Pamali. Satu kata berjuta makna.Â
Saat saya mengandung anak pertama saya sempat dibuat stres dengan kata pamali. Ini tidak boleh, itu dilarang. Sampai-sampai saya menangis karena merasa tertekan.Â
Dalam tradisi keluarga suami saya di Bandung, kata pamali ini masih sangat erat di kehidupan sehari-hari. "Tidak boleh makan pakai piring besar, harus yang kecil. Kalau tidak nanti ari-arinya lebih besar daripada bayinya." Atau "Tidak boleh tidur siang hari, nanti bayinya kotor." Atau "Jangan mandi malam-malam saat hamil, kalau tidak nanti hamilnya kembar air." Sangat tidak masuk akal memang. Saat saya tanya "Kenapa bisa seperti itu? Emang itu benar?" Mereka tidak bisa menjelaskan alasan tepatnya dan hanya bilang "Udah nurut aja".Â
Generasi dahulu, memaknai kata pamali sebagai sebuah larangan yang saklek yang wajib diikuti dan tidak boleh dipertanyakan lagi alasan-alasan lain. Sehingga akan menimbulkan ambigu dalam mencerna kata pamali ini. Karena memang dahulu kemudahan teknologi untuk mencari informasi masih belum berkembang pesat seperti sekarang ini.
Budaya pamali
Dalam masyarakat budaya pamali berkembang karena memiliki peran penting dalam mempertahankan norma-norma sosial dan nilai-nilai masyarakat. Ini membantu menjaga keteraturan dan harmoni di dalam kelompok.Â
Budaya pamali juga bisa berfungsi sebagai mekanisme kontrol sosial yang membentuk perilaku masyarakat, mengingatkan individu tentang batasan-batasan yang dianggap wajar atau tidak pantas.Â
Dengan demikian, berkembangnya budaya pamali dapat dilihat sebagai hasil dari upaya masyarakat untuk mempertahankan identitas dan nilai-nilai mereka.
Sudut pandang terhadap budaya pamali mengalami perubahan seiring waktu dan perkembangan masyarakat. Perubahan sosial, teknologi, dan nilai-nilai yang berkembang dapat mempengaruhi bagaimana orang melihat dan memaknai budaya pamali. Beberapa nilai yang dianggap tabu dalam masa lalu mungkin menjadi lebih diterima atau sebaliknya.
Salah satu contoh budaya pamali yang mengalami perubahan sudut pandang adalah terkait dengan percakapan terbuka mengenai kesehatan mental.
Dulu, topik ini mungkin dianggap tabu atau dihindari, tetapi saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya berbicara terbuka tentang masalah kesehatan mental. Inisiatif untuk mengurangi stigma seputar depresi, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya membantu mengubah pandangan masyarakat terhadap topik ini.