Mohon tunggu...
Larasati Yulinggaa
Larasati Yulinggaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - IR student at Jember University

INFJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Konsumen Indonesia

22 Maret 2023   10:50 Diperbarui: 22 Maret 2023   10:57 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia saat ini adalah bangsa yang dinamis yang ditandai dengan peluang besar. Indonesia memiliki salah satu tingkat pertumbuhan konsisten di antara ekonomi global selama sepuluh tahun terakhir, dengan pertumbuhan PDB tahunan rata-rata hampir 6 persen. Ini juga merupakan ekonomi terbesar ke-16 di dunia, dengan PDB sebesar USD 878 miliar. Sementara inflasi telah meningkat dan terdapat beberapa volatilitas di pasar saham dan mata uang Indonesia, fundamental jangka panjang Indonesia tetap positif.

Semua faktor ini menggarisbawahi potensi pasar konsumen Indonesia. Namun Indonesia menghadirkan beberapa tantangan signifikan bagi perusahaan yang ingin menangkap peluang konsumen, termasuk geografinya yang terfragmentasi (tersebar di sekitar 6.000 pulau berpenghuni), ukuran dan keragaman.

Di mana peluang itu ada? Bagaimana Anda menavigasi populasi yang tersebar luas hampir 250 juta orang? Tren konsumsi apa yang harus dilacak perusahaan karena sikap konsumen terus berkembang? Produk dan strategi pemasaran apa yang selaras dengan selera dan preferensi orang Indonesia? Dengan konsumsi pribadi tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan negara, memahami profil, pola pikir, dan perilaku konsumen negara sangatlah penting.

Pada tahun 2013, McKinsey and Company melakukan studi riset konsumen kedua terhadap lebih dari 5.500 konsumen di 44 kota dan pusat pedesaan di Indonesia. Upaya ini mengikuti studi awal pada tahun 2011 yang membantu mengidentifikasi tipe konsumen, dan preferensi mereka untuk produk, merek, dan saluran ritel tertentu.

Mengingat kompleksitas negara, kami ingin menggunakan data longitudinal untuk memahami perilaku konsumsi pada tingkat terperinci dan menilai bagaimana tren berkembang. Kami memeriksa berbagai variabel termasuk demografi, pengeluaran rumah tangga, preferensi merek dan saluran ritel, dan juga mempelajari populasi pedesaan untuk pertama kalinya. Kami melakukan wawancara tatap muka dengan sekitar 5.500 orang di semua kelompok sosial ekonomi dan berfokus pada lima sektor—makanan dan minuman, kebutuhan rumah dan pribadi, layanan keuangan, elektronik konsumen, dan obat bebas (OTC).

Laporan berikut mengeksplorasi potensi konsumsi Indonesia dan membahas bagaimana bisnis saat ini dapat menangkap peluang ini. Ini menawarkan wawasan tentang konsumen Indonesia, mengidentifikasi segmen pasar utama yang menarik secara komersial, mengadopsi lensa perkotaan untuk memahami perubahan pola konsumsi, dan menyarankan strategi produk dan pemasaran yang relevan. Ini juga memeriksa tren yang berkembang terkait dengan preferensi saluran konsumen, termasuk potensi pertumbuhan e-commerce dan kategori produk, dan melihat bagaimana perusahaan harus berpikir ke depan untuk mendapatkan keuntungan dari perubahan mendasar di pasar.

Empat temuan utama disorot dalam laporan ini:

1. Kelas konsumen—55 juta penduduk perkotaan dan 15 juta pedesaan Indonesia—merupakan segmen yang paling menarik secara komersial.

Populasi Indonesia muda, tumbuh dan urbanisasi yang cepat, menjadikannya salah satu pasar konsumen dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Penelitian kami terhadap populasi perkotaan dan pedesaan menemukan kelompok konsumen, berjumlah sekitar 70 juta, yang optimis tentang masa depan mereka dan menjadi semakin canggih dalam kebiasaan belanja dan pilihan produk mereka. Memahami kebutuhan dan sikap yang muncul dari kelas konsumen yang berkembang pesat ini akan menjadi sangat penting karena perusahaan berpikir untuk memperluas jejak mereka di Indonesia.

Ada juga segmen konsumen pedesaan yang signifikan sebesar 15 juta, yang terletak di kelompok kota pedesaan di dekat pusat kota besar. Konsumen ini menunjukkan sikap yang mirip dengan rekan mereka di perkotaan.

2. Kutipan di Indonesia berada pada tingkat konsumerisme yang berbeda didorong oleh kemampuan dan kecenderungan konsumen.

Antara tahun 2000 dan 2013, populasi perkotaan Indonesia meningkat dari 42 persen menjadi 55 persen atau 138 juta penduduk. Pada tahun 2030, pangsa tersebut diharapkan mencapai 71 persen atau 209 juta orang. Pada gilirannya, kontribusi perkotaan Indonesia terhadap PDB juga diharapkan tumbuh dari 74 persen pada 2010 menjadi 86 persen pada 2030. Secara riil, ini meningkat dari USD 524 juta menjadi USD 1,7 miliar. Pusat-pusat perkotaan di Indonesia akan memainkan peran penting dalam memajukan ekonominya.

Penelitian kami selangkah lebih maju dalam mendefinisikan ulang konsumerisme di mana kami melihat munculnya apa yang kami sebut sebagai lima kota permata tersembunyi di Indonesia. Meskipun ukuran populasinya lebih kecil, kota-kota ini menunjukkan harapan yang signifikan, menunjukkan pendapatan yang dapat dibelanjakan yang lebih tinggi dan sikap konsumsi yang meningkat.

3. Dominasi ritel tradisional dan perkuatan ritel modern 

Saluran ritel tradisional, termasuk toko mom-and-pop (warung) dan pasar basah, masih mendominasi lanskap ritel di Indonesia, namun pangsa perdagangan modern terus meningkat, dipimpin oleh pertumbuhan toko serba ada. Lanskap ritel modern semakin terfragmentasi karena konsumen bergantung pada berbagai saluran — toko serba ada, hypermarket, supermarket, department store, dan lainnya.

Dalam hal platform digital, orang Indonesia termasuk pengguna situs jejaring sosial tertinggi di dunia. Aktivitas komersial seperti belanja online dan perbankan online, sebaliknya, memiliki penetrasi yang rendah. Konsumen mengatakan bahwa mereka belum mempercayai belanja online, dan mereka mengkhawatirkan keamanan pembayaran, kurangnya dukungan penjualan, dan kualitas yang tidak dapat diandalkan.

4. Orang Indonesia sangat menyukai dan mempercayai merek lokal, dan kelas Konsumsi mendorong pertumbuhan dalam kategori baru yang sedang berkembang.

Di sebagian besar kategori produk, masyarakat Indonesia tidak hanya setia pada merek, tetapi juga menunjukkan preferensi yang kuat terhadap merek lokal. Tujuh puluh lima persen dari mereka yang disurvei, rata-rata, mengatakan bahwa mereka sudah memiliki merek pilihan ketika mereka pergi ke toko untuk membeli produk rumah dan perawatan pribadi; dan lebih dari dua pertiga mengatakan hal yang sama untuk makanan dan minuman.

Konsumen mempercayai perusahaan Indonesia, bangga menggunakan merek lokal, dan percaya bahwa perusahaan lokal benar-benar memahami konsumen Indonesia, memberikan nilai uang yang lebih baik jika dibandingkan dengan merek asing. Namun, menarik untuk dicatat bahwa hanya persepsi lokal yang penting, dan perusahaan asing telah berhasil merebut pasar melalui strategi lokalisasi atau akuisisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun