Mohon tunggu...
Mayangthika
Mayangthika Mohon Tunggu... Guru - Guru

Mengajar adalah menyentuh kehidupan dengan cara yang tidak terduga, dan menulis adalah cara untuk membagikan cerita dari hati ke hati

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Buku Harian, Tren di Tahun 90-an Masih Layakkah Dipertahankan? Simak Penjelasannya

18 Maret 2021   06:00 Diperbarui: 18 Maret 2021   06:06 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi menulis saya di mulai pada tahun 90an, saat saya masih seusia sekolah dasar. Saaat itu semua hal-hal yang terjadi selama satu hari penuh, saya tulis semua. Dan itu pernah menjadi trend di masanya.

Buku ukuran A5, dengan beraneka ragam warna dan wangi bunga di setiap lembarnya, menjadi teman dikala suka dan duka. Dahulu saat sedang menulis, saya mengurung diri di kamar dengan pintu terkunci. Setelah menulis selesai, saya simpan di dalam lemari buku, di antara buku-buku pelajaran sekolah. Seperti tidak ingin ada yang membacanya bahkan oleh kedua orang tua saya. 

Ketika satu buku habis, saya membacanya kembali. Mengingat hal apa saja yang sudah terjadi. Kadang saya merasa geli sendiri, malu, dan bahkan sering menertawai diri sendiri. Lucu.

Kegiatan menulis ternyata bisa membantu menyembuhkan luka karena bisa mengeluarkan emosi yang ada di dalam pikiran, meningkatkan kesehatan fisik karena bisa memperkuat sistem imun, dan bisa mengurangi stres.

Saat ini sepertinya menulis di buku harian, posisinya sudah banyak tergantikan oleh menulis di status media sosial. Namun, menulis dibuku harian tetap memiliki beberapa  kelebihan diantaranya:

1. Privasi kita Terjaga.

Buku harian tentunya lebih terjaga kerahasiaannya, karena bila terbaca pun hanya dari kalangan sendiri. Kalau di status media sosial, semua yang kita tulis menjadi rahasia umum warga media sosial. Dengan kata lain, kita sudah tidak punya privasi apapun.

Sering kali melihat hilir mudik di beranda, seseorang yang sedang berkeluh kesah, sedang marah pada seseorang, atau bahkan hal pribadi pun kerap di share di sana. 

Menulis status bisa menjadi candu tersendiri. Terkadang saya suka heran jika tidak sengaja membaca salah satu status di whatsApp yang mengatakan setiap hal yang akan kita lakukan. Misalnya, "Mau makan/mandi/tidur dulu ya." Aneh memang, tapi mungkin dia tidak punya hal lain yang akan di tulisnya sehingga dia menuliskan seperti itu. Mudahnya adalah, kalau lapar ya makan, kalau waktunya mandi ya mandi, atau kalau mengantuk ya tidur, kok malah nulis status.

2. Menghindari konflik

Kata-kata itu tidak bernada, seringkali nadanya itu tergantung oleh suasana hati para pembacanya.

 Jadi tidak jarang banyak orang yang salah paham hanya karena status. Maksud hati A, namun yang terjadi justru sebaliknya. Oleh karena itu, sekarang banyak sekali orang yang terkena kasus hanya karena status. 

Beda lagi bila menulis di buku harian, apapun kata atau kalimat yang kita tulis,tidak akan mengundang kesalahpahaman. Kecuali bila buku tersebut hilang kemudian di temukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, yang menyebarkan isi buku tersebut.

 Di dalamnya kita bisa belajar untuk mengeksplorasi diri, karena kita bisa menumpahkan apa yang kita rasakan atau pikirkan. Ini menjadi cara alam bawah sadar berbicara pada kita, serta mengungkapkan apa yang menjadi "masalah" atau "kelebihan" dalam diri. Dan itu bisa membantu meningkatkan kemampuan diri kita untuk menyadari perilaku, perasaan dan aspek lainnya yang membentuk diri kita.

Itulah dua alasan positif menulis di buku harian. Bagaimana menurut teman-teman semua, apakah masih bisakah kita lanjutkan tradisi menulis di buku harian?

Semoga menginspirasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun