Perjalanan dinas luar kota kemarin sore melewati beberapa kota. Aku bersama dua orang temanku menikamti perjalanan dengan iringan lagu tahun 2000an. Tahun dimana kami masih belum memikirkan jalan hidup seperti saat ini. Ditemani dengan rintik hujan yang kadang deras terkadang hanya berbentuk gerimis. Ku perhatikan ke kursi belakang, ternyata Zulayha sudah tertidur pulas. Tinggal aku dan Kak Abro di baris depan. Kak Abro teman kerjaku sudah seperti kakak ku sendiri, masih asyik dengan setir mobilnya.
Aku melhat keluar jendela mengamati rintik hujan yang mulai menipis. Dan ternyata melewati sebuah kota yang sudah bersebelahan dengan kota tempat tinggal kami. Spontan aku mengoceh sendiri.
" Kak, Sebenarnya aku tidak lahir di kota kita." Kataku ke Kak Abro, dia hanya memandangku sebentar sambil mengernyitkan kening dan kembali melihat kearah jalan. Aku melanjutkan ocehanku.
" Aku lahir di Kota yang kita lewati ini."
" Kenapa beda?" Tanya Kak Abro.
" Waktu lahiran belum 40 hari sudah pindah ke kota kita." Jawabku singkat.
Kak Abro kembali konsentrasi menyetir. Dan aku kembali dalam renunganku. Teringat cerita tentang kelahiranku. Terbayang bagaimana perasaan ibuku pada saat itu. Rasanya ingin menangis, tapi aku tahan. Akan aneh tiba-tiba menangis.Â
Ibuku ditinggal ayahku setelah 3 hari pernikahannya. Pamitnya sih merantau, tapi tiada bekabar hingga aku lahir. Ibu yang terpaksa menumpang di rumah salah satu kakak perempuannya yang tinggal di kota yang aku lewati tadi, kota kelahiranku. Menumpang sembari bekerja mengasuh keponakannya. Pada saat itu Nenek memang tidak mau ibu bekerja di tempat orang lain karena dalam kondisi mengandung.Â
Ibu tidak pernah menceritakan sedihnya padaku, aku selalu tahu dari cerita orang. Terkadang terdengar sendiri ketika ibu sedang bercengkerama dengan saudara-saudara atau teman-temannya. Mengapa bisa pindah dari tempat kakak perempuannya?
Ketika aku lahir, banyak keluarga yang mengunjungi. Termasuk dari keluarga jauh pihak Nenek. Ibu kira sama dengan yang lain berkunjung mengurangi rasa sedih melahirkan hanya seorang diri, tanpa didampingi ayah. Ketika ibu hendak ke toilet, tak sengaja ibu mendengar obrolan keluarga jauh nenek ke kepada kakak perempuan ibu yang memberikan tumpangan.
"Hati-hati, Adikmu itu suaminya tidak ada kabar, sama saja kayak janda, Takutnya suamimu direbut pula."