Larestananda Asmaul Husna Hizaumi Putri, Dedin Finatsiyatull Rosida, Aurellia Salsabilla, Sita Kalaswari, Muhammad Fadhillah Razak Sitepu, Sadam Abid Thufail, Niken Annuru Kharisma Tsary.
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknik
UPN "VETERAN" JAWA TIMUR
Corresponding author: dedinbahrudin@gmail.com
Perdebatan yang hingga saat ini masih terjadi dalam lingkup industri pangan masih terkait dengan aturan untuk labelling. Hingga saat ini, masih banyak ditemukan pelanggaran terkait regulasi pelabelan di Indonesia. Berdasarkan data hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2020 menghasilkan bahwa dari 12.246 sampel yang masuk ke dalam proses pengujian, sebanyak 15,21% (1.863 sampel) yang labelnya Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK). Menyangkut penyimpangan terhadap peraturan pelabelan yang paling banyak ditemui adalah: (1) Penggunaan label tidak berbahasa Indonesia dan tidak menggunakan huruf latin, terutama produk impor. (2) Label yang ditempel tidak menyatu dengan kemasan. (3) Tidak mencantumkan waktu kadaluarsa. (4) Tidak mencantumkan keterangan komposisi dan berat bersih.
Perbedaan yang mencolok antara label yang telah memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi syarat kerap kali ditemukan bahwa label yang benar, paling tidak memuat komponen-komponen dan kandungan nutrisi yang terkandung dalam produk pangan tersebut serta tanggal kadaluarsa, yang dimana merupakan aspek informasi utama yang harus dituliskan dalam label produk makanan dikarenakan tanggal kadaluarsa serta kandungan nutrisi suatu produk pangan merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kelayakan dari suatu produk makanan.
Ditinjau dari aspek regulasi, negara Indonesia sendiri telah mengatur dalam Undang-Undang terkait pelabelan yang dimana menyebutkan bahwa aspek-aspek informasi yang harus ada dalam label antara lain: 1) Nama Produk; 2) Daftar bahan yang digunakan; 3) Berat bersih atau isi bersih; 4) Nama dan alamat produsen dan importir; 5) Halal bagi yang diperlukan; 6) Tanggal dan kode produksi; 7) Tanggal kadaluarsa, bulan dan tahun; 8) Nomor izin edar untuk pangan olahan; 9) Asal makanan tertentu. Selain itu juga label harus ditulis dengan menggunakan bahasa indonesia, jika kalimat asing yang ingin dituliskan masih memiliki arti kata/kalimat dalam bahasa Indonesia.
Penyebab terjadinya pelanggaran label makanan ini dapat dipicu oleh banyak faktor. Faktor pemicu utama adalah adanya budaya masyarakat yang dimana mengkonsumsi makanan instan tanpa membaca label yang tertera pada kemasan produk makanan, yang dimana hal tersebut secara tidak langsung menimbulkan perspektif para pelaku usaha yang ingin meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, dengan mencantumkan klaim label yang tidak sesuai dengan produk yang di produksi.
Kebiasaan/budaya masyarakat yang kerap kali tidak melihat label kemasan serta kurangnya pengetahuan mengenai upaya perlindungan konsumen menyebabkan peran konsumen dalam rantai produksi makanan dianggap masih memiliki kedudukan paling rendah.
Sehingga untuk mengurangi kasus pelanggaran pelabelan, masyarakat dihimbau agar dapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepeduliannya terhadap aspek keamanan pangan secara mandiri serta hak hukum yang dimiliki. Untuk dapat melindungi dirinya, serta secara tidak langsung dapat menuntut pelaku-pelaku usaha agar dapat menyadari kewajibannya untuk menghasilkan produk pangan yang aman untuk dikonsumsi bagi masyarakat. Selain peran masyarakat, upaya pengurangan ini juga perlu adanya peninjauan dari BPOM sebagai instansi yang bertanggung jawab mengenai pelabelan harus bertindak lebih tegas mengawasi dan menindak lanjuti terhadap kecurangan atau pelanggaran pelabelan yang terjadi. Serta memberikan pembinaan kepada pelaku usaha agar kegiatan usaha yang dilakukan berjalan dengan jujur, aman serta dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat dengan memperhatikan hak-hak konsumen.
Referensi:
Fibriyanti, Nurul. 2019. Upaya Pemahaman Pencantuman Label Pada Kemasan Produk Makanan Bagi Siswa SMA 12 Semarang. Indonesian Journal of Legal Community Engagement, 2(1): 1 - 9
Doly, Denico. 2012. Upaya Penguatan Perlindungan Konsumen di Indonesia Terkait dengan "Klausula Baku". Jurnal Negara Hukum, 3(1): 41 - 58
Pratiwi, Riantika. 2019. Pencantuman Komposisi Bahan pada Label Makanan sebagai Hak Hukum di Kota Pekanbaru. Jurnal Gagasan Hukum. Vol 1(1) : 63-87.
Rahayu WP. 2011. Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor (ID): IPB Press.
Wijaya AW, Rahayu WP. 2014. Pemenuhan Regulasi Pelabelan Produk Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Kota Bogor. J. Mutu Pangan 1(1): 65-73. ISSN 2355-5017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H