Mohon tunggu...
Mayangthika
Mayangthika Mohon Tunggu... Guru - Guru

Mengajar adalah menyentuh kehidupan dengan cara yang tidak terduga, dan menulis adalah cara untuk membagikan cerita dari hati ke hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Emansipasi Wanita pada Era Milenium Sekarang Benar-benar Membawa Dampak Positif Secara Menyeluruh?

21 April 2021   08:41 Diperbarui: 21 April 2021   08:45 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), emansipasi wanita adalah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju.

Seperti yang kita ketahui bahwa tokoh emansipasi wanita di Indonesia adalah R.A Kartini, seorang wanita priyayi jawa yang memiliki pemikiran maju pada zamannya. 

Pemikiran maju yang diusung diekspresikan melalui surat-surat koresponden kepada sahabat yang berada di Belanda. Kumpulan surat tersebut kemudian diangkat menjadi buku yang berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang". 

R.A. Kartini menjadi penggerak emansipasi wanita agar wanita mendapatkan hak atas pendidikan yang bebas dan setinggi-tingginya. Pada zaman penjahahan yang berhak mendapat pendidikan layak adalah anak keturunan bangsawan, sehingga pada masa lalu banyak wanita Indonesia tidak berpendidikan sama-sekali.

 Emansipasi yang diusung oleh R.A Kartini agar kecerdasan wanita diakui dan diberikan kesempatan yang sama untuk menerapkan ilmu yang dimilikinya, sehingga wanita akan lebih percaya diri dan tidak direndahkan oleh kaum pria. Gerakan penyetaraan ini dimulai dengan cara mendirikan sebuah sekolah bagi perempuan. 

Pada masa itu, mereka hanya melayani suami (ranjang) dan mengurusi dapur yang justru mengunci peran wanita menunjukkan dan mengembangkan potensinya. Gerakan R.A. Kartini ini secara perlahan sudah mempengaruhi gerakan wanita pada awal pergerakan di Indonesia pada waktu itu (awal abad 21). 

Seperti pergerakan Aisyiyah yang menjadi pelopor dari persyarikatan Muhammadiyah yang memiliki peran organisasi di bidang pemberdayaan wanita yang dipelopori Nyai Ahmad Dahlan. Setelah itu, diikuti gerakan Muslimat NU dan banyak berbagai gerakan wanita yang lahir dari latar belakang profesi, keilmuan, agama dan lain-lain.

Namun apakah emansipasi wanita pada era milenium sekarang benar-benar membawa dampak positif secara menyeluruh? Menurut saya tidak. Karena ada banyak wanita yang menyalahi kodratnya sebagai wanita dengan mengatasnamakan emansipasi. 

Wanita di zaman milenium saat ini banyak yang berpendidikan tinggi dan gila kerja. 

Berangkat sebelum matahari terbit dan pulang malam hari. Memiliki gaji atau pendapatan besar, lalu terkesan "memandang rendah" suami yang berpenghasilan kecil.

Sikap ini adalah keliru. Sebab bagaimanapun, apalagi sesuai ajaran Islam, suami itu adalah imam, yang berarti sebagai kepala rumah tangga. 

Karena dianggap sebagai istri yang tidak bisa menghormati dan menghargai suami, akhirnya terjadi perselingkuhan.

Sehingga angka perceraian dan perselingkuhan akan meningkat.

Dampak lainnya yang terjadi adalah pada anak. Maraknya tempat penitipan anak dan banyaknya lowongan sebagai pengasuh anak yang hilir mudik, membuktikan bahwa peran ibu dalam rumah tangga belum tertangani dengan baik. 

Sehinggaa kualitas dan kuantitas waktu yang diterima oleh anak menjadi hal yang langka. Hilangnya kualitas dan kuantitas waktu yang ada akan menjadi celah anak untuk melakukan hal-hal yang tidak baik, atau bahkan akan lahir kenakalan-kenakalan pada anak dan remaja.

Dari 10 kasus kenakalan remaja yang saya temui di beberapa sekolah, menyimpulkan bahwa 8 di antaranya adalah karena tidak adanya atau kurangnya perhatian orang tua mereka terutama ibu. 

Mengapa ibu? Karena ibu adalah tempat yang paling aman dan baik untuk berbagi cerita dan berkeluh-kesah.

Hilangnya tempat berbagi cerita dan berkeluh-kesah di rumah akan mendorong anak untuk mencarinya di luar rumah, maka hal inilah yang akhirnya di jadikan kesempatan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang hanya mementingkan kepentingan pribadi. 

Menurut saya tidak masalah mengenai pengaplikasian dari gila Kerjanya. Namun, melupakan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang wanita/ibu dalam kehidupan sehari-hari yang membuat kata emansipasi menjadi terdengar sangat miris. 

Oleh karenanya, yuk wanita Indonesia kita bangun kembali opini yang telah dicetus oleh Kartini. Bahwa wanita itu bisa hebat dalam keluarga dan pekerjaan asal dia tidak melupakan apalagi menghilangkan batasan antara hak dan kewajibannya. 

Dan jadilah "rumah" yang baik untuk keluarga kita. Agar generasi yang kita lahirkan akan menjadi generasi yang gemilang.

Semoga menginspirasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun