Kekerasan ranah domestik merujuk pada segala bentuk perilaku agresif atau merugikan yang terjadi dalam konteks hubungan keluarga atau rumah tangga dan tidak memandang usia, jenis kelamin, atau latar belakang sosial ekonomi.
Ini mencakup berbagai bentuk kekerasan, seperti: Kekerasan Fisik (Melibatkan penggunaan kekuatan fisik untuk menyakiti atau mengancam anggota keluarga. Ini dapat mencakup pukulan, tendangan, atau penggunaan benda tumpul.), Kekerasan Psikologis atau Emosional (Termasuk ancaman verbal, penghinaan, kontrol psikologis, isolasi sosial, atau manipulasi emosional yang merugikan kesejahteraan mental korban.), Kekerasan Seksual (Melibatkan eksploitasi seksual atau pemaksaan kegiatan seksual tanpa persetujuan dalam konteks hubungan intim.), Kekerasan Ekonomi atau Finansial (Terjadi ketika seseorang mengendalikan atau membatasi akses korban terhadap sumber daya finansial, seperti uang atau aset, untuk mengontrol dan menekan.), Perundungan atau Pelecehan (Termasuk perilaku yang merendahkan, meremehkan, atau mempermalukan anggota keluarga secara berulang.)
Berdasarkan laporan dari berbagai sumber, termasuk lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah, angka kekerasan ranah domestik di Indonesia dan dunia bisa bervariasi.
Indonesia: Menurut laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia pada tahun 2020, terdapat lebih dari 406 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Namun, tidak semua kasus tersebut terkait dengan kekerasan ranah domestik.
Dunia: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa sekitar 1 dari 3 perempuan di seluruh dunia mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan mereka selama hidupnya.
Banyaknya  kasus kekerasan ranah domestik mungkin tidak dilaporkan,mempengaruhi jumlah angka sebenarnya mungkin lebih bisa tinggi.
Secara statistik, perempuan lebih sering menjadi korban kekerasan ranah domestik daripada laki-laki. Perempuan biasanya lebih rentan terhadap kekerasan fisik, seksual dan psikologi. Selain itu, anak-anak juga dapat menjadi korban, karena anak yang tumbuh dalam lingkungan kekerasan sering mengalami dampak psikologis yang serius dan dapat terjebak dalam siklus kekerasan.
Tantangan yang dihadapi
Untuk mengatasi kekerasan ranah domestik tidaklah mudah karena melibatkan sejumlah aspek kompleks, beberapa kendala atau tantangan yang ada termasuk:
1. Â Penghambatan Terhadap Pelaporan: Banyak korban enggan melaporkan kekerasan karena takut terhadap pembalasan, stigma sosial, atau karena faktor-faktor lain yang membuat mereka merasa tidak aman.
2. Kurangnya Kesadaran dan Pendidikan: Beberapa orang mungkin tidak menyadari bahwa perilaku tertentu di dalam rumah tangga dapat dikategorikan sebagai kekerasan. Pendidikan dan kesadaran masyarakat penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah ini.
3. Ketergantungan Ekonomi: Korban sering kali terkungkung oleh ketergantungan ekonomi pada pelaku kekerasan, sehingga sulit bagi mereka untuk meninggalkan situasi yang merugikan.
4. Tantangan Hukum: Sistem hukum mungkin tidak selalu memberikan perlindungan yang memadai atau menindaklanjuti kasus kekerasan ranah domestik dengan efektif.
5. Sikap Toleransi dalam Masyarakat: Budaya yang menganggap remeh atau menerima kekerasan dalam rumah tangga dapat menjadi hambatan dalam menciptakan dukungan sosial yang diperlukan bagi korban.
6. Sikap Pelaku Kekerasan: Pelaku sering kali tidak menyadari atau menyangkal tindakan kekerasan mereka. Mengubah perilaku pelaku dan menghentikan siklus kekerasan bisa menjadi tantangan besar.
7. Keterbatasan Sumber Daya: Terbatasnya sumber daya, seperti tempat penampungan dan dukungan psikologis, dapat menjadi hambatan bagi korban yang ingin meninggalkan situasi kekerasan.
8. Dinamika Keluarga dan Peran Gender: Norma-norma sosial terkait peran gender dan dinamika keluarga yang memperkuat hierarki kekuasaan dapat mempersulit upaya untuk mengubah pola kekerasan.
Menghadapi tantangan ini memerlukan pendekatan menyeluruh  yang melibatkan perubahan budaya, peningkatan kesadaran, dukungan hukum, dan sumber daya yang memadai untuk mendukung korban kekerasan ranah domestik.
Dampak yang ditimbulkan
Kekerasan ranah domestik dapat menimbulkan dampak yang signifikan, baik secara fisik maupun psikologis. Beberapa dampak umum termasuk:
1. Cedera Fisik:
  - Korban kekerasan ranah domestik dapat mengalami cedera fisik serius, mulai dari memar, luka bakar, hingga cedera yang mengancam nyawa.
2. Masalah Kesehatan Mental:
  - Kekerasan dapat menyebabkan gangguan stres post-traumatik (PTSD), depresi, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya.
3. Isolasi Sosial:
 - Korban sering kali mengalami isolasi sosial karena kontrol dan manipulasi pelaku kekerasan, membuatnya sulit untuk mendapatkan dukungan dari teman dan keluarga.
4. Masalah Kesehatan Reproduksi:
  - Kekerasan seksual dapat menyebabkan masalah kesehatan reproduksi, termasuk risiko penularan penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan.
5. Gangguan Hubungan Interpersonal:
  - Kekerasan dapat merusak hubungan antaranggota keluarga, termasuk anak-anak yang terlibat dalam lingkungan kekerasan.
6. Ketergantungan pada Zat:
  - Beberapa korban mungkin mengembangkan ketergantungan pada zat untuk mengatasi dampak psikologis kekerasan yang mereka alami.
7. Ketidakstabilan Ekonomi:
  - Kekerasan dapat memengaruhi kestabilan ekonomi korban karena penghambatan akses terhadap sumber daya finansial.
8. Siklus Kekerasan:
  - Anak-anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dapat terjebak dalam siklus kekerasan, baik sebagai korban maupun pelaku kekerasan saat dewasa.
9. Rasa Tak Aman:
  - Korban sering kali hidup dalam ketidakpastian dan rasa tak aman yang dapat memengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
10. Risiko Bunuh Diri:
  - Individu yang mengalami kekerasan ranah domestik memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami pemikiran bunuh diri atau tindakan bunuh diri.
Upaya perubahan yang signifikan dalam mengurangi kekerasan ranah domestik melibatkan upaya bersama dari berbagai pihak. Beberapa langkah yang dapat diambil termasuk:
- Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Kampanye pendidikan dan kesadaran untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap kekerasan ranah domestik, menciptakan pemahaman bahwa itu tidak dapat diterima dan memotivasi tindakan.
- Pendidikan Prasejahtera:Pendidikan sejak dini untuk mempromosikan hubungan yang sehat, mengajarkan keterampilan interpersonal, dan mengenalkan konsep kesetaraan gender.
- Penguatan Sistem Hukum: Penegakan hukum yang efektif terhadap pelaku kekerasan, memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan hukum yang memadai, dan memperketat sanksi bagi pelaku.
- Dukungan Psikososial: Membangun sistem dukungan yang efektif bagi korban, termasuk konseling, tempat penampungan, dan akses mudah ke sumber daya kesehatan mental.
- Pelatihan dan Pendidikan untuk Profesional: Memberikan pelatihan kepada petugas penegak hukum, pekerja sosial, dan tenaga kesehatan untuk meningkatkan pemahaman dan tanggapan mereka terhadap kekerasan ranah domestik.
- Penyadaran pada Lingkungan Kerja: Memotivasi organisasi dan perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung korban dan menerapkan kebijakan anti-kekerasan.
- Program Intervensi untuk Pelaku: Pengembangan program intervensi yang efektif untuk membantu pelaku mengubah perilaku mereka, termasuk konseling dan dukungan psikologis.
- Kolaborasi Antarinstansi: Peningkatan kerjasama antara lembaga pemerintah, LSM, dan sektor swasta untuk menciptakan pendekatan komprehensif dalam menanggulangi kekerasan ranah domestik.
- Keterlibatan Komunitas: Melibatkan komunitas dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan, termasuk mendukung inisiatif lokal dan pemberdayaan kelompok masyarakat.
- Perubahan Norma Budaya: Memperjuangkan perubahan norma budaya yang mendukung kesetaraan gender dan mengharamkan segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga.
Perubahan yang signifikan memerlukan komitmen bersama dari masyarakat, pemerintah, dan berbagai sektor dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua individu
Dalam menghadapi kekerasan ranah domestik, perlu diakui bahwa upaya penanggulangannya memerlukan keterlibatan lintas sektor dan komitmen bersama dari seluruh masyarakat. Hanya dengan bersama-sama mengubah norma budaya, memperkuat perlindungan hukum, dan menyediakan dukungan menyeluruh bagi korban, kita dapat meruntuhkan tembok kekerasan dalam rumah tangga. Setiap individu, lembaga pemerintah, LSM, dan sektor swasta memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung. Kita perlu memberikan suara bagi mereka yang terdiam, memberdayakan yang terpinggirkan, dan merangkul nilai-nilai yang mendorong kesejahteraan bersama.
Seiring perjalanan kita menuju masyarakat yang bebas dari kekerasan ranah domestik, kita harus memahami bahwa ini adalah perjuangan berkelanjutan. Pendidikan dan kesadaran harus terus ditingkatkan, sistem perlindungan diperkuat, dan ketidaksetaraan diatasi. Dengan langkah-langkah konkret ini, kita dapat membuka jalan menuju perubahan yang mendasar dan memastikan bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup dalam lingkungan yang aman, penuh kasih, dan menghormati hak asasi manusia.