Ibu bilang konon mereka mau ke pantai selatan. Allahu A'llam.Â
***
Indonesia adalah negeri yang kaya akan tradisi dan budaya, di mana interaksi antara kepercayaan lokal dan agama mayoritas kerap menghasilkan bentuk-bentuk perayaan yang unik dan penuh makna.
Salah satu contoh harmonisasi ini terlihat dalam perayaan 1 Suro dan 1 Muharam, yang masing-masing menandai tahun baru dalam kalender Jawa dan kalender Islam.
1 Suro dan 1 Muharam, meski berasal dari akar tradisi yang berbeda, bertemu dalam semangat yang sama: momen refleksi, pembaruan, dan penghormatan terhadap nilai-nilai spiritual.Â
Perayaan 1 Suro di Jawa dipenuhi dengan ritual yang sarat akan makna mistik dan penghormatan terhadap leluhur, sementara 1 Muharam dalam tradisi Islam dirayakan dengan kegiatan ibadah dan pengingatan terhadap hijrah Nabi Muhammad, simbol transformasi menuju keadaan yang lebih baik.
Perpaduan antara ritual tradisional dan keagamaan ini mencerminkan bagaimana masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa, mampu memadukan warisan budaya dengan praktik keagamaan sehari-hari.Â
Dalam upaya melestarikan tradisi sambil tetap menjalankan ajaran agama, kedua perayaan ini tidak hanya memperkaya identitas budaya, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan spiritual dalam masyarakat.
Asal-usul dan Makna
1 Suro
Sejarah 1 Suro dalam Tradisi Jawa dalam Kalender Jawa yang dimulai pada 1 Suro diperkenalkan oleh Sultan Agung pada abad ke-17 sebagai upaya menyatukan kalender Islam dengan unsur-unsur penanggalan Hindu. Hari ini menandai tahun baru dalam kalender Jawa.
Makna 1 Suro dianggap sakral, yaitu waktu untuk introspeksi, berdoa, dan melakukan ritual untuk membersihkan diri dari energi negatif. Ini juga waktu untuk menghormati leluhur dan merayakan kebijaksanaan tradisional.
Ritual-ritual yang biasa dilakukan malam 1 suro diantaranya: