepaskan sebagian keabadian-Nya dalam wujud ruh guna mendiami tanah sementara waktu. Mengaliri hidup pada jasad mati hingga kembali mati lagi dalam takaran yang telah pasti.

tak bisa kutolak khuldi menggantung ranum di dadamu
dan kita menikmatinya dalam hentian waktu
yang merampas keabadian. (bait 2)

Pada sajak Jalan Ketiadaan, merupakan suatu seruan untuk mengenali jati diri. Barang siapa yang berkenan menginstropeksi diri melalui perjalanan hidup yang telah terlewati, maka ia akan menemukan satu gambaran tentang betapa sulitnya perjuangan dalam mengenali hakikat hidup ini. Seseorang bahkan akan menemukan dan merasakan keputusasaan yang sungguh luar biasa perjuangan pencarian itu. Sebab pada dasarnya tindak pencarian jati diri merupakan suatu proses perjalanan panjang yang melelahkan dan tanpa akhir kecuali dengan kematian jasad. Bahkan di balik kematian jasd itu masih menuntut akan adanya pencarian hakekat ketuhanan. Seseorang akan menemukan bahwa dirinya merupakan sesuatu yang tak berharga yang dijadikan wahana dan berselimutkan kelalaian di dalam dunia yang sementara.

bacalah maktab tubuhmu
dan kau kan temukan
BETAPA RAPUH PERJALANAN SETAPAK MENEMU DIRI
BETAPA TUBUH HANYA SEMACAM RANJANG KUMAL
tempat terlelap dalam fana (bait 1)

Jika seseorang telanh mengethui akan hal tersebut, maka tindakan yang patut dilakukan menurut penyair yaitu mengagungkan nama Tuhan dalam lantunan doa agar Tuhan berkenan melebur dan menghapuskan segala dosa yang telah tercipta yang disebabkan oleh lupa. Rasa bersalah akan terhapus pula atas tindakan peniadaan eksistensi Tuhan dalam diri dan jiwa yang sempat terlewati. Hal itu merupakan suatu usaha dalam hidup dan kehidupan untuk menuju kesejatian, yaitu Tuhan. Ini adalah jalan ketiadaan. Meniadakan eksistensi diri dengan meleburkan diri ke dalam eksistensi tuhan yang sejati. Laa khaula wala kuwwata illa billah.

maka mengeranglah dalam kasidah doadoa
biarkan ia membakar rasa bersalah
kepada jalan ketiadaan yang pernah kau lewati (bait 2)

Dalam usaha mengenali jati diri, hakikat hidup, dan kesejatian Tuhan seseorang harus mengakui bahwa diri pada dasarnya tidak ada tanpa adanya cinta kasih dan kuasa dari Tuhan. Ini termasuk dalam usaha pemurnian hasrat dari unsur nafsiah. Seseorang haruslah membeningkan hati dengan bersikap polos, tulus dan ikhlas hingga ia melihat dan menemukan getar hati yang terdalam yang memancarkan nur ilahiah sebagai risalah kesejatian diri, hidup, dan Tuhan. Jika ini terengkuh maka muncullah istilah tajjali. Penglihatan adalah penglihatan Tuhan. Pendengaran adalah pendengaran Tuhan. Ucapan adalah ucapan Tuhan. Perilaku adalah perilaku Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun