Banyumas, salah satu Kabupaten Banyumas di Provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya adalah Purwokerto. Kampung halaman tempat ibu saya dilahirkan dan dibesarkan. Dan saya pun pernah tinggal dan sekolah di sana selama lima tahun, dari tahun 1998-2003.
Kala itu, keadaan desa yang masih asri banyak sawah terbentang luas. Udaranya pun masih sangat sejuk. Bila sore tiba, keadaan menjadi sunyi. Saya tidak berani keluar rumah, saat magrib tiba sudah masuk kembali ke rumah setelah seharian bermain diluar bersama teman-teman.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa ngapak. Saya sendiri sangat kesulitan beradaptasi. Sehingga terkadang menyulitkan saya untuk berkomunikasi dan bergaul dengan teman-teman sebaya. Slogan "Ora ngapak ora kepenak" sepertinya tidak berlaku untuk saya. Karena tetap saja di dalam rumah, kami memakai bahasa Indonesia untuk berkomunikasinya.
Cemilan kegemaran saya adalah keripik tempe. Kripik Tempe merupakan makanan khas daerah Banyumas yang berbahan dasar kedelai yang telah diolah menjadi tempe yang diiris dengan sangat tipis, kemudian diberi adonan tepung yang telah diberi bumbu dan digoreng kering.
Kebetulan tetangga belakang rumah nenek memproduksi keripik tempe ini sejak sebelum tahun awal 1990an. Di rumah yang berdinding anyaman bambu, setiap siang sudah mulai memotong tempe tipis-tipis, mencelupkan ke dalam adonan tepung terigu yang telah di beri bumbu khas, dan menggoreng dalam wajan ukuran sangat besar yang penuh dengan minyak goreng. Menggunakan tungku atau kami biasa menyebutnya dengan pawon, dan api dari kayu bakar. Sehingga asap yang dihasilkan menimbulkan aroma yang khas.
Berbeda dengan keripik tempe dari Bandung, ketebalan keripik tempe Banyumas ini lebih tipis sehingga mudah hancur. Tempenya pun adalah tempe produksi sendiri.
Saya pernah bertanya, mengapa tidak beli tempe di pasar dan di iris tipis-tipis di rumah. Selain menghemat tenaga karena tidak buat sendiri tempenya juga tidak memakan tempat yang banyak untuk mengolah kedelai hingga menjadi tempe.
"Angger tempe tuku nang pasar, rasane kadang ora pati enak. Sebab dhewek ora ngerti dele sing dienggo kualitase apik apa ora." (Kalau tempe beli dari pasar rasanya kadang tidak enak. Karena kita tidak tahu kedelai yang di pakai untuk membuat tempe kualitasnya bagus atau tidak). Jadi karena alasan itu mereka memproduksi sendiri tempenya.
Tahun 2020 lalu, saya sempat mengunjungi nenek kembali. Suasananya sudah berubah drastis. Banyak bangunan rumah bernuasa modern telah berdiri sehingga keberadaan rumah tradisional ciri khas Banyumas-nya pun sudah banyak yang hilang. Amat sangat disayangkan. Dan saya sempat menjadi pangling dan asing.
Sepanjang jalan besar menuju Banyumas, saya lihat sudah banyak toko-toko yang menjual camilan ini dan beberapa camilan khas Banyumas lainnya. Saat ini sudah banyak juga industri yang memproduksi keripik tempe ini mulai dari menjamurnya industri rumahan bahkan sampai industri skala menengah dan besar. Walaupun sudah banyak yang memproduksi, namun rasanya masih sama. Dan kini makanan itu menjadi ikon oleh-oleh khas Banyumas yang terkenal.
Bila sedang berkunjung atau melewati kabupaten Banyumas ini, teman-teman bisa mampir untuk mencobanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H